Bertemu di Alaska, AS Tuduh China Ancam Stabilitas Global
Menlu AS Antony Blinken merinci beberapa langkah China yang menurut Washington telah mengancam tatanan global.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
FREDERIC J. BROWN/POOL/AFP
Menlu AS Antony Blinken (kedua dari kanan) didampingi Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan (kanan) berbicara dalam pertemuan dengan Direktur Kantor Komisi Urusan Luar Negeri Pusat Partai Komunis China (PKC) Yang Jiechi (kedua dari kiri) dan Menlu China Wang Yi (kiri) di Anchorage, Alaska, Kamis (18/3/2021) atau Jumat pagi WIB.
ALASKA, KAMIS — Pemerintah Amerika Serikat menuduh Pemerintah China mengancam tatanan berbasis aturan yang berperan dalam upaya menjaga stabilitas global. Washington juga menilai Beijing cenderung terlalu sombong dan mendramatisasi di luar substansi dalam pertemuan kedua perwakilan pemerintahan yang digelar di Anchorage, Alaska, Kamis (18/3/2021).
Pernyataan terhadap China itu disampaikan secara langsung oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam pertemuan puncak dengan Direktur Kantor Komisi Urusan Luar Negeri Pusat Partai Komunis China (PKC) Yang Jiechi dan Menlu China Wang Yi.
Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan mendampingi Blinken. Dengan suhu yang sangat dingin dan lokasinya yang terpencil, Alaska sengaja dipilih karena dianggap sebagai tempat pertemuan yang lebih netral bagi Washington dan Beijing.
Blinken merinci beberapa langkah China yang di mata Washington mengancam tatanan aturan itu. Misalnya kebijakan Beijing atas Xinjiang, di mana Washington telah menuduh Beijing melakukan ”genosida” terhadap Muslim Uighur, Hong Kong, dan sikap China terkait Taiwan.
Pemerintah AS juga menyebutkan dugaan serangan dunia maya di AS, kelindan perang dagang kedua negara dan hal-hal lain yang dianggap AS menjadi pemaksaan atas sekutu Washington.
Pertemuan para diplomat tinggi AS dan China itu adalah pembicaraan tatap muka pertama mereka sejak Presiden Joe Biden menjabat. Dua kekuatan teratas dunia itu masing-masing membawa agenda dengan pembahasan daftar masalah yang berbeda secara luas.
Ketegangan antara Washington dan Beijing tetap tinggi sekalipun Biden telah menggantikan posisi presiden sebelumnya, Donald Trump. Trump memilih frontal dalam berhadapan dengan China, melalui perang dagang, perang teknologi, hingga sikap-sikap keras Washington dalam aneka persoalan.
FREDERIC J. BROWN/POOL/AFP
Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan (kanan) sedang berbicara, sementara Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken melihatnya pada sesi pembukaan pembicaraan AS-China di Anchorage, Alaska, Kamis (18/3/2021) atau Jumat pagi WIB.
Kementerian Luar Negeri China mengatakan bahwa sebelum pertemuan, Beijing tidak akan memberikan konsesi kepada AS tentang masalah-masalah utama, termasuk Xinjiang dan Hong Kong. China menginginkan pengaturan ulang dalam hubungan kedua negara.
Seorang juru bicara Kemenlu China, Zhao Lijian, di Beijing, mengeluarkan peringatan kepada Washington. ”Pada intinya China tidak memiliki ruang untuk berkompromi mengenai masalah-masalah yang menyangkut kedaulatan, keamanan, dan kepentingan inti (China),” kata Zhao kepada wartawan.
AS harus menemui China di tengah jalan dan melakukan dialog dengan cara yang tulus dan konstruktif.
Zhao juga mendesak AS tidak berbicara keras dan terlibat dalam ”diplomasi megafon” terhadap China. Pernyataan itu dikeluarkan setelah Washington mengatakan sejak awal akan menunjukkan ketegasannya terhadap Beijing setelah putaran pertemuan dalam upaya pembangunan aliansi Washington di seluruh Asia.
”AS harus menemui China di tengah jalan dan melakukan dialog dengan cara yang tulus dan konstruktif,” kata Zhao.
Sejak awal sebenarnya ekspektasi terbatas atas hasil dari pertemuan itu telah diungkapkan di kedua sisi. Direktur Pusat Kajian Strategis dan Internasional Bonnie Glaser mengatakan, pembicaraan itu akan berdampak terbatas.
”Mereka akan menelisik apakah ada kesamaan dalam beberapa masalah dan apakah ada cara untuk mengelola dan bahkan mempersempit perbedaan mereka,” kata Glaser kepada AFP. ”Harapan harus tetap rendah. Pengaturan ulang hubungan tidak terlihat.”
FREDERIC J. BROWN/POOL/AFP
Delegasi China yang dipimpin Direktur Kantor Komisi Urusan Luar Negeri Pusat Partai Komunis China (PKC) Yang Jiechi (tengah) dan Menlu China Wang Yi (kedua dari kiri) berbicara dengan delegasi AS pada pembukaan pertemuan AS-China di Anchorage, Alaska, Kamis (18/3/20210) atau Jumat pagi WIB.
Pertemuan terakhir kedua rival itu terjadi pada Juni tahun lalu. Namun, pertemuan itu juga tidak membantu mencairkan hubungan yang beku layaknya Perang Dingin baru pada akhir masa jabatan Trump.
Biden terlihat telah mempertahankan garis kerasnya terhadap China. Blinken mengatakan, hal itu mewakili ”ujian geopolitik terbesar Amerika di abad ke-21”.
Namun, tim Biden mengatakan, Washington ingin terlibat secara diplomatis di panggung dunia, terutama pada masalah-masalah seperti perubahan iklim, pandemi, dan nonproliferasi senjata.
Pertemuan di Alaska itu menyusul kunjungan yang dilakukan Blinken ke Jepang dan Korea Selatan, dua sekutu utama AS di kawasan Asia Pasifik. Saat berada di Tokyo, Jepang, Blinken memperingatkan China agar tidak menggunakan ”pemaksaan dan perilaku destabilisasi”.
Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin juga menghadiri pertemuan puncak antara para pemimpin aliansi Quad, yang mengelompokkan AS, Australia, Jepang, dan India sebagai pemeriksa ambisi China.
Blinken dan sekutunya mengkritik China atas sejumlah masalah, termasuk erosi otonomi di Hong Kong, ketegangan di sekitar Taiwan dan Tibet, perlakuan terhadap penduduk Uighur di Xinjiang, klaim maritim luas Beijing di Laut China Selatan, pencurian intelektual properti, dan kurangnya transparansi tentang asal-usul Covid-19.
FREDERIC J. BROWN/POOL/AFP
Hotel Captain Cook di Anchorage, Alaska, menjadi lokasi pertemuan berlangsung antara delegasi AS dan China, Kamis (18/3/2021) waktu setempat atau Jumat pagi WIB.
Elizabeth Economy, seorang peneliti senior di Institut Hoover Universitas Stanford, mengatakan bahwa sekalipun pemerintahan Biden telah menjauh dari retorika keras ala Trump, tetapi intonasi tinggi tetap dipertahankan Washington.
”Beijing tidak akan mundur di Xinjiang atau Hong Kong. Ini adalah masalah kedaulatan,” kata Economy.
”Sejujurnya sulit untuk melihat China mengubah arah tentang masalah apa pun yang penting bagi AS. Kita berada dalam posisi di mana nilai-nilai inti dan visi tentang dunia masa depan secara fundamental bertentangan.” (AFP/AP/REUTERS)