Laporan Kebahagiaan Dunia: Pandemi Tak Memadamkan Semangat Warga
Laporan Indeks Kebahagiaan Dunia 2021 menunjukkan bahwa emosi berubah saat pandemi Covid-19 mulai terjadi. Meski demikian, tingkat kepuasan atas hidup warga dunia dalam jangka panjang tidak terlalu terpengaruh.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
STOCKHOLM, SABTU — Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung setahun terakhir memang membawa ketakutan dan kecemasan, rasa kesepian dan terasing dari komunitas, penderitaan akibat penyakit itu, hingga kematian. Namun, laporan tahunan tentang angka indeks kebahagiaan di seluruh dunia yang dirilis pada Jumat (19/3/2021) menunjukkan bahwa pandemi tidak memadamkan semangat warga dunia.
Laporan Indeks Kebahagiaan Dunia 2021 menunjukkan bahwa meski emosi berubah saat pandemi Covid-19 mulai terjadi, tingkat kepuasan warga dunia atas hidup dalam jangka panjang tidak terlalu terpengaruh. ”Apa yang kami temukan adalah bahwa ketika orang-orang melihat dalam skala jangka panjang, mereka telah menunjukkan aneka ketahanan dalam setahun terakhir ini,” kata Jeffrey Sachs, ekonom Universitas Columbia, New York, AS, dan salah satu penulis laporan tersebut.
Laporan tahunan itu dihasilkan oleh Jaringan Solusi Pembangunan Berkelanjutan PBB. Laporan itu memeringkat 149 negara berdasarkan produk domestik bruto per orang, harapan hidup sehat, dan pendapat warga.
Survei tersebut meminta responden untuk menunjukkan pada skala 1-10 yang mencakup sejumlah hal, yakni seberapa besar dukungan sosial yang mereka rasakan jika terjadi masalah, kebebasan mereka untuk membuat pilihan atas hidup mereka, perasaan mereka tentang seberapa korup masyarakat di tempat mereka tinggal, dan seberapa murah hati mereka.
Ada hal khusus yang berlaku pada laporan terbaru itu. Karena kondisi pandemi, survei hanya dilakukan di kurang dari 100 negara. Laporan itu menjadi yang kesembilan yang dikumpulkan sejak proyek serupa dimulai. Pemeringkatan indeks untuk setiap negara didasarkan pada perkiraan dari data sebelumnya.
Hasilnya adalah sembilan negara Eropa termasuk dalam 10 besar tempat atau negara paling bahagia di dunia. Selandia Baru ikut berada dalam daftar 10 besar itu.
Finlandia berada di tempat teratas sebagai negara dengan predikat negara paling membahagiakan. Ini adalah untuk keempat kalinya berturut-turut bagi Finlandia di posisi itu. Sebanyak 10 negara teratas secara berturut adalah Finlandia, Denmark, Swiss, Eslandia, Belanda, Norwegia, Swedia, Luksemburg, Selandia Baru, dan Austria.
Orang-orang merasa aman di negara-negara itu, jadi kepercayaannya tinggi. Pemerintah dianggap kredibel dan jujur, dan saling percaya satu sama lain yang tinggi.
”Kami menemukan fakta bahwa tingkat kepuasan hidup tahun demi tahun ada di negara-negara demokrasi sosial di Eropa utara,” kata Sachs. ”Orang-orang merasa aman di negara-negara itu, jadi kepercayaannya tinggi. Pemerintah dianggap kredibel dan jujur, dan saling percaya satu sama lain yang tinggi."
Amerika Serikat, yang berada di urutan ke-13 lima tahun lalu, merosot dari urutan ke-18 menjadi urutan ke-19. Pada daftar peringkat negara-negara yang disurvei, AS menempati urutan ke-14.
Kendalikan pandemi
Keberhasilan komparatif Finlandia dalam mengendalikan penularan Covid-19 dinilai telah berkontribusi pada kepercayaan yang dimiliki rakyat negara itu terhadap pemerintah mereka. Negara ini mengambil tindakan cepat dan ekstensif untuk menghentikan penyebaran virus korona tipe baru dan memiliki tingkat kematian terendah akibat Covid-19 di Eropa.
”Di Finlandia, tentu saja, sebenarnya orang-orang juga merasa menderita (akibat Covid-19),” kata Anu Partanen, penulis The Nordic Theory of Everything, di Helsinki. ”Namun, sekali lagi di Finlandia dan negara-negara Nordik, warga benar-benar beruntung karena masyarakat masih mendukung sistem yang dapat menahan guncangan semacam ini.”
Secara keseluruhan, indeks itu menunjukkan sedikit perubahan pada tingkat kebahagiaan dibandingkan laporan tahun lalu. Indeks tahun lalu mencerminkan informasi yang dihimpun dari kondisi sebelum pandemi Covid-19.
”Kami mengajukan dua jenis pertanyaan. Yang pertama tentang kehidupan secara umum, kami menyebutnya evaluasi kehidupan, yakni tentang bagaimana hidup Anda? Kedua tentang suasana hati, emosi, stres, dan kecemasan,” papar Sachs.
”Tentu saja, kita masih berada di tengah krisis yang dalam. Namun, respons atas evaluasi bagi kehidupan jangka panjang warga tidak berubah secara meyakinkan meskipun gangguan itu dirasakan cukup dalam.”
Terkait posisi AS, aneka dinamika masalah memengaruhi kesejahteraan warga yang tinggal di negara itu. Dinamika itu termasuk ketegangan rasial dan ketimpangan pendapatan yang meningkat antara penduduk terkaya dan termiskin.
”Mengenai mengapa peringkat AS jauh lebih rendah daripada negara-negara lain yang serupa atau bahkan kurang kaya, jawabannya langsung saja,” kata Carol Graham, ahli di lembaga The Brookings Institution yang tidak terlibat dalam laporan tersebut.
”AS memiliki kesenjangan yang lebih besar dalam peringkat kebahagiaan antara si kaya dan si miskin daripada kebanyakan negara kaya lainnya.”
Laporan Sonja Lyubormirsky, seorang profesor psikologi di University of California, Riverside, menekankan bahwa budaya Amerika menghargai tanda-tanda kekayaan, seperti rumah besar dan banyak mobil, dibandingkan dengan negara-negara lain. Namun, ada sejumlah hal lain di luar materi yang notabene juga dapat menjadi faktor penunjang kebahagiaan.
Persepsi bahwa negara mereka menangani pandemi dengan baik juga berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan secara keseluruhan. Hal itu tergambar di beberapa negara Asia. Peringkat China, misalnya, ada di peringkat ke-84 atau lebih baik daripada peringkat tahun sebelumnya di mana posisinya tahun lalu di peringkat ke-94.
Indonesia dalam indeks terbaru itu berada di dua peringkat di atas peringkat China. ”Ini masa yang sulit. Orang-orang melewatinya dengan melihat spektrum jangka panjang Namun, juga banyak orang yang menderita dalam jangka pendek,” kata Lyubormirsky. (AP)