Pertumbuhan industri dan teknologi digital yang melejit menjadikan e-sport kian kompetitif dan menjadi olahraga profesional.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Kompas
Dua atlet electronic sport (e-sport) dari Mongolia (kiri) dan China memainkan jari-jari mereka di depan komputer untuk memperebutkan medali di Asian Indoor Games II, Makau, beberapa waktu lalu. Olahraga Asia tengah memasuki perkembangan baru dengan diakuinya e-sport sebagai cabang resmi turnamen Dewan Olimpiade Asia (OCA).
Industri olahraga e-sport tumbuh kian cepat di banyak negara diikuti dengan serangkaian kompetisinya. Indonesia juga pernah menyelenggarakan kompetisi e-sport dengan peserta dari banyak negara. Seperti halnya atlet cabang olahraga lainnya, atlet e-sport juga membutuhkan latihan yang disiplin, termasuk menjaga asupan energi.
Seperti yang dilakukan oleh T1, salah satu organisasi e-sport terbaik di dunia. T1 menyediakan ruang olahraga khusus yang disponsori oleh Nike, staf pendukung lengkap termasuk ahli gizi, dan memberikan kursus bahasa Inggris. Semua fasilitas terbaik itu diberikan kepada 70 atlet e-sport yang ingin menjadi tim e-sport terbaik dan raksasa, Liga Legenda Faker.
Pertumbuhan industri yang melejit menjadikan permainan video ini kian kompetitif dan menjadi olahraga profesional. Para atlet yang berusia muda, rata-rata berusia 20 tahunan, mendongkrak penggemar yang juga berusia muda dan ini yang berhasil menarik perhatian para sponsor dan pemasang iklan.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Suasana pertandingan e-sport dalam rangkaian Asian Games 2018, di Britama Arena, Kelapa Gading, Jakarta, Senin (27/8/2018). Olahraga digital menjadi salah satu cabang olahraga baru yang banyak digeluti generasi muda.
Berbeda dengan cabang olahraga lainnya, para atlet e-sport bisa mendulang penghasilan hingga jutaan dollar AS dalam bentuk gaji dan hadiah kemenangan. Tingginya gaji dan hadiah itu, di antaranya, karena banyaknya sponsor dan iklan yang masuk di cabang olahraga ini.
Fasilitas lengkap
Korea Selatan merupakan salah satu negara yang kuat di bidang e-sport. Bahkan ada bangunan baru berlantai 10 di distrik elite Gangnam, Seoul, yang khusus didedikasikan untuk pelatihan rutin para atlet T1.
”Di sini ada ruang olahraga, kafetaria, koki, apa pun ada. Semua yang dibutuhkan para pemain muda ada untuk mengakomodasi performa terbaik mereka,” kata John Kim yang menangani operasional T1.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Turnamen PUBG Mobile dalam rangkaian kegiatan Idbyte E-Sports di Tangerang, Banten, Jumat (13/9/2019). Kegiatan merupakan bagian dari usaha untuk meningkatkan ekosistem e-sport di Indonesia.
Pelatihan para atlet e-sport sama beratnya dengan atlet lain. Setiap hari mereka harus berlatih minimal 10 jam dengan didampingi pelatih. Mereka harus dilatih untuk urusan strategi dan mengasah keterampilan, terutama menjelang kompetisi. Foto-foto promosi mereka terpasang di mana-mana lengkap dengan seragam tim. Separuh dari mereka memakai kacamata dan mayoritas berambut identik potongan pendek berponi.
Choi Ellim, salah satu atlet e-sport, tidak pernah membayangkan akan bisa bermain dalam tim T1. Dulu ia hanya sering bermain video game di rumah dan itu pun untuk senang-senang saja. Kemudian pada tahun 2019 dipromosikan untuk bermain bersama atlet bintang T1, Lee ”Faker” Sang-hyeok.
”Ketika saya bermain gim hanya untuk hobi, saya biasanya makan ketika lapar saja dan tidur kalau memang sudah mengantuk. Tetapi sekarang tidak bisa begitu. Semua sudah terjadwal rapi,” ujarnya.
Para atlet juga diharuskan untuk tetap berinteraksi rutin dengan para penggemarnya yang mayoritas milenial dan generasi Z melalui media sosial dan platform streaming seperti Twitch dan Youtube. Ini model yang terbukti berhasil membawa T1 menang tiga kali di kompetisi dunia, Liga Legenda. Menurut esportsearnings.com, T1 juga duduk di peringkat pertama di dunia untuk keberhasilan mendapat hadiah terbanyak hingga sekitar 1,7 juta dollar AS.
Investasi besar
T1 didirikan oleh perusahaan telekomunikasi raksasa Korea Selatan, SK Telecom, pada 2014. T1 kemudian dua tahun lalu digabung dengan perusahaan hiburan Amerika Serikat, Comcast Spectacor, yang juga memiliki tim hoki es Flyers. Pada bulan lalu, SK Telecom menjual tim baseball profesional Korsel, Wyverns, senilai 122 juta dollar AS karena hendak menambah investasi di cabang olahraga yang futuristik.
Salah satu pertimbangannya karena penggemar e-sport termasuk paling cepat bertambah dibandingkan cabang olahraga lainnya. Laporan investasi bank Goldman Sachs tahun 2018 menyebutkan, pertumbuhan penggemar olahraga elektronik ini bahkan sudah melebihi penggemar Liga Utama Baseball. Lebih dari 100 juta penggemar menonton kompetisi dunia Liga Legenda secara daring tahun 2019.
”Kami percaya e-sport sama seperti cabang olahraga lainnya karena sama-sama membutuhkan latihan yang rutin dan keras serta fokus,” sebut laporan Goldman Sachs.
Kompas
Proyeksi pendapatan industri e-sport
Menurut data dari perusahaan Newzoo, industri olahraga e-sport diharapkan akan bisa menghasilkan keuntungan lebih dari 1 miliar dollar AS tahun ini atau naik sekitar 15 persen dari tahun 2020 dan sekitar 60 persen di antaranya datang dari sponsor. ”Penggemar e-sport rata-rata lebih muda dari atlet olahraga lain dan ini yang menarik,” kata Kepala E-Sport di Newzoo, Remer Rietkerk.
Nike, BMW, dan Red Bull termasuk sponsor yang mendukung T1 dan Liga Legenda tahun lalu bahkan disponsori oleh merek-merek prestisius, seperti Louis Vuitton dan Mercedes-Benz. Cabang olahraga e-sport bahkan akan dimasukkan dalam Asian Games di China. Sayang, e-sport belum bisa masuk dalam salah satu cabang olahraga di olimpiade karena Komite Olimpiade Internasional (IOC) menolak mengakui e-sport sebagai cabang olahraga. Alasannya, IOC tidak mau mendukung olahraga atau permainan yang mendorong kekerasan atau pembunuhan.
M PASCHALIA JUDITH J UNTUK KOMPAS
Sekelompok orang bertanding dalam salah satu pertandingan olahraga elektronik atau e-sport secara beregu.
Kim mengatakan, e-sport sama kompetitifnya dengan olahraga lainnya. Bahkan Faker itu berkualitas seperti pemain basket Michael Jordan atau pemain golf Tiger Woods karena kemampuannya dan konsistensinya bagus. ”Ia masih menjadi pemain terbaik sampai sekarang. Semua rekannya di awal kariernya sudah pensiun atau tidak lagi bermain e-sport,” ujarnya.
Menurut esportsearnings.com, Faker sudah mendapat hadiah lebih dari 1,2 juta dollar AS dan digaji bulanan hingga jutaan dollar AS. Faker bisa bermain bagus karena memiliki jiwa kompetitif tinggi dan intelegensi emosional mental yang baik.
”Di Liga Legenda ada sekitar 100 juta pemain aktif setiap bulan sehingga untuk menjadi pemain profesional harus selalu di peringat atas. Elite di antara kelompok elite. Untuk bergabung dengan T1, siapa pun harus menjadi yang terbaik,” kata Kim.