Negara-negara Uni Eropa, Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada menjatuhkan sanksi kepada pejabat dan entitas China karena diduga terlibat kekerasan terhadap warga Uighur.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris, dan Kanada secara serempak, Senin (22/3/2021), menjatuhkan sanksi terhadap pejabat China atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang, China barat.
Pemerintah China tidak tinggal diam dan langsung membalasnya dengan melarang sejumlah lembaga, beberapa pemimpin parlemen dan diplomat UE, serta keluarga mereka. Beijing juga melarang berbisnis dengan pihak-pihak, baik individu maupun entitas bisnis Eropa.
Negara-negara Barat mengambil tindakan terkoordinasi pertama terhadap Beijing di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden. Sanksi terhadap China itu juga dijatuhkan setelah Pemerintah AS bertemu dengan Pemerintah China di Alaska, pekan lalu.
Melalui sanksinya kali ini, Barat berusaha meminta pertanggungjawaban Beijing atas penahanan massal warga Muslim Uighur di Xinjiang, yang oleh AS dan PBB menuding China melakukan genosida. Beijing menyangkalnya.
Upaya terkoordinasi itu tampaknya menjadi langkah awal dalam dorongan diplomatik AS bersama sekutunya untuk menghadapi China. Hal ini sekaligus menggambarkan elemen inti dari kebijakan tentang China oleh Biden.
Pejabat senior AS mengatakan bahwa Washington setiap hari menjalin kontak dengan pemerintah di Eropa mengenai masalah terkait China. Washington menyebut jalinan komunikasi itu dengan istilah ”roadshow Eropa”.
”Di tengah meningkatnya kecaman internasional, (China) terus melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Xinjiang,” kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam pernyataannya menjelang pertemuan dengan para menteri UE dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Brussels, Belgia, pekan ini. Menteri Luar Negeri Kanada dan Inggris mengeluarkan pernyataan bersama dengan Blinken.
Mereka mengatakan bersatu dalam menuntut agar Beijing mengakhiri ”praktik represif” di Xinjiang. Dikatakan, adanya sejumlah bukti pelanggaran ”luar biasa”, termasuk citra satelit, kesaksian sejumlah saksi mata, dan dokumen Pemerintah China sendiri.
Bukti semakin banyak menunjukkan pelanggaran HAM yang sistemik dan dipimpin oleh Pemerintah China.
Kementerian Luar Negeri Kanada pun mengeluarkan pernyataan terkait China. ”Bukti semakin banyak menunjukkan pelanggaran HAM yang sistemik dan dipimpin oleh Pemerintah China,” demikian Kemenlu Kanada.
Secara terpisah, Kemenlu Australia dan Selandia Baru mengeluarkan pernyataan yang berisi dukungan atas langkah AS bersama UE, Inggris, dan Kanada itu.
Kemenlu Australia dan Selandia Baru mengungkapkan ”keprihatinan besar tentang meningkatnya jumlah laporan yang kredibel tentang pelanggaran HAM parah terhadap etnis Uighur dan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang”.
Aktivis dan pakar HAM PBB mengatakan, setidaknya 1 juta warga Muslim telah ditahan di kamp-kamp di Xinjiang. Para aktivis dan beberapa politisi Barat menuduh China menggunakan penyiksaan, kerja paksa, dan sterilisasi.
China mengatakan, kamp-kamp itu menyediakan pelatihan kejuruan sebagai bagian dari kebijakan yang dibutuhkan Beijing untuk melawan ekstremisme di negerinya.
UE adalah pihak pertama yang menjatuhkan sanksi awal pekan ini. Sanksi itu diberikan terhadap empat pejabat dan satu entitas China. Mereka yang juga menjadi sasaran AS adalah Chen Mingguo, Direktur Biro Keamanan Umum Xinjiang, dan pejabat senior lainnya di wilayah itu, Wang Junzheng.
Brussels menuduh Chen Mingguo melakukan tindakan ”penahanan sewenang-wenang dan perlakuan merendahkan yang dilakukan terhadap warga Uighur dan dari etnis minoritas Muslim lainnya, serta pelanggaran sistematis atas kebebasan beragama atau berkeyakinan”.
Tahun lalu AS telah menetapkan sanksi kepada pejabat tinggi di Xinjiang, Chen Quanguo. Semua 27 pemerintah anggota UE setuju dengan tindakan hukuman blok itu. Namun, Menlu Hongaria Peter Szijjarto menyebutnya ”berbahaya” dan ”tidak berguna”.
Beijing langsung bereaksi cepat dengan menerapkan sanksi pada beberapa pihak di UE. Sanksi itu diberlakukan terhadap anggota Parlemen Eropa, badan pembuat keputusan kebijakan luar negeri utama UE yang dikenal sebagai Komite Politik dan Keamanan, dan dua lembaga.
Politisi Jerman, Reinhard Butikofer, yang memimpin delegasi Parlemen Eropa untuk China, termasuk di antara tokoh paling terkenal yang terkena dampak. Kemenlu China memastikan Yayasan Aliansi Demokrasi, lembaga nirlaba yang didirikan oleh mantan Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen, termasuk dalam daftar yang dikenai sanksi juga.
Sanksi Beijing juga diberikan terhadap Adrian Zenz, seorang sarjana Jerman yang penelitiannya dikutip ketika menyoroti dugaan pelanggaran di Xinjiang.
Pemerintah Belanda langsung memanggil Duta Besar China untuk Den Haag setelah Beijing mengumumkan tindakannya terhadap UE. Sementara Parlemen Eropa, bersama dengan Kemenlu Jerman, Belanda, Belgia, dan menteri luar negeri lainnya menolak aksi pembalasan China itu.
”Sanksi ini membuktikan bahwa China sensitif terhadap tekanan,” kata anggota Parlemen Belanda, Sjoerd Sjoerdsma, melalui media sosial Twitter. Sjoerdsma termasuk dalam daftar sanksi China. ”Biarlah ini menjadi dorongan bagi semua kolega Eropa saya: Bicaralah!” (AFP/REUTERS)