Massa di Australia Demo Dukung Protes Antikudeta di Myanmar
Ratusan orang berkumpul di Sydney untuk memprotes kudeta di Myanmar. Mereka mendesak Pemerintah Australia bersikap tegas kepada junta.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
SYDNEY, SABTU — Kekerasan junta militer Myanmar yang menewaskan lebih dari 50 orang tidak lantas menyurutkan aksi unjuk rasa antikudeta. Di saat massa berkumpul di beberapa kota di Myanmar, Sabtu (6/3/2021), ratusan orang di Sydney, Australia, memprotes kudeta dan mendesak Canberra bersikap keras kepada junta militer Myanmar yang merampas pemerintahan sipil demokratis.
Sementara itu, junta Myanmar meminta Pemerintah India memulangkan sedikitnya delapan polisi dari sekitar 30 polisi dan keluarganya yang ketahuan melarikan diri ke India. Mereka lari untuk mencari bantuan dan menghindari perintah junta militer beberapa hari terakhir ini seiring peningkatan kekerasan terhadap massa pengunjuk rasa damai prodemokrasi Myanmar.
Wakil Komandan Kepolisian India Maria CT Zuali, kemarin, mengaku masih menunggu perintah dari Kementerian Dalam Negeri India di New Delhi. Baru kali ini ada kasus polisi Myanmar yang melarikan diri meninggalkan negaranya. Kalau polisi yang ikut bergabung dalam gerakan pembangkangan sipil dan memprotes kudeta militer memang dilaporkan banyak.
Otoritas Myanmar mengaku mendapat informasi, delapan polisi menyeberang ke India. Namun, dalam surat resmi otoritas Myanmar tertulis ada empat polisi berusia 22 dan 25 tahun, salah satunya perempuan polisi.
”Untuk menjaga hubungan pertemanan kedua negara tetangga, mohon memulangkan delapan polisi yang sudah ada di India,” sebut surat junta itu.
Tindak tegas
Meski menghadapi kekerasan yang semakin brutal dari aparat keamanan, ribuan pengunjuk rasa tetap turun ke jalan. Ini tidak hanya terjadi di Myanmar, tetapi juga di negara lain, seperti Australia.
Ratusan orang berkumpul di Sydney, Sabtu. Mereka memprotes kudeta di Myanmar, mendukung protes antikudeta di Myanmar, dan mendesak Pemerintah Australia bersikap tegas kepada junta.
”Kami turun ke jalan, menunjukkan kami ikut menderita bersama rakyat Myanmar. Kami akan ikut berjuang,” kata pengunjuk rasa, Sophia Sarkis.
Penyelenggara aksi protes, Thein Moe Win, mengatakan, Australia dan negara-negara lain harus lebih tegas agar kudeta Myanmar gagal. ”Kami mendorong Pemerintah Australia bekerja sama dengan Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa dan bertindak tegas kepada diktator junta militer Myanmar,” ujarnya.
Di Myanmar, pengunjuk rasa juga semakin kreatif memikirkan cara melawan aparat keamanan junta, seperti pada aksi kemarin. Massa pengunjuk rasa Myanmar merangkai pakaian perempuan di jalanan untuk memperlambat pergerakan polisi dan tentara.
Bagi masyarakat Myanmar, berjalan di bawah jemuran pakaian perempuan secara tradisional dianggap membawa sial bagi laki-laki.
Pakaian tradisional yang dikenal dengan nama longyi itu digantung dengan tali jemuran. Bahkan, ada juga pakaian dalam perempuan yang dijemur. ”Alasan kita menggantung longyi di jalanan itu karena alasan tradisional itu,” kata seorang pengunjuk rasa.
Video-video yang diabadikan di media sosial menunjukkan polisi menurunkan jemuran agar bisa lewat.
Sementara pasukan keamanan junta terus menggunakan gas air mata dan granat kejut untuk membubarkan massa aksi protes di Yangon, kemarin, beberapa jam setelah Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener meminta Dewan Keamanan menindak tegas junta. (AFP/REUTERS)