Kelalaian Diduga Picu Ledakan Gudang Senjata di Guinea
Rekaman yang disiarkan saluran TVGE menunjukkan gedung-gedung di sekitar Kamp Nkoa Ntoma runtuh dan terbakar. Kepulan asap hitam tebal membubung ke langit kota Bata, Guinea.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
OUAGADOUGOU, MINGGU — Sedikitnya 20 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka setelah empat ledakan dahsyat mengoyak kamp militer di Guinea, Minggu (7/3/2021). Presiden Guinea Teodoro Obiang Nguema mengatakan, kecelakaan itu terjadi setelah petani setempat membiarkan api di daerah tersebut menyala di luar kendali. Nyala api itu menyambar bahan peledak yang penyimpanannya buruk. Gudang itu berada di sebuah kamp militer Nkoa Ntoma di kota Bata.
Kementerian pertahanan mengatakan, selain menewaskan lebih dari 20 orang, ledakan itu menyebabkan 600 warga lainnya terluka. Bahan peledak ”kaliber tinggi” yang diledakkan oleh api menyebabkan ”gelombang kejut” yang merobohkan banyak rumah hingga rata dengan tanah.
Sejumlah petugas tampak berupaya mengevakuasi korban dari reruntuhan. Korban ledakan adalah anak-anak hingga orang dewasa. Stasiun radio, Radio Macuto, mengatakan di Twitter bahwa orang-orang dievakuasi hingga jarak 4 kilometer dari kota karena asap akibat ledakan mungkin berbahaya.
Kekacauan terlihat di rumah sakit di Bata. Ratusan warga terluka terbaring di lantai RS menunggu perawatan. Kementerian kesehatan memperingatkan melalui media sosial Twitter, kemungkinan masih banyak yang terkubur di bawah reruntuhan bangunan.
Rekaman yang disiarkan oleh saluran TVGE menunjukkan gedung-gedung runtuh dan terbakar dalam radius yang luas di sekitar Kamp Nkoa Ntoma. Kepulan asap hitam tebal membubung ke langit kota itu.
Nguema mengatakan, kota Bata menjadi korban kelalaian unit militer yang bertugas menyimpan bahan peledak, dinamit, dan amunisi di kamp militer Nkoa Ntoma. ”Ledakan dan kebakaran itu dipicu pembakaran tunggul oleh petani di ladang mereka yang akhirnya membuat depot ini meledak berturut-turut,” kata Nguema. Sang presiden pun pun mengeluarkan permohonan bantuan internasional.
Ledakan tersebut mengejutkan negara Afrika Tengah yang kaya minyak itu. Menteri Luar Negeri Simeón Oyono Esono Angue bertemu dengan duta besar asing dan meminta bantuan.
”Penting bagi kami untuk meminta bantuan negara-negara saudara kami dalam situasi yang menyedihkan ini karena kami memiliki keadaan darurat kesehatan (akibat Covid-19) dan tragedi di Bata,” katanya. Seorang dokter menelepon ke TVGE, yang menggunakan nama depannya, Florentino, mengatakan, situasinya cukup kritis mengingat rumah sakit penuh sesak.
Menurut Nguema, bencana itu datang pada saat yang sudah sulit bagi Guinea. Negara itu diakuinya tengah mengalami krisis ekonomi akibat jatuhnya harga bahan bakar dan pandemi Covid-19.
Dia mengatakan pusat olahraga yang didirikan untuk pasien Covid-19 akan digunakan untuk menerima pasien dalam kasus ledakan itu. Setelah ledakan tersebut, Kedutaan Besar Spanyol di Guinea meminta warga Spanyol yang ada di negara itu untuk tetap berada di dalam rumah mereka.
Menurut Nguema, bencana itu datang pada saat Guinea tengah berada dalam masa sulit. Guinea tengah mengalami krisis ekonomi akibat jatuhnya harga bahan bakar dan pandemi Covid-19.
Bata adalah kota terbesar di negara Afrika tengah yang kaya minyak dan gas itu. Sekitar 800.000 dari 1,4 juta penduduk negara itu tinggal di Bata. Ironisnya kebanyakan dari mereka hidup di tengah kemiskinan. Bata terletak di daratan, adapun ibu kota Guinea, yakni Malabo, berada di Bioko, salah satu pulau di lepas pantai Afrika barat. Komunikasi telepon di antara kedua kota itu hampir terputus selama beberapa jam setelah ledakan.
Kamp Nkoa Ntoma menampung, antara lain, pasukan khusus TNI AD dan paramiliter negara itu. Putra presiden, Teodoro Nguema Obiang Mangue, yang juga merupakan wakil presiden yang bertanggung jawab atas pertahanan dan keamanan, muncul dalam rekaman televisi di tempat kejadian. Ia tampak memeriksa kerusakan-kerusakan, ditemani oleh barisan pengawalnya yang berasal dari Israel. Teodorin, begitu ia dikenal, semakin dipandang sebagai penerus yang ditunjuk oleh presiden.
Guinea Ekuatorial telah diperintah oleh Obiang Nguema yang berusia 78 tahun itu selama 42 tahun terakhir. Hal itu menjadikannya sebagai presiden yang terlama yang memerintah di dunia. Tokoh oposisi dan organisasi internasional kerap kali menuduh Obiang Nguema melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Pemimpin otoriter itu telah mengalami setidaknya setengah lusin upaya pembunuhan atau kudeta atas dirinya. (AFP/REUTERS)