Junta militer Myanmar makin tak terkendali setelah kekerasan bersenjata yang terjadi Minggu (14/3/2021) menewaskan 38 warga. Dunia internasional harus segera bertindak.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
YANGON, SENIN — Junta militer Myanmar makin tak terkendali. Kekerasan bersenjata terus terjadi saat junta mengumumkan pemberlakuan darurat militer di dua kota, Hlaing Tharyar Yangon dan kota tetangga Shwepyitha.
Menurut catatan Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), Senin (15/3/2021), sedikitnya 38 orang tewas—hanya dalam satu hari, yaitu Minggu (14/3/2021)—dan puluhan lainnya terluka. Dalam catatan AAPP, korban tewas sebagian besar berada di Yangon, terutama di kota Hlaing Tharyar. Dua kota yang ditetapkan berada dalam situasi darurat militer itu merupakan kota industri, yang mayoritas merupakan pabrik garmen.
Di kota-kota lain juga dilaporkan ada pengunjuk rasa tewas. Empat kematian warga dilaporkan berasal dari Bago, Mandalay, dan Hpakant yang masuk dalam wilayah Provinsi Kachin.
Mahn Win Khaing Than, yang diangkat sebagai wakil presiden oleh anggota parlemen Myanmar yang digulingkan dan merupakan anggota partai politik pemimpin yang digulingkan Aung San Suu Kyi, berbicara kepada publik untuk pertama kalinya sejak kudeta. ”Ini adalah momen tergelap bangsa dan momen menjelang fajar,” katanya dalam sebuah video yang diunggah di situs web pemerintah bayangan dan media sosial.
”Kami tidak akan pernah menyerah pada militer yang tidak adil, tapi kami akan mengukir masa depan kami bersama dengan kekuatan persatuan kami. Misi kami harus diselesaikan,” katanya. Dia menambahkan, ”Revolusi ini adalah kesempatan bagi kita untuk menyatukan semua kekuatan.”
Menurut AAPP, junta militer dan aparat keamanan bertindak semakin tidak terkendali setelah beberapa pabrik yang dananya bersumber dari Pemerintah China terbakar. Kedutaan Besar China menyatakan banyak staf manajemen pabrik terluka dan terperangkap ketika pabrik-pabrik tersebut diserang oleh orang tidak dikenal. Pemerintah China, melalui kedutaan mereka di Myanmar, mendesak junta yang didukungnya untuk bertindak tegas.
”Mengerikan. Orang-orang ditembak di depan mata saya. Itu tidak akan pernah meninggalkan ingatan saya,” kata seorang jurnalis foto di tempat kejadian yang tidak ingin disebutkan namanya.
Televisi Myawadday yang dikelola tentara mengatakan, pasukan keamanan bertindak setelah empat pabrik garmen dan pabrik pupuk dibakar serta sekitar 2.000 orang telah menghentikan mesin pemadam kebakaran untuk menjangkau mereka.
Seorang juru bicara junta tidak menjawab panggilan untuk dimintai komentar.
Beberapa video yang berasal dari kotapraja Hlaing Thar Yar dan diunggah ke media sosial menunjukkan, orang-orang melarikan diri setelah terdengar suara tembakan. Rekaman video yang diunggah Suara Demokratik Independen Burma memperlihatkan warga yang bisa menyelamatkan diri setidaknya membantu satu orang yang terluka dan mencoba menyelamatkan dua orang lainnya. Namun, tampaknya satu orang dalam kondisi tidak sadarkan diri atau bahkan diduga telah tewas.
Sejak kudeta militer pada 1 Februari lalu, Myanmar berada dalam keadaan darurat nasional. Dan, untuk pertama kalinya, sejak kudeta dilakukan, junta melalui MRTV pada Minggu (14/3/2021) mengumumkan darurat militer. Dengan pemberlakuan status itu, kontrol keamanan berada di tangan militer.
Kedutaan Besar Inggris di Myanmar dalam pernyataan yang dikeluarkan Senin (15/3/201) mengecam keras penggunaan kekerasan bersenjata untuk menghadapi tuntutan rakyat yang dilakukan secara damai. Duta Besar Inggris untuk Myanmar Dan Chuggi, dalam laman Twitter, resmi mendesak agar junta mengembalikan kekuasaan kepada kelompok yang berhak dan telah memenangi pemilihan umum secara demokratis.
Dr Sasa, Utusan Khusus Myanmar untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa dan merupakan anggota parlemen terpilih dari parlemen yang digulingkan militer, mengatakan, pemerintahan ilegal yang dikendalikan junta militer membuktikan bahwa mereka tidak bisa melakukan apa pun kecuali meneror, menyerang, dan membunuh warga sipil yang tidak bersenjata. Tindakan junta, katanya, telah menyebabkan penderitaan terhadap rakyat Myanmar.
”Rezim telah gagal,” kata Dr Sasa, melalui akun Twitter-nya. Dia menambahkan, pelaku penyerangan, Dewan Administrasi Negara (SAC), adalah musuh rakyat Myanmar dan mereka yang jahat akan dimintai pertanggungjawaban.
Dunia internasional segera bertindak
Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Myanmar Christine Schraner Burgener mengecam keras penggunaan kekerasan bersenjata oleh junta militer yang mengakibatkan 38 warga tewas. ”Komunitas internasional, termasuk para aktor regional, harus bersatu dalam solidaritas dengan rakyat Myanmar dan aspirasi demokrasi mereka,” kata Burgener dalam pernyataannya.
Dia menyatakan, tindakan aparat keamanan dan junta militer adalah sebuah tentangan terhadap seruan internasional agar mereka mau menahan diri. ”Kebrutalan yang sedang berlangsung, termasuk terhadap personel medis dan penghancuran infrastruktur publik, sangat merusak prospek perdamaian dan stabilitas,” katanya.
Tom Andrews, Pelapor Khusus PBB di Myanmar, menyerukan agar setiap pihak, pemerintah atau entitas bisnis, untuk menghentikan sokongan atau bantuan dana serta peralatan (senjata) kepada junta. (AP/AFP/Reuters)