Paus Fransiskus Menekankan Pentingnya Persaudaraan Antar-agama
Di kota kuno Ur, yang diyakini sebagai tempat kelahiran Nabi Ibrahim, Paus Fransiskus memimpin doa bagi kaum minoritas yang teraniaya di Irak. Ia menekankan pentingnya persaudaraan antar-agama.
Oleh
Luki Aulia/Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
BAGHDAD, SABTU — Pemimpin Gereja Katolik Roma Paus Fransiskus menggelar kebaktian lintas agama di kota kuno Ur di Provinsi Dhi Qar, Irak, Sabtu (6/3/2021), setelah bertemu dengan pemimpin spiritual Muslim Syiah Irak, Imam Besar Ali al-Sistani, di kota suci Najaf, Irak tengah.
Di Ur, kota kuno yang diyakini sebagai tempat kelahiran Nabi Ibrahim, bapak agama-agama samawi, yakni Kristen, Yahudi, dan Islam, Paus memimpin doa bagi kaum minoritas yang teraniaya di Irak. Paus juga menyerukan pentingnya persaudaraan antar-agama, perdamaian, toleransi, solidaritas, dan perlindungan bagi minoritas teraniaya.
”Dari tempat ini, di mana iman kita lahir, dari negeri bapak kita, Abraham (Nabi Ibrahim), mari kita tegaskan lagi bahwa Tuhan sangat penyayang. Hujatan terbesar ialah mencemarkan nama-Nya dengan membenci saudara-saudari kita lainnya,” kata Paus.
Hadir dalam kebaktian atau misa di Ur itu utusan semua tokoh agama Islam serta minoritas Kristen dan lainnya, termasuk kelompok etnoreligius Yazidi dan penganut agama Sabean. Sama seperti dialami semua minoritas, Kristen, Yazidi, dan Sabean sering menjadi sasaran kekerasan sektarian kelompok militan dari agama mayoritas Irak.
Paus Fransiskus yang duduk bersama dengan para pemimpin Islam, Kristen, dan lainnya berbicara di dekat lokasi penggalian arkeologi di kota berusia 4.000 tahun, yang terdiri dari Ziggurat bergaya piramida, kompleks permukiman, kuil, dan istana.
Meski Nabi Ibrahim dianggap sebagai bapak umat Kristen, Islam, dan Yahudi, dilaporkan tidak ada perwakilan Yahudi yang hadir pada acara kebaktian lintas agama di Ur.
Panitia gereja setempat menyatakan telah mengundang masyarakat Yahudi, tetapi situasi mereka ”rumit” karena tidak memiliki masyarakat yang terstruktur. Namun, pada acara serupa di negara-negara Islam lainnya, tokoh Yahudi selalu hadir.
Permusuhan, ekstremisme, dan kekerasan tidak lahir dari hati religius, tetapi mereka adalah pengkhianatan terhadap agama.
”Permusuhan, ekstremisme, dan kekerasan tidak lahir dari hati religius, tetapi mereka adalah pengkhianatan terhadap agama. Kita tidak bisa dibungkam ketika terorisme melecehkan agama. Kita harus menghilangkan semua kesalahpahaman ini,” ucap Paus di Ur.
Paus Fransiskus juga memuji anak-anak muda Muslim karena sudah membantu warga Kristiani memperbaiki gereja ketika terorisme menyerang wilayah di Irak utara. Wilayah itu, termasuk dataran Niniwe dan kota Mosul, yang jadi pusat kekristenan Irak, menjadi sasaran kelompok teroris Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) sejak 2014.
Anggota kelompok agama Sabean Mandaean, Rafah Husein Baher, menyampaikan terima kasih tak terhingga kepada Paus Fransiskus karena berkunjung ke Irak. ”Kunjungan Anda berarti kemenangan kebaikan. Ini jadi simbol penghargaan kepada orang Irak. Berbahagialah dia yang mencabut rasa takut dari jiwa,” ujarnya.
Maher Tobia (53), warga yang datang lebih awal untuk menghadiri misa, menaruh harapan akan berseminya perdamaian dan toleransi di Irak. ”Keluarga saya satu-satunya Kristiani yang tersisa di Nasiriyah,” kata Tobia.
Kota Nasiriyah berada 20 kilometer dari kota Ur. ”Ini akan menjadi pesan persahabatan dan perdamaian. Semoga ini juga berarti situasi kami akan membaik,” ucapnya.
Pertemuan Najaf
Beberapa jam sebelumnya, Paus Fransiskus bertemu dengan tokoh spiritual Muslim Syiah Irak, Ayatollah Ali al-Sistani (90), di kediaman Sistani di kota suci Najaf, sekitar 160 kilometer ke selatan Baghdad dan 400 kilometer di utara Ur.
Mengenakan masker pelindung wajah, Paus dan rombongan tiba dan berhenti di Jalan Rasool, kota Najaf, sebelum tiba di kediaman Sistani. Di jalan itu terdapat Kuil Imam Ali, kuil berkubah emas yang menjadi salah satu kuil paling dihormati penganut Syiah di dunia.
Sekelompok warga Irak dengan mengenakan pakaian tradisional menyambutnya di luar rumah. Beberapa merpati putih dilepaskan sebagai tanda perdamaian begitu Paus tiba di kediaman ulama besar Syiah, Ayatollah Ali al-Sistani.
Audiensi dengan Ayatollah digelar tertutup dan diikuti beberapa pendamping setia keduanya. Sistani jarang keluar rumah, apalagi menerima tamu. Namun, kali ini ulama besar itu menerima Paus selama sekitar 50 menit. Mereka juga berbicara tanpa masker wajah.
Pertemuan itu mengirim pesan sekaligus misi Paus akan pentingnya hidup berdampingan secara damai dan berkomunikasi dengan pemeluk agama lain.
Seusai pertemuan, Sistani mengajak para pemimpin agama dunia untuk bertanggung jawab dan bijaksana serta memiliki akal sehat. Ia juga mengatakan, masyarakat Kristiani harus hidup damai dan berdampingan sama seperti semua warga Irak lainnya.
”Para pemimpin agama dan spiritual harus memerankan peran penting untuk menghentikan tragedi dan mendorong semua pihak untuk menghapus bahasa perang,” kata Sistani.
Sekitar 10.000 aparat keamanan dikerahkan untuk mengamankan kunjungan Paus yang berakhir Senin, 8 Maret. Beberapa milisi Syiah menentang lawatan Paus. (REUTERS/AFP/AP/LUK/CAL)