Ancaman Tambahan bagi Pekerja Migran Indonesia di Tengah Pandemi
Banyak pekerja migran Indonesia ilegal belum terdaftar sebagai calon penerima vaksin Covid-19 di Malaysia. Mereka tidak berani mendaftar karena khawatir malah ditangkap.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covdi-19 mengancam kesehatan sekaligus ekonomi para pekerja migran Indonesia di Malaysia. Kondisi sekarang membuat mereka sulit terlindungi.
Perwakilan MigrantCare Malaysia, Alex Ong, mengatakan, pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal paling mengenaskan di tengah pandemi Covid-19 ini. Status ilegal membuat mereka kesulitan mendapatkan layanan kesehatan yang semakin dibutuhkan.
”Sekarang, di tengah proses vaksinasi, belum ada kejelasan apakah mereka akan disuntik atau tidak. Padahal, Covid-19 tidak pandang bulu, menular ke siapa saja tanpa pilih pendatang legal atau ilegal,” ujarnya di Kuala Lumpur saat dihubungi Kompas, Kamis (4/3/2021).
Banyak pekerja migran Indonesia ilegal belum terdaftar sebagai calon penerima vaksin Covid-19 di Malaysia. Mereka tidak berani mendaftar karena khawatir malah ditangkap.
”Perlu dipertimbangkan dorongan agar mereka mau mendaftar, terutama bagi yang belum tahu kapan akan pulang,” ujarnya.
Ada beberapa penyebab pekerja migran Indonesia menjadi pendatang ilegal. Pertama, mereka memang masuk ke Malaysia melalui jalur ilegal atau dikenal warga setempat sebagai ”lorong tikus”. Kedua, mereka masuk melalui jalur resmi sebagai pelancong dan tidak punya izin kerja di Malaysia. Ketiga, izin kerja mereka sudah habis dan tidak diperpanjang sehingga berstatus pekerja ilegal. Keempat, pekerja migran Indonesia lari tempat kerja tanpa membawa dokumen apa pun dan tetap bertahan di Malaysia lama setelah masa berlaku seluruh dokumen itu habis.
Meski berbeda-beda asalnya, dampaknya tetap sama, yakni ditangkap karena berstatus pendatang ilegal. Di tengah pandemi, Malaysia menggencarkan penangkapan pendatang ilegal. ”Bagi pekerja migran Indonesia, ditangkap sudah seperti hukuman mati,” kata Ong.
Kini, sedikitnya 4.000 pekerja migran Indonesia berada di berbagai rumah detensi imigrasi (rudenim) Malaysia. Mereka di sana setelah ditangkap dan menanti proses deportasi. Pemulangan pekerja migran Indonesia, melalui deportasi maupun sukarela, menjadi salah satu jalur program yang disebut rekalibrasi.
Selain pemulangan, ada juga jalur perekrutan ulang bagi pekerja migran Indonesia yang sudah bekerja dan izinnya habis. Jalur perekrutan ulang berlaku untuk pekerja di sektor perkebunan, pabrik, konstruksi, dan pertanian. Peserta jalur ini wajib punya paspor dengan masa berlaku lebih dari setahun.
”Di luar sektor itu, tidak bisa ikut program rekalibrasi untuk perekrutan ulang,” kata Koordinator Fungsi Penerangan Sosial dan Budaya Kedutaan Besar RI Kuala Lumpur Yoshi Iskandar.
Bantuan
Program rekalibrasi terus disosialisasikan KBRI Kuala Lumpur dan konsulat jenderal RI di sejumlah kota di Malaysia. Selain sosialisasi, KBRI Kuala Lumpur dan konsulat-konsulat jenderal RI di Malaysia juga membantu mempercepat proses pemulangan WNI baik karena deportasi maupun sukarela.
”Kami rutin berkomunikasi dengan pihak berwenang setempat soal pemulangan,” kata Yoshi.
KBRI dan konsulat jenderal RI, antara lain, memfasilitasi pemeriksaan Covid-19 bagi PMI di rudenim. Hasil pemeriksaan menjadi salah satu syarat perjalanan.
Selain pemeriksaan Covid-19, juga ada pengurusan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) di berbagai rudenim dan tempat berkumpul para PMI. Untuk pulang, PMI membutuhkan paspor atau SPLP. Sebagian PMI tidak punya paspor, baik karena masa berlakunya habis maupun benar-benar tidak punya paspor karena berbagai alasan.
Sepanjang 2020, KBRI Kuala Lumpur bersama berbagai kelompok masyarakat juga menyalurkan bantuan pangan kepada para PMI di berbagai penjuru Malaysia. Puluhan ribu paket pangan disalurkan kepada PMI yang kehilangan penghasilan di tengah pandemi.
Sampai sekarang, Malaysia masih terus memberlakukan pembatasan gerak. Seperti di banyak lain, pembatasan mengakibatkan perekonomian melambat sehingga banyak orang kehilangan pekerjaan. Baik warga Malaysia maupun warga asing kehilangan pekerjaan di tengah pandemi.