Bongkar Pasang Menkes, Brasil Tetap Keteteran Tangani Covid-19
Dalam 11 bulan sejak pandemi Covid-19 melanda, menteri kesehatan Brasil berganti empat kali. Namun, hasilnya: sebanyak 11,6 juta orang di negara itu terinfeksi Covid-19 dan 282.400 orang di antaranya meninggal.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
Setelah dijabat dua dokter dan seorang jenderal, kini kursi menteri kesehatan Brasil akan kembali diduduki seorang dokter. Tugas empat menteri yang bolak-balik ber- ganti sejak April 2020 itu tetap sama: mengatasi pandemi Covid-19 yang semakin parah.
Hingga Rabu (17/3/2021), sebanyak 11,6 juta orang di Brasil terinfeksi Covid-19 dan 282.400 orang di antaranya meninggal. Selain jumlah infeksi dan kematian yang terus meningkat, ada juga persoalan teknis berujung kesalahan penanganan pandemi selama Eduardo Pazuello jadi menkes.
Presiden Brasil Jair Bolsonaro mengumumkan, Pazuello akan diganti dokter spesialis jantung, Marcelo Queiroga. “Kerja Pazuello bagus untuk urusan manajemen. Sekarang kita berada pada tahap harus lebih agresif melawan virus. Pak Marcelo Queiroga lebih paham soal kesehatan. Dia akan bertindak untuk mengurangi orang yang meninggal karena penyakit ini,” kata Bolsonaro.
Pazuello memang tidak punya latar belakang kesehatan. Meski demikian, ia ditunjuk jadi wakil menkes, lalu jadi menkes Brasil pada Juni 2020. Pazuello mengantikan Nelson Teich, spesialis kanker yang hanya menjadi menkes tidak sampai sebulan. Sebelum Teich, dokter gigi Luiz Henrique Mandetta menjadi menkes Brasil.
Teich dan Mandetta sama-sama berseberangan dengan Bolsonaro. Mandetta secara terbuka menentang keinginan Bolsonaro menggunakan hidroklorokuin sebagai obat Covid-19. Ia juga berseberangan dengan Bolsonaro soal pembatasan gerak dan jaga jarak.
Selain itu, Mandetta meminta pemerintah menyikapi pandemi secara serius. Sementara Bolsonaro kala itu menganggap Covid-19 tidak berbahaya. Karena terus berseberangan, Mandetta akhirnya mundur pada April 2020.
Seorang dokter jantung senior, Ludhmila Hajjar, awalnya didekati Bolsonaro untuk menggantikan Mandetta. Walakin, Hajjar menolak. Seperti Mandetta, Hajjar juga bolak- balik mengkritik Bolsonaro terkait Covid-19. Setelah Hajjar menolak, Bolsonaro mendekati Teich, dan pakar kanker ini setuju menjadi menkes.
Namun, lagi-lagi menkes dan presiden Brasil berseberangan soal Covid-19. Meski tidak mengungkapkan ketidaksetujuan secara terbuka, Teich mengundurkan diri.
Dalam wawancara dengan BBC pada 25 Juni 2020, Teich mengatakan bahwa ia menghormati Bolsonaro sebagai orang yang dipilih warga untuk memimpin Brazil. Bolsonaro, menurut Teich, punya mandat, sementara dirinya tidak. “Jika ada yang harus mundur, sayalah orangnya,” kata Teich.
Wakil Menkes Brazil kala itu, Eduardo Pazuello, ditunjuk menjadi menkes. Berbeda dari Mandetta dan Teich, Pazuello patuh kepada Bolsonaro. Ia mendukung keinginan Bolsonaro soal penggunaan hidroklorokuin sebagai obat Covid-19. Ia dipuji Bolsonaro bisa mengelola krisis.
Kewalahan
Namun, di masa Menkes Pazuello, Brasil menembus 11 juta kasus Covid-19. Beberapa pekan terakhir, rumah sakit di berbagai penjuru Brasil sampai kewalahan karena jumlah pasien kritis terus melonjak. Di Amazonas, salah satu negara bagian di Brasil, sistem layanan kesehatan sampai benar-benar tidak berdaya pada awal 2021. Hal itu memicu Mahkamah Agung Brasil memerintahkan penyelidikan.
Belum cukup sampai di situ, Kemenkes Brasil di bawah Pazuello salah mengirimkan paket vaksin untuk Amazonas. Paket ke sana malah dikirimkan ke Amapa yang terletak di sebelah Amazonas. Belakangan diketahui, pegawai Kemenkes Brasil bingung dengan singkatan kedua negara bagian yang bertetangga itu.
Masalah lain adalah Brasil kekurangan vaksin. Bolsonaro bersikukuh menolak vaksin Sinovac. Tapi, Negara Bagian Sao Paulo berkeras menggunakan vaksin buatan China itu. Bolsonaro hanya mau vaksin AstraZeneca. Pazuello mengikat kontrak pengadaan 100 juta dosis vaksin AstraZeneca.
Sampai sekarang, mayoritas pesanan Brasil belum dikirim, antara lain, karena ada larangan ekspor oleh Uni Eropa dan AS. AstraZeneca juga terkendala dalam proses produksi vaksin sehingga kesulitan memenuhi target pengiriman pesanan. Setelah semua masalah itu, Pazuello akhirnya diganti.
Bolsonaro kembali meminta Hajjar menjadi menkes. Hajjar kembali menolak. Lalu, muncullah Marcelo Queiroga, kandidat menkes baru.
Kepada televisi Brasil, Globo Channel, Hajjar menyebut Bolsonaro butuh orang yang patuh pada dirinya. “Dia perlu seseorang yang dipercaya, yang selaras dengan dengannya, pemikirannya, visinya, dan keinginan pemerintah. Saya jelas bukan orang itu,” ujar Hajjar seraya menegaskan dirinya harus selalu patuh pada ilmu pengetahuan.
Secara terpisah, Direktur Butantan Institute, Dimas Tadeu Covas, menyebut bahwa pemerintahan Bolsonaro menghambat upaya lembaganya mengembangkan vaksin. “Seandainya tidak ada hambatan dari pusat, vaksin sudah tersedia sejak Desember 2020,” ujar pemimpin lembaga yang bekerja sama dengan Sinovac itu.
"Tak ada gunanya gonta-ganti menteri jika kebijakannya masih sama," ujar Flavio Dino, Gubernur Negara Bagian Maranhao, yang berhaluan kiri. "Jika Presiden masih tetap salah mengelola hal-hal (dalam menghadapi pandemi), sulit bagi siapa pun menterinya untuk menjalankan tugas." (AFP/REUTERS)