Berwisata, terutama di ruang dan alam terbuka, menjadi salah satu cara untuk menghilangkan kepenatan, keresahan akibat pandemi Covid-19, apalagi bagi yang sudah divaksin. Jadi, bersiaplah menyesatkan diri!
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
Manajemen Qantas, maskapai penerbangan Australia, takjub ketika program mereka ”Terbang ke Manapun”, Oktober tahun lalu, menjadi program penerbangan yang paling cepat laku dalam sejarah. Tidak lebih dari 10 menit, sebanyak 134 kursi penerbangan menggunakan pesawat Boeing 747 itu ludes terjual.
Harga tiket berkisar antara 575 dollar Australia hingga 2.765 dollar Australia (antara Rp 6,3 juta hingga Rp 30,433 juta) untuk penerbangan 7 jam tidak menjadi masalah bagi para pembeli tiket. Terbang dari Sydney, mereka terbang menikmati pemandangan Uluru, Great Barrier Reef, dan beberapa lokasi ikonik di wilayah Australia karena pesawat terbang rendah di atas lokasi-lokai tersebut.
Mencoba mengulangi program yang sama, manajemen Qantas kini mengubah taglinenya dengan ”Terbang ke Suatu Tempat?”, penerbangan ke sebuah tujuan yang misterius, awal Maret 2021. Dikutip dari laman resmi maskapai itu, Qantas menyelenggarakan penerbangan dengan tujuan yang ”misterius” sebanyak tiga kali penerbangan, yaitu dari Sydney, Canberra, dan Melbourne. Lokasi penerbangan hingga saat ini masih rahasia.
Yang bisa dipastikan dari program ini adalah para penumpang tidak hanya akan merasakan pengalaman terbang di atas kawasan-kawasan eksotis dalam pesawat berbadan lebar, tetapi juga menjejakkan kaki di lokasi tersebut dan melakukan kegiatan di atasnya. Kegiatan yang ditawarkan mulai dari kursus pembuatan minuman anggur hingga menikmati hidangan di tepi salah satu keajaiban pulau tropis Australia, bahkan berenang dan menyelam.
Tully mengatakan, program vaksinasi membuat lebih banyak kepastian tentang industri penerbangan. Pembatasan penerbangan domestik dan internasional akan menjadi masa lalu.
”Selain membantu membawa lebih banyak orang kembali bekerja, penerbangan misterius ini adalah cara lain untuk mendukung operator pariwisata yang sangat terpukul pembatasan perjalanan,” kata Tully.
Pukulan pandemi
Selama satu dekade terakhir, industri wisata berkembang pesat. Kemunculan maskapai berbiaya rendah (low cost carrier), pelonggaran peraturan visa di negara tujuan, hingga kemudahan untuk mencari penginapan, seperti yang ditawarkan oleh AirBnB dan beberapa platform lainnya, membuat berwisata dan berjalan-jalan menjadi sangat mudah serta terjangkau.
Menurut data World Travel & Tourism Council (WTTC), dikutip dari laman World Economic Forum, sektor perjalanan dan pariwisata menyumbang 10,3 persen dari nilai produk domestik bruto global dan 330 juta pekerjaan di tahun 2019.
Pandemi mengubah semuanya. Dikutip dari laman The Economist, industri perjalanan mengalami penurunan hingga 72 persen pada 10 bulan pertama tahun 2020 dan kondisi perjalanan internasional seperti kembali ke era tahun 1990-an. OECD bahkan menyebut persentase yang lebih besar lagi, yaitu sebesar 80 persen.
UNCTAD, badan PBB yang mengurusi soal perdagangan dan pembangunan memperkirakan kerugian yang dirasakan oleh dua industri ini mencapai 2,8 persen dari output dunia. Banyak lembaga memperkirakan bahwa kedua sektor industri ini memerlukan waktu cukup panjang untuk pulih.
Kesehatan mental
Harus diakui, pandemi membuat beban fisik dan psikologis meningkat. Fisik mungkin karena sebagian pekerjaan dilakukan di rumah sehingga membuat para pekerja menjadi jarang bergerak. Terutama apabila kediamannya tidak memiliki cukup ruang yang bisa digunakan untuk berolahraga.
Pandemi tidak berarti beban kerja menjadi lebih ringan. Para pekerja kekinian tetap diharuskan ”perform” meski mereka mengerjakannya dari rumah. Kebiasaan bergerak dari satu lokasi ke lokasi lain dengan berjalan kaki atau menggunakan kendaraan umum menjadi berkurang drastis karena pandemi.
Pandemi dengan segala kompleksitas yang ditimbulkannya hampir pasti menimbulkan stres. Mau tidak mau, warga membutuhkan pelepasan. Salah satunya adalah berwisata.
Dikutip dari laman Forbes, Dr Tamara McClinctock Greenberg, psikolog klinis yang berbasis di San Francisco, Amerika Serikat, mengatakan, berwisata adalah penghilang stres yang hebat, manjur. ”Stres akibat pekerjaan dan tuntuan sehari-hari dapat mengalihkan kita dari apa yang menurut kita benar-benar bermakna dan menarik. Beristirahat dari kesibukan sehari-hari sangat penting untuk relaksasi pikiran, memulihkan tenaga, dan meremajakan,” tutur Greenberg.
Sebuah hasil studi yang dilakukan di tahun 2013 di Amerika Serikat menyebutkan, 80 persen warga yang ikut serta dalam studi tersebut menyatakan tingkat stres mereka turun signifikan hanya setelah satu atau dua hari bepergian. Meninggalkan kesibukannya di kantor, di belakang meja. Bepergian, menjelajah tempat-tempat indah, cantik, menakjubkan, membuat kadar kortisol di dalam tubuh menjadi lebih rendah. Membuat seseorang menjadi lebih tenang dan santai.
”Bepergian pasti membuat saya bahagia,” kata Valerie Wilson, penulis dan pemilik situs Trustedtravelgirl.com. Bahkan, menurut dia, merencanakan sebuah perjalanan yang akan memberikan pengalaman baru baginya memberi harapan dan kebahagiaan.
Namun, bepergian, berwisata ketika pandemi masih melanda, adalah sebuah kesulitan tersediri. Apalagi, masing-masing negara memiliki aturan tersendiri soal kedatangan internasional. Singapura, misalnya, meski sudah menjalani vaksinasi di negara asalnya, wisatawan masih harus menjalani karantina selama 14 hari di lokasi yang sudah ditentukan. Kesulitan bertambah apabila negara tujuan belum memiliki program vaksinasi, seperti yang terjadi di mayoritas negara-negara Afrika.
Tidak hanya soal kebijakan karantina, kebijakan menjaga jarak fisik satu sama lain pun bisa menjadi kendala bagi wisatawan. Manusia yang pada dasarnya adalah makhluk sosial akan sulit untuk menjaga jarak satu sama lain.
Meski begitu, bepergian di tengah pandemi bukan tidak mungkin. Namun, gaya bepergian mungkin akan berubah karena vaksinasi belum merata ke seluruh dunia.
Menurut Gabby Backford, penulis dan pengelola situs Packs Light, dikutip dari laman National Geographic, bepergian di dalam negeri, menggunakan van atau mobil keluarga dengan bodi yang panjang menjadi pilihan ketika penerbangan internasional belum dibuka.
Tujuannya bisa bermacam-macam, mulai dari wilayah pantai hingga pegunungan. Apabila belum yakin dengan infrastruktur wisata di lokasi tujuan, disarankan untuk membawa peralatan atau perlengkapan tidur serta peralatan masak sendiri.
Berkemah di tepi pantai atau berkemah di camping ground yang disediakan oleh pengelola tempat wisata mungkin bisa menjadi solusi. Apabila masih tidak yakin, wisatawan bisa mendirikan tenda dan berkemah sendiri di lokasi yang memang cukup nyaman. Setidaknya ada aliran air yang memudahkan untuk sumber air, baik untuk memasak atau untuk membersihkan badan.
Jika van atau kendaraan keluarga dirasa terlalu besar, wisatawan bisa memikirkan kemungkinan menyewa mobil gardan ganda atau four-wheel drive (4x4). Dengan kendaraan jenis ini, mereka bisa menjelajah ke mana pun mereka suka, seperti menembus hutan, menerabas sungai, menuju ke lokasi-lokasi yang sulit ditembus dengan kendaraan biasa. Dan, yang pasti, menjauh dari kerumunan orang, menjauh dari kehidupan kota, dan meninggalkan pekerjaan sejenak di belakang.
Bepergian tanpa membawa peta bisa menjadi petualangan yang menakjubkan. Jadi, bersiaplah untuk tersesat!