Saling Ejek sebagai Pembunuh, Putin Ajak Biden Dialog Virtual
Ketika ditanya apakah Presiden Rusia Vladimir Putin seorang ”pembunuh”, Presiden AS Joe Biden mengiyakan. Gedung Putih tidak menyesal menyebut Putin ”pembunuh”.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
MOSKWA, JUMAT — Presiden Rusia Vladimir Putin yang kesal mengajak Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk berkomunikasi secara virtual dalam waktu dekat. Putin kesal karena disebut sebagai ”pembunuh” oleh Biden dan dia pun berbalik mengejek Presiden AS dengan sebutan yang sama.
Komentar Biden terhadap Putin memicu krisis terparah dalam hubungan AS-Rusia karena Putin memanggil duta besarnya untuk konsultasi. Rusia memperingatkan, hubungan bilateral dengan AS berada di ujung tanduk.
”Kita selalu menilai kualitas diri sendiri dengan becermin kepada orang lain dan berpikir bahwa dia sama dengan kita,” kata Putin, Kamis (18/3/2021), di Moskwa, mengomentari sebutan ”pembunuh” dari Biden.
Putin menilai seseorang akan bisa menyebut orang lain pembunuh karena ia juga pasti pembunuh. Komentar Biden itu bukan sekadar banyolan atau ucapan iseng belaka, tetapi Putin meyakini ada makna psikologis yang mendalam.
”Semoga Biden sehat-sehat saja. Saya mengatakan ini tanpa ironi dan bukan lelucon,” ujarnya.
Putin kemudian mengajak Biden untuk berkomunikasi secara virtual dalam waktu dekat. Kemungkinan Jumat atau Senin mendatang. ”Saya ingin mengundang Presiden Biden untuk melanjutkan diskusi kita, tetapi syaratnya harus disiarkan langsung atau daring,” kata Putin.
Diskusi terbuka dan secara langsung itu diyakini Putin pasti akan menarik bagi rakyat Rusia dan AS.
Sebutan ”pembunuh” ini muncul ketika Biden diwawancarai oleh stasiun televisi ABC News, Rabu lalu. Biden mengatakan, Putin harus bertanggung jawab karena pernah hendak mengacaukan pencalonan Biden dalam pilpres AS pada 2020.
Ketika ditanya apakah Putin seorang ”pembunuh”, Biden mengiyakan. Gedung Putih mengaku tidak menyesal menyebut Putin sebagai ”pembunuh”.
Sikap dan posisi Biden terhadap Rusia cenderung lebih keras dan berkebalikan dengan pendahulunya, Donald Trump, yang kerap bersikap lunak terhadap Putin. Selama beberapa tahun terakhir, hubungan Rusia-AS memburuk dan setelah komentar Biden kemarin, Rusia berniat menghentikan hubungan diplomatiknya dengan AS.
Meski demikian, Putin mengaku masih mau bekerja sama dengan AS hanya jika itu menguntungkan bagi Rusia. ”Kami bisa mempertahankan kepentingan kami dan mereka harus mau menghadapi itu,” ujarnya.
Kedutaan Besar Rusia di Washington menyatakan, Duta Besar Rusia untuk AS Anatoly Antonov akan kembali ke Rusia pada Sabtu mendatang untuk membicarakan cara memperbaiki hubungan Rusia-AS yang sedang krisis.
”Pernyataan yang tidak dipertimbangkan baik-baik dari pejabat tinggi AS membuat hubungan terancam hancur,” sebut pernyataan tertulis Kedubes Rusia.
Hubungan AS dan Rusia mulai kurang baik setelah Rusia mencaplok Semenanjung Crimea tahun 2014. Kemudian hubungannya memburuk setelah Rusia dituduh ikut campur dalam pemilihan presiden AS tahun 2016. Ditambah lagi kasus tokoh oposisi Rusia, Alexei Navalny, yang terbukti diracun oleh racun saraf buatan Soviet.
Meski hubungan keduanya kurang harmonis, tetap saja AS-Rusia bekerja sama pada berbagai bidang dan masih memiliki pandangan yang sama pada, misalnya, kesepakatan nuklir Iran dan proses perdamaian Afghanistan.
Departemen Perdagangan AS, pekan ini, mengumumkan akan memperketat pembatasan ekspor untuk Rusia sebagai bentuk hukuman karena kasus peracunan Navalny.
Wakil Ketua Parlemen Rusia Konstantin Kosachev menuntut AS untuk meminta maaf atas pernyataan Biden. ”Pernyataan seperti itu tidak bisa diterima dalam situasi apa pun dan akan bisa merusak hubungan kita,” ujarnya.
Selama puluhan tahun, Rusia jarang memanggil pulang duta besarnya. Pada tahun 1998, Rusia pernah memanggil pulang perwakilannya di AS karena pengeboman di Irak.
Pada 2014, Putin tidak mau memanggil perwakilannya di AS bahkan setelah Presiden AS Barack Obama mengatakan Putin harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada Crimea. Pada waktu itu, Putin menilai memanggil perwakilan pulang itu akan menjadi ”langkah terakhir”.
Pengamat politik, Fyodor Lukyanov, menilai memanggil perwakilan di AS itu tidaklah cukup. ”Logikanya, bekukan saja dulu hubungan diplomatik di antara kedua negara,” ujarnya. (AFP)