Di tengah kunjungan Menlu AS Antony Blinken dan Menhan AS Lloyd Austin ke Jepang dan Korsel, Korea Utara melontarkan peringatan terhadap Washington. AS berupaya menjalin kontak dengan Pyongyang, tetapi belum ada respons.
Oleh
Luki Aulia dan Mh Samsul Hadi
·4 menit baca
SEOUL, SELASA — Setelah lama kabarnya tidak terdengar, adik perempuan pemimpin rezim Korea Utara Kim Jong Un, Kim Yo Jong, kembali muncul. Ia memperingatkan, jika pemerintahan baru Amerika Serikat menginginkan perdamaian, AS tidak boleh lagi ”menyebarkan kebusukan”.
Kantor berita Korut, KCNA, Selasa (16/3/2021), menyebutkan bahwa Kim Yo Jong juga mengkritik latihan militer yang terus berlanjut di wilayah perairan Korea Selatan. ”Kalau mau situasi damai selama empat tahun ke depan, sebaiknya jangan menyebarkan kebusukan sebagai langkah awal upaya perdamaian,” ujarnya.
Pasukan keamanan AS dan Korsel masih menggelar latihan militer bersama, tetapi latihan digelar melalui simulasi komputer karena pandemi Covid-19. ”Latihan perang dan sikap permusuhan tidak sejalan dengan dialog dan kerja sama,” kata Kim Yo Jong.
Ia juga mengejek Korsel karena selama ini memanfaatkan latihan perang dengan AS dan sekarang malah terbelit dalam krisis politik, ekonomi, dan epidemi. Perundingan Korsel-Korut yang sempat membaik pada 2018, ditegaskan Kim Yo Jong, tidak akan bisa berjalan dengan mudah lagi dan Korut akan terus memantau jika ada upaya provokatif lagi.
Korsel dan AS menggelar latihan militer tahunan sejak pekan lalu hingga Kamis lusa. Latihan itu berupa latihan pos komando dan simulasi latihan melalui komputer tanpa ada latihan di lapangan. Seoul dan Washington adalah dua negara mitra. AS menempatkan sekitar 28.500 tentara di Korsel untuk memperkuat pertahanan Korsel menghadapi ancaman dari Korut.
Namun, menurut Kim Yo Jong, latihan-latihan kecil itu termasuk dalam bagian langkah permusuhan terhadap Korut. Sebelumnya, Korut biasanya merespons latihan militer AS-Korsel dengan uji coba rudal.
Korut juga akan mempertimbangkan untuk menarik diri dari kesepakatan militer antara Korsel dan Korut, serta akan meninjau kembali apakah akan membubarkan sejumlah organisasi yang hendak bekerja sama dengan Korsel.
Kesepakatan militer tahun 2018, hasil dari tiga pertemuan antara Kim Jong Ung dan Presiden Korsel Moon Jae-in, menuntut negara-negara agar mengurangi ancaman militer konvensional, seperti membangun penyangga di perbatasan darat, laut, dan wilayah udara larangan terbang. Namun, hubungan dua Korea terganggu di tengah kebuntuan diplomasi nuklir antara Washington dan Pyongyang.
Boo Seung-chan, jubir Kementerian Pertahanan Korsel, mengatakan bahwa latihan gabungan dengan AS lebih berupa latihan bertahan. Ia menyeru kepada Korut untuk bersikap lebih fleksibel, yang akan konstruktif menstabilkan perdamaian di Semenanjung Korea. Boo menambahkan, pihaknya tidak mendeteksi adanya hal-hal yang tidak lazim dalam aktivitas militer Korut.
AS jalin kontak
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden sudah beberapa kali mencoba menghubungi rezim Korut sejak pertengahan Februari lalu, tetapi sampai sekarang belum ada jawaban. ”Kami sudah mencoba menghubungi Pemerintah Korut dengan berbagai cara, tetapi belum ada respons sama sekali,” kata salah seorang pejabat AS.
AS berharap bisa berkomunikasi dengan Korut untuk mengurangi risiko meningkatnya ketegangan hubungan di antara kedua pihak. Selama masa kepemimpinan Presiden Donald Trump, ia bisa bertemu dengan Kim Jong Un tiga kali untuk menegosiasikan perlucutan senjata nuklir Korut. Kedua pemimpin itu juga kerap saling berkirim surat.
Namun, dua pertemuan dan satu kunjungan kejutan Trump di perbatasan Korut dan Korea Selatan tetap saja tidak membuahkan hasil.
Sudah satu tahun terakhir ini AS tidak berdialog aktif lagi dengan Korut meski AS sudah berkali-kali mencoba. Saat ini pemerintahan Biden juga tengah meninjau kebijakan AS untuk mengevaluasi meningkatnya ancaman Korut.
Di dalam proses peninjauan tersebut, AS terus berbicara dengan Jepang dan Korsel untuk meminta masukan dan mencari pendekatan baru. Isu Korut ini juga akan dibahas dalam pertemuan antara Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Pertahahan AS Lloyd Austin dengan Menlu Jepang Toshimitsu Motegi dan Menhan Jepang Nobuo Kishi di Tokyo, Jepang.
Antisipasi provokasi
Shin Beom-chul, peneliti pada lembaga Korea Research Institute for National Strategy, mengatakan bahwa pernyataan Kim Yo Jong mencerminkan langkah-langkah kecil tambahan oleh Pyongyang. ”Korea Utara menilai bahwa AS tidak akan menawarkan cukup konsesi dan, karena itu, merilis pernyataan ini menjelang kunjungan Blinken dan Austin ke Seoul,” katanya kepada AFP.
Shin menambahkan, ada kemungkinan besar bakal ada provokasi militer oleh Korut selama atau segera setelah kunjungan dua menteri AS itu dari Korsel.
”Kali ini, Kim Yo Jong yang menjadi pucuk pasak yang berupaya melesak di antara Korea Selatan dan mitranya, AS,” ujar Leif-Eric Easley, profesor studi internasional di Ewha University, Seoul. ”Ancaman-ancaman terakhir Korea Utara itu memberi arti bahwa negara-negara mitra (AS) itu tidak mempunyai banyak waktu untuk berkoordinasi menentukan pendekatan dalam menangkal, memberi sanksi, dan menjalin keterlibatan.” (REUTERS/AFP/AP)