Dalam 5 Hari, Korut Tembakkan 4 Rudal Mengarah ke Perairan Jepang
Bersamaan dimulainya pawai obor Olimpiade Tokyo di Jepang, hari Kamis ini, Korea Utara menembakkan peluru kendali mengarah ke perairan Jepang. Dalam lima hari terakhir, negara itu telah menembakkan empat peluru kendali.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
SEOUL, KAMIS — Korea Utara terus berusaha memprovokasi Amerika Serikat dan sekutunya di kawasan. Dalam lima hari terakhir, Pyongyang telah menembakkan empat peluru kendali (rudal).
Pada Kamis (25/3/2021) pagi, dua roket meluncur dari Korut ke Laut Jepang. Roket-roket itu jatuh di luar perairan teritorial Jepang. Setiap roket terbang sejauh 420 kilometer dan 430 kilometer. Tidak ada laporan roket mengenai pesawat atau kapal. Sebelumnya, pada hari Minggu (21/3/2021), dua rudal juga dilepaskan ke Korut ke arah Jepang.
Penembakan rudal Korut, Kamis ini, dilaporkan oleh otoritas di AS, Korea Selatan, dan Jepang. Insiden itu terjadi dengan bersamaan dimulainya kirab obor Olimpiade Tokyo di Jepang. Jepang akan menjadi tuan rumah Olimpiade, Juli mendatang.
Peluncuran rudal tersebut merupakan uji coba rudal balistik pertama oleh Korut dalam rentang waktu hampir setahun dan insiden pertama yang dilaporkan pada masa pemerintahan Presiden AS Joe Biden.
Perdana Menteri (PM) Jepang Yoshihide Suga mengecam peluncuran rudal tersebut. Ia menyebut peluncuran rudal itu sebagai ancaman pada Jepang dan negara di kawasan. ”Kami akan bekerja sama dengan AS, Korea Selatan, dan negara lain untuk melindungi kedamaian warga,” ujarnya.
Sumber di Jepang menduga rudal yang dilepaskan dari Hamgyong itu merupakan rudal balistik. Jepang mengajukan protes resmi melalui kedutaan besarnya di China.
Sementara Kantor Kepala Staf Gabungan Korsel hanya menyebutnya sebagai proyektil yang belum teridentifikasi jenisnya. ”Analisis lanjutan sedang dijalankan oleh AS-Korsel. Militer kami sangat siaga dalam koordinasi AS-Korsel,” demikian pernyataan KSG militer Korsel.
Adapun Dewan Keamanan Nasional Korsel menggelar rapat dadakan selepas peluncuran rudal itu. Mereka menyatakan sangat prihatin atas langkah Pyongyang.
Jenis rudal
Rudal yang diluncurkan pada Minggu lalu diduga merupakan rudal jelajah. Sementara proyektil pada Kamis ini diduga berupa rudal balistik. Sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa terhadap Korut melarang Pyongyang meluncurkan rudal balistik. Sementara rudal jelajah masih dimungkinkan digunakan Korut. Karena itu, AS tidak banyak berkomentar soal peluncuran itu, Minggu lalu.
Namun, pada hari Rabu, Presiden AS Joe Biden mengungkap hasil telaah terhadap Korut. Biden menyebut tidak ada yang berubah dari Korut.
Wakil PM Korut Choe Son Hui menanggapi pernyataan itu dengan mengatakan bahwa komunikasi AS-Korut hanya bisa dijalin lagi apabila AS berhenti menunjukkan permusuhan. Dialog hanya dimungkinkan jika para pihak merasa nyaman.
Di bawah pemerintahan Presiden AS Donald Trump, ada serangkaian dialog AS dengan Korut. Meski demikian, seluruhnya gagal menghadirkan kesepakatan apa pun. AS berkeras seluruh fasilitas nuklir Korut dan pengembangan rudal balistik Korut dihancurkan. Setelah itu, baru sanksi dilonggarkan bahkan dicabut. Namun, Pemimpin Korut Kim Jong Un menuntut sebaliknya.
Meski terus meluncurkan rudal, Pyongyang cenderung lebih menahan diri. Terakhir kali Korut meluncurkan rudal balistik antarbenua dan menguji bom nuklir pada 2017. Pyongyang kembali meluncurkan rudal balistik pada Maret 2020. Setelah itu, Korut melepaskan empat rudal pada pekan ini.
Manuver AS
Rudal-rudal diluncurkan selepas rangkaian manuver AS di kawasan. Pekan lalu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Pertahanan AS Floyd Austin melawat ke Jepang dan Korea Selatan. Sebelum itu, ia juga mempersiapkan pertemuan AS-Australia-India-Jepang alias Quad. Pada kedua manuver itu, Blinken terus membahas soal nuklir Korut.
Para analis mengatakan, dengan adanya uji coba rudal oleh Korut itu, tidak berarti diplomasi denuklirisasi telah berakhir. Mereka mengingatkan kenyataan yang tidak mengenakkan bagi pemerintahan baru di AS: hulu ledak Pyongyang terus meningkat setiap hari, bisa terus mendatangkan ancaman-ancaman baru, dan memperbesar posisi tawar Korut jika perundingan kelak dibuka lagi.
”Setiap hari yang berlalu tanpa ada kesepakatan yang berupaya mengurangi ancaman nuklir dan hulu ledak rudal Korea Utara adalah hari di mana (nuklir dan rudal Korut) itu semakin besar dan semakin buruk,” kata Vipin Narang, ahli urusan nuklir di Massachusetts Institute of Technology, AS. (AFP/REUTERS/SAM)