”Saya Akan Tembak Wajah Kalian”, Teror Pro-Militer Myanmar Melalui Tiktok
Satu video yang diunggah di Tiktok pada akhir Februari menunjukkan pria berseragam tentara mengarahkan senapan serbu ke kamera. Pria itu berpesan kepada pengunjuk rasa, ”Saya akan tembak siapa pun yang saya lihat.”
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
SINGAPURA, JUMAT — Sebuah kelompok pembela hak-hak di dunia digital, Myanmar ICT for Development atau MIDO, Jumat (5/3/2021), mengungkapkan bahwa pihaknya telah menemukan lebih dari 800 video promiliter berisi ancaman terhadap para pengunjuk rasa Myanmar. Video-video itu diduga sengaja disebar melalui aplikasi berbagi video, Tiktok.
Tiktok merupakan aplikasi media sosial yang masih aktif di Myanmar setelah beberapa platform media sosial lain diblokir junta militer atau oleh perusahaan pengelola medsos itu.
Satu video yang diunggah di Tiktok pada akhir Februari, misalnya, menunjukkan seorang pria berseragam tentara mengarahkan sebuah senapan serbu ke kamera. Pria itu berbicara kepada publik, khususnya pengunjuk rasa. ”Saya akan menembak di wajah kalian yang sialan dan saya menggunakan peluru sungguhan,” kata pria itu.
”Saya akan berpatroli di seluruh kota malam ini dan saya akan menembak siapa pun yang saya lihat ... Jika kalian ingin menjadi martir, saya akan memenuhi keinginan kalian,” lanjut pria tersebut. Juru bicara militer dan junta tidak menanggapi permintaan klarifikasi ataupun komentar atas hal itu.
MIDO mendorong agar konten-konten itu segera dihapus karena dapat memicu kekerasan dan sekaligus berbahaya bagi warga sipil yang akan ikut menyuarakan hak mereka di jalan-jalan. Desakan penghapusan konten yang dinilai berbahaya itu disampaikan di tengah semakin represifnya tindakan aparat keamanan Myanmar terhadap pengunjuk rasa.
Sebanyak 54 warga tewas sejak militer melancarkan kudeta pada 1 Februari lalu. Jumlah korban tewas pada Rabu (3/3/2021) mencapai angka tertinggi sejak kudeta militer, yakni 38 orang tewas, sekaligus menjadikan hari itu sebagai hari paling berdarah.
”Itu hanya puncak gunung es,” kata Direktur Eksekutif MIDO Htaike Htaike Aung tentang video-video ancaman di Tiktok.
Tiktok adalah platform medsos terbaru yang mengalami perkembangan konten yang berisi ancaman atau ujaran kebencian di Myanmar. Tiktok mengalami lonjakan unduhan setelah militer melarang medsos Facebook bulan lalu.
Berdasarkan data industri di Myanmar, Tiktok berada di antara 20 aplikasi paling banyak diunduh di Myanmar. Tiktok juga populer di kalangan aktivis muda di negara itu. Unggahan solidaritas dengan tagar protes #SaveMyanmar sejauh ini telah mencapai 805 juta tampilan.
Kebijakan Tiktok melarang ditampilkannya senjata kecuali berada di ”lingkungan yang aman”. Manajemen Tiktok, sebagaimana terlihat dalam aplikasi Linkedin, tengah berupaya merekrut manajer kebijakan produknya di Myanmar.
”Kami memiliki pedoman komunitas yang jelas, yang menyatakan kami tidak mengizinkan konten yang menghasut kekerasan atau informasi yang salah yang menyebabkan kerugian,” demikian antara lain pernyataan Tiktok.
”Terkait dengan Myanmar, kami telah dan terus segera menghapus semua konten yang memicu kekerasan atau menyebarkan informasi yang salah, dan secara agresif memantau untuk menghapus konten apa pun yang melanggar pedoman kami.”
Htaike mengatakan, para pengamat dan peneliti dunia digital yakin bahwa militer Myanmar sekarang berusaha menunjukkan kehadiran sekaligus pengaruhnya di platform medsos lain. Strategi melalui Tiktok ini juga dilakukan militer Myanmar setelah militer memblokir Facebook, yang kemudian diikuti penutupan atas konten-konten militer di Myanmar oleh manajemen Facebook.
Facebook tetap populer di Myanmar meskipun ada larangan. Platform itu telah memperketat pengawasan kontennya sejak dituduh membantu mengipasi kekejaman militer Myanmar terhadap minoritas Muslim Rohingya pada 2017.
Video kekerasan
Penggalan-penggalan video yang menunjukkan kekerasan aparat terhadap para pengunjuk rasa juga tersebar. Sebaran itu dapat dilihat di sejumlah medsos, seperti Facebook dan Twitter. Utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, ikut melihat video-video itu dan mengecam kekerasan aparat Myanmar.
”Saya melihat klip video hari ini sangat mengganggu,” kata Schraner Burgener dalam keterangan pers secara virtual pada Kamis. ”Salah satunya adalah polisi yang memukuli seorang sukarelawan kru medis. Mereka tidak bersenjata.”
”Klip video lain menunjukkan seorang pengunjuk rasa dibawa pergi oleh polisi dan mereka menembaknya dari jarak yang sangat dekat, mungkin hanya 1 meter. Dia tidak dapat mengelak dan tampaknya dia meninggal di jalan.”
Burgener tampaknya merujuk pada video yang dibagikan di medsos yang dimulai dengan sekelompok pasukan keamanan mengikuti seorang warga sipil. Warga itu tampaknya baru saja ditarik keluar aparat dari sebuah gedung. Sebuah tembakan menyalak dan orang itu terkapar.
Dalam rekaman lainnya, sekitar dua lusin pasukan keamanan, beberapa dengan senjata terhunus, mengejar dua orang yang mengenakan helm konstruksi yang dikenakan oleh banyak pengunjuk rasa di jalan. Ketika mengejar orang-orang, mereka berulang kali memukuli pengunjuk rasa dengan tongkat dan menendangnya.
Salah satu petugas merekam adegan tersebut dengan ponselnya. Dalam video lain, beberapa petugas polisi berulang kali menendang dan memukul seseorang dengan tongkat. (AP/REUTERS)