Hingga 42 persen pembelian senjata utama pada 2016-2020 dilakukan oleh negara-negara Asia. Porsi AS pada daftar eksportir senjata global meningkat dari 32 persen pada 2011-2015 menjadi 37 persen pada 2016-2020.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
STOCKHOLM, SENIN — Pandemi Covid-19 tidak mampu menghentikan perlombaan senjata global. Sejumlah negara justru menandatangani kontrak besar untuk membeli alutsista canggih, seperti pesawat tempur siluman F-35. Secara total, kawasan Asia-Oceania masih menjadi kawasan dengan porsi pembelian senjata terbesar di dunia, yaitu 42 persen dari total persentase impor senjata global.
Akan tetapi, total persentase impor oleh kawasan itu pada periode 2016-2020 turun tiga persen dibandingkan dengan periode impor 2011-2015. Pada periode 2011-2015, impor senjata oleh Asia-Oceania mencapai 45 persen dari total impor senjata global.
Sementara itu, total impor senjata di kawasan Timur Tengah naik pada periode 2016-2020 justru naik 7 persen dibandingkan periode 2011-2020. Pada periode itu, total persentase impor senjata Timur Tengah sebesar 26 persen dari total impor global, sementara pada periode 2016-2020 persentasenya menjadi sebesar 33 persen.
Kekhawatiran kepada tetangga menjadi salah satu pendorong impor senjata di Asia. Hal itu terungkap dalam laporan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) pada Senin (15/3/2021). Laporan itu mengungkap perkembangan transaksi senjata periode 2011-2020.
”Dampak Covid-19 pada ekonomi memang membuat sejumlah negara menimbang ulang impor persenjataan pada masa mendatang. Meski demikian, bahkan di puncak pandemi pada 2020, sejumlah negara menandatangani kontrak besar pembelian senjata,” kata peneliti SIPRI, Siemon T Wezeman. ”Semakin banyak impor direncanakan dan sejumlah negara di kawasan juga ingin menghasilkan persenjataan utama.”
SIPRI menemukan, anggapan bahwa tetangga menjadi ancaman telah memicu pembelian senjata, baik impor maupun domestik. Kekhawatiran atau konflik dengan China memacu pembelian senjata India dan Jepang. Pada periode 2011-2020, pembelian senjata Jepang naik 124 persen.
Armenia dan Azerbaijan, yang berkali-kali terlibat baku tembak terbuka, juga menjadi bukti bahwa ancaman tetangga memicu perlombaan senjata. Hingga 94 persen senjata Armenia dipasok Rusia dan 69 persen senjata Azerbaijan dipasok Israel. Di arena baku tembak Azerbaijan-Armenia juga kerap ditemukan persenjataan Turki.
Peningkatan kekuatan Turki, antara lain, mengkhawatirkan Mesir. Pada 2016-2020, kekhawatiran kepada Turki membuat pembelian senjata Mesir naik 136, terutama memperkuat Angkatan laut.
Mesir bukan negara Arab satu-satunya yang meningkatkan pembelian senjata. Qatar yang dimusuhi aliansi negara Arab telah meningkatkan pembelian senjata sampai 361 persen. Sementara nilai impor senjata Arab Saudi—importir senjata terbesar di dunia—naik 61 persen.
Sebaliknya sekutu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, menunjukkan kecenderungan penurunan impor senjata sampai 37 persen pada periode 2016-2020. Meski demikian, UEA telah menandatangani kontrak persenjataan baru, seperti pembelian 50 jet F-35 dan 18 pesawat nirawak MQ-9 dari Amerika Serikat.
Penjual
Selain dengan UEA, AS punya kontrak dengan berbagai negara. Hal itu membuat porsi AS pada daftar eksportir senjata global meningkat dari 32 persen pada 2011-2015 menjadi 37 persen pada 2016-2020. Washington mengirim senjata ke 96 negara. Hingga 47 persen senjata AS dikirimkan ke Timur Tengah dengan Arab Saudi menjadi penerima terbesar. Hingga 24 persen ekspor senjata AS ditujukan ke Arab Saudi.
Sebaliknya, porsi Rusia berkurang 22 persen. Pada 2016-2020, Rusia hanya meraih 20 persen dari keseluruhan porsi penjualan senjata global.
Penyebab utamanya adalah India memangkas hingga 53 persen impor senjatanya dari Rusia. Sebagai pengganti, India mengandalkan buatan AS dan Eropa serta produksi dalam negeri. Produksi domestik memungkinkan India memangkas hingga 33 persen dari keseluruhan impor senjatanya. Selain itu, prosedur lelang pengadaan di India dinilai rumit.
Peralihan pemasok senjata India, antara lain, menguntungkan Perancis. Pada 2016-2020, sebanyak 8,2 persen persenjataan global dipasok Paris. Hingga 59 persen ekspor persenjataan Perancis ditujukan ke Mesir, Qatar, dan India. Mesir juga mengimpor senjata dari Jerman. Pada 2016-2020, Berlin meraih 5 persen dari keseluruhan porsi penjualan senjata global.
Sedikit di atas porsi Jerman adalah China yang meraih 5,2 persen. Senjata-senjata China terutama ditujukan ke Pakistan, Bangladesh, dan Aljazair. Hingga 20 persen persenjataan sub-Sahara dipasok oleh China. (*/RAZ)