Stimulus AS Gairahkan Sekaligus Dorong Kekhawatiran Pasar Modal
Di Wall Street, rotasi pergerakan modal investor dan pelaku pasar terlihat berlanjut ke sektor-sektor seperti energi dan keuangan. Investor menaruh harapan pada belanja konsumen ketika ekonomi AS dibuka kembali.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
TOKYO, KAMIS — Persetujuan akhir Kongres Amerika Serikat atas stimulus ekonomi terbesar dalam sejarah negara itu, dan juga kenaikan harga konsumen mengangkat indeks-indeks saham di AS pada Rabu (10/3/2021) dan diikuti indeks-indeks saham di Asia, Kamis (11/3/2021) pagi. Namun, di tengah pilihan investor dan pelaku pasar untuk membeli aset-aset di pasar keuangan, terselip kekhawatiran lebih lanjut tentang peluang terlalu panasnya ekonomi AS sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia.
Indeks Dow Jones Industrial Average naik 464,28 poin (1,46 persen) ke level 32.297,02 dan Indeks S&P 500 naik 23,37 poin (0,60 persen) ke level 3.898,81. Adapun Indeks Nasdaq Composite turun 4,99 poin (0,04 persen) ke level 13.068,83. Volume perdagangan di bursa AS mencapai 13,82 miliar saham. Jumlah itu lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata 15,155 miliar untuk sesi penuh selama 20 hari perdagangan terakhir.
Di Wall Street, rotasi pergerakan modal investor dan pelaku pasar terlihat berlanjut ke sektor-sektor, seperti energi dan keuangan, baik di saham-saham berkapitalisasi kecil maupun besar. Investor menaruh harapan pada belanja konsumen ketika ekonomi AS dibuka kembali. Sebaliknya, mereka menjual saham-saham perusahaan teknologi besar yang telah memicu reli sejak Maret lalu.
Lonjakan ekonomi yang diperkirakan terjadi setelah program vaksinasi Covid-19 bersama dengan stimulus fiskal raksasa telah memicu kekhawatiran inflasi dan lonjakan imbal hasil surat utang AS (US Treasury). Kondisi telah menyebabkan indeks Nasdaq jatuh 12 persen dari rekor penutupannya pada 12 Februari. Indeks Nasdaq ditutup lebih rendah pada tengah pekan ini setelah mencatat kenaikan persentase satu hari terbaiknya dalam empat bulan pada hari sebelumnya.
Lelang sebesar 38 miliar dollar AS dalam surat utang AS bertenor 10 tahun tidak seburuk yang dikhawatirkan, seiring dengan tingkat inflasi yang tetap dapat diredam. Hal itu turut membantu mendorong imbal hasil turun ke sesi rendah 1,506 persen dibandingkan dengan level 1,61 persen awal pekan ini. ”Pasar tampak cemas dan UST menguat, tetapi itu tampaknya tidak memberikan dorongan bagi saham-saham teknologi,” kata Mark Luschini, Kepala Strategi Investasi di Janney Montgomery Scott.
Pasar saham Asia memperpanjang kenaikannya dari level terendah selama dua bulan pada awal perdagangan. Indeks saham regional tidak termasuk Jepang naik 0,7 persen, dipimpin oleh lonjakan 1,7 persen atas indeks Kospi Korea Selatan.
Pasar saham Asia memperpanjang kenaikannya dari level terendah selama dua bulan pada awal perdagangan. Indeks saham regional tidak termasuk Jepang naik 0,7 persen, dipimpin oleh lonjakan 1,7 persen atas indeks Kospi Korea Selatan, dan berada di jalur untuk kenaikan tiga hari pertama dalam tiga pekan. Indeks Shanghai Composite China menguat 1,6 persen, sedangkan Indeks Nikkei 225 Jepang menanjak 0,5 persen.
”Perdagangan kembali bergairah,” kata Michael McCarthy, kepala strategi pasar di lembaga CMC Markets. ”Kami melihat pasar surat utang dan saham menguat bersama-sama di saat dollar AS sedikit turun, menunjukkan adanya peningkatan sentimen.”
Departemen Tenaga Kerja AS mengatakan, indeks harga konsumen AS naik 0,4 persen pada Februari. Data itu sejalan dengan ekspektasi para pelaku pasar setelah mengalami kenaikan 0,3 persen pada Januari. Indeks harga konsumen inti, yang tidak termasuk makanan yang harganya volatil dan komponen energi, naik tipis 0,1 persen atau sedikit di bawah perkiraan di level 0,2 persen.
Fokus investor saat ini akan tertuju pada lelang surat utang US Treasury bertenor 30 tahun pada Kamis ini. Lelang sebelumnya pada akhir Februari telah membantu memicu kekhawatiran inflasi dan mengirim imbal hasil yang lebih tinggi.
”Kenaikan imbal hasil surat utang AS tampaknya telah sedikit mereda setelah imbal hasil UST 10 tahun mencapai 1,5 persen meskipun banyak investor tetap berhati-hati sebelum pertemuan kebijakan The Fed,” kata Naoya Oshikubo, ekonom senior di Sumitomo Mitsui Trust Asset Management. ”The Fed telah meningkatkan retorikanya pada imbal hasil surat utang akhir-akhir ini. Kenyataannya adalah, ekonomi berada dalam pemulihan berbentuk huruf K, dengan sektor jasa masih dalam kondisi sulit dan Fed mungkin tidak ingin membiarkan suku bunga riil naik.”
Peter Tuz, presiden lembaga penasihat investasi Chase yang berbasis di Charlottesville, Virginia, menyatakan, investor di pasar saham AS terlihat mengalihkan modalnya dari saham teknologi dengan valuasi tinggi ke kelompok lain. Pilihannya adalah saham-saham di sektor energi dan keuangan, yang dinilai terlalu rendah rendahnya dan lebih berperan pada peningkatan ekonomi di dunia pasca-Covid-19 daripada teknologi besar.
”Itu terjadi secara serempak,” kata Tuz. ”Pada dasarnya hal itu adalah kecenderungan yang luar biasa di pasar saat ini dan mungkin akan terus berlanjut.” (AP/AFP/REUTERS)