Dari 47 anggota Dewan Eropa, 34 telah menandatangani Konvensi Istanbul. Setelah Turki keluar, kini tersisa 33 anggota.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
ANKARA, SENIN — Turki kembali berdebat dengan Amerika Serikat dan sebagian Eropa. Kali ini, terkait keputusan Ankara untuk keluar dari Konvensi Dewan Eropa untuk Mencegah dan Melawan Kekerasan terhadap Perempuan dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Ankara beralasan, konvensi itu telah dibajak untuk kepentingan lain yang bertentangan dengan kebudayaan Turki.
Lewat dekrit presiden pada Sabtu (20/3/2021), Turki mengumumkan keluar dari kesepakatan yang dikenal sebagai Konvensi Istanbul itu. ”Sangat mengecewakan. Di seluruh dunia, kita melihat peningkatan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), termasuk peningkatkan laporan pembunuhan terhadap perempuan di Turki, negara pertama yang menandatangani konvensi itu,” demikian pernyataan resmi Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Minggu (21/3/2021) siang waktu Washington atau Senin dini hari WIB.
Komisioner Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (UE) Josep Borrell mengajak Turki bergabung lagi dengan konvensi itu. ”Ini waktunya menunjukkan kepemimpinan dan meningkatkan upaya global untuk melawan kekerasan terhadap perempuan, bukan mundur,” ujarnya.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyebut, perempuan berhak atas kerangka hukum yang kuat untuk perlindungan mereka. Penyesalan juga disampaikan Ketua Komite Menteri UE Heiko Mass dan Presiden Majelis Parlemen Eropa Rik Daems.
”Kami mengingatkan tujuan konvensi adalah mencegah kekerasan terhadap perempuan, melindungi korban, dan memproses hukum pelaku. Konvensi itu mengukuhkan hak dasar untuk hidup bebas dari ketakutan,” demikian pernyataan bersama Mass-Daems.
Tanggapan Ankara
Kementerian Luar Negeri Turki menegaskan, keputusan mundur dari Konvensi Istanbul tidak dapat dipandang sebagai upaya melemahkan kekerasan terhadap perempuan di Turki. ”Hak perempuan dalam hukum nasional Turki dijaga dengan norma terdepan,” demikian pernyataan Ankara pada Minggu malam.
Sementara Direktorat Komunikasi Kepresidenan Turki menyinggung fakta bahwa Turki sebagai penanda tangan pertama Konvensi Istanbul. Sebaliknya, enam anggota UE malah belum meratifikasi konvensi itu.
Selain itu, ada Polandia yang malah lebih dulu keluar dari konvensi itu. Warsawa, menurut Ankara, menyebut Konvensi itu dipakai oleh kelompok LGBT untuk menyebarluaskan ide mereka soal jender kepada masyarakat.
Konvensi Istanbul dibuat oleh Dewan Eropa (Council of Europe/CoE) yang terdiri atas 47 negara Eropa. Organisasi negara-negara Eropa itu berbeda dari lembaga yang bernama hampir mirip, European Council (EC) dan Council of European Union (CoEU).
CoE merupakan organisasi 47 negara Eropa. Sementara EC merupakan lembaga para kepala negara atau kepala pemerintahan UE. Adapun CoEU merupakan lembaga para menteri-menteri UE. Dari 47 anggota CoE, 34 telah menandatangani Konvensi Istanbul. Setelah Turki keluar, kini tersisa 33 anggota.
Ankara menyebut perlindungan terhadap perempuan diatur dalam konstitusi, hukum pidana, serta undang-undang soal perlindungan keluarga pada 2012. Pencegahan kekerasan terhadap perempuan mempunyai mekanisme hukum di Turki. Ankara juga tetap menjadi para pihak dalam Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW).
”Harus dicatat bahwa Turki mundur dari Konvensi Istanbul tidak membawa dampak pada penerapan kebijakan ketat, mangkus, dan sesuai dunia nyata, termasuk undang-undang penting yang disusun, diusulkan, dan disahkan pemerintahan Presiden Erdogan,” demikian pernyataan Direktorat Komunikasi Kepresidenan Turki.