Mahkamah Internasional Buat Terobosan Bersejarah dalam Konflik Palestina-Israel
Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) membuat terobosan bersejarah dengan memulai penyidikan atas kejahatan perang di wilayah Palestina.
Oleh
Musthafa Abd. Rahman, dari Kairo, Mesir
·4 menit baca
KAIRO, KOMPAS — Babak pertarungan antara Mahkamah Kriminal Internasional atau ICC dan Israel, Kamis (4/3/2021), dimulai, menyusul langkah tegas ICC membuka penyidikan atas kejahatan perang yang terjadi di wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza selama ini. Israel pun membuka perlawanan terhadap langkah ICC tersebut. Amerika Serikat turun tangan menyatakan mendukung sikap Israel menolak langkah ICC itu.
Sebaliknya, Palestina menyambut gembira atas langkah ICC tersebut. Amnesty International menyebut pengumuman ICC memulai penyidikan atas kejahatan perang di wilayah Palestina merupakan terobosan bersejarah. Lembaga itu menyerukan negara-negara di dunia agar memberikan dukungan politik kepada ICC dalam melakukan penyidikan atas kejahatan perang di Palestina.
Jaksa penuntut umum ICC, Fatou Bensouda, Rabu (3/3/2021), mengumumkan bahwa pihaknya segera memulai penyidikan atas kejahatan perang di wilayah Palestina sejak 13 Juni 2014. Dalam perang Gaza tahun 2014, sebanyak 2.251 warga Palestina, termasuk 1.462 warga sipil, tewas, sedangkan dari pihak Israel 67 tentara dan 6 warga sipil tewas.
”Ditegaskan hari ini bahwa kantor penuntut di Mahkamah Kriminal Internasional akan membuka penyidikan terkait situasi di wilayah Palestina, termasuk kejahatan perang yang terjadi wilayah tersebut,” ucap Bensouda, perempuan mantan Menteri Kehakiman Gambia, dalam keterangan persnya.
Sebelumnya, pada 5 Februari lalu, Mahkamah Kriminal Internasional telah mengumumkan bahwa pihaknya memiliki yurisdiksi atau kewenangan mengadili kasus kejahatan perang di wilayah Palestina. Menurut Bensouda, keputusan ICC memulai penyidikan kasus itu diambil setelah penyelidikan mendalam selama lima tahun atas situasi di wilayah Palestina. Ia berjanji proses penyidikan akan dilakukan secara independen, netral, dan profesional.
Pada Desember 2019, ketika menyatakan telah terjadi kejahatan perang di Tepi Barat dan Jalur Gaza, Bensouda menyebut Angkatan Bersenjata Israel dan kelompok-kelompok perlawanan Palestina, seperti Hamas, berpotensi untuk dinyatakan sebagai pelaku.
Tugas penyidikan kasus itu akan diserahkan kepada Karim Khan, pengacara Inggris yang menggantikan posisi Bensouda sebagai Kepala Jaksa Penyidik ICC, 16 Juni mendatang.
Upaya lobi Israel
PM Israel Benjamin Netanyahu langsung mengecam keras langkah ICC itu, yang disebutnya penuh kemunafikan dan antisemit. Ia mengatakan, Israel sedang mendapat serangan dari ICC. Ia juga mencoba menggeser isu penyidikan kasus kejahatan perang menjadi tindakan antisemitisme yang dilakukan dunia internasional.
Netanyahu menyatakan, Pemerintah Israel akan berupaya membatalkan keputusan yang telah dibuat oleh Bensouda. Israel telah meminta semua kantor Kedubes Israel di seluruh dunia agar melobi pemerintah negara setempat agar menolak keputusan ICC.
Di dalam negeri, Israel telah menunjuk Jenderal Itai Veruv sebagai pembela para tentara Israel dalam menghadapi tuntutan ICC nanti. Israel sangat khawatir ICC mengeluarkan nota penangkapan atau pengejaran atas para tentara Israel jika proses penyidikan dimulai.
AS mendukung sikap Israel. Mennetri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan, Kamis, AS menolak rencana ICC membuka penyidikan secara resmi atas kejahatan perang di wilayah Palestina. Menurut dia, ICC tak memiliki hak yurisdiksi untuk menangani isu kejahatan perang di Palestina karena Israel bukan anggota ICC dan Palestina tidak memiliki kualifikasi negara berdaulat yang tak berhak menjadi anggota ICC.
Namun, meski belum memiliki negara independen, Palestina telah mendapat status pemantau non-anggota di Majelis Umum PBB tahun 2012. Dengan status itu, Palestina bisa bergabung dengan organisasi-organisasi internasional, termasuk ICC. Sejak bergabung ICC pada 2015, Palestina berupaya keras mendorong penyidikan kejahatan perang Israel.
Buah strategi Palestina
George Giacaman, analis dan profesor politik dari Palestina di Universitas Birzeit di wilayah pendudukan Tepi Barat, menyebut keputusan ICC sebagai buah kesuksesan strategi Palestina bergabung dengan lembaga-lembaga internasional. Namun, kata dia, proses penyidikan dan pengadilan atas kejahatan perang di Palestina bisa memakan waktu bertahun-tahun.
”Kemungkinan terbaik, dapat dikatakan bahwa (dengan langkah ICC itu) di kemudian hari Israel akan lebih berhati-hati untuk menyerang warga sipil Palestina. Bisa jadi, ICC akan menjadi pencegah (terulangnya kejahatan perang itu),” kata Giacaman.
Ketua Urusan PBB dan Lembaga Internasional di Kementerian Luar Negeri Palestina Omar Awadallah, kepada televisi Al Jazeera, mengatakan, keputusan ICC adalah keputusan cemerlang dan sesuai dengan hukum internasional. Ia menegaskan, pimpinan Palestina akan membantu ICC dengan cara akan memasok bukti-bukti dan data kepada ICC untuk membuktikan kejahatan perang yang dilakukan Israel.
Gerakan perlawanan Hamas juga menyambut positif sikap ICC. Jubir Hamas, Hazem Qasim, mengatakan, sikap ICC merupakan langkah maju untuk memberikan keadilan kepada para korban kejahatan perang yang dilakukan Israel.
Direktur lembaga Addameer untuk perlindungan keluarga dan HAM yang berbasis di Ramallah, Tepi Barat, Sahar Francis, dalam acara ”Kisah Yang Tersisa” televisi Al Jazeera pada 22 Februari lalu mengatakan, keputusan ICC sangat penting karena membuka peluang bahwa Israel tidak dapat lepas dari sanksi akibat kejahatan perang yang dilakukan selama ini.
Direktur Urusan Komunikasi dan Media pada organisasi Front Line Defenders, Adam Shapiro, menyerukan negara-negara menekan Israel agar mengizinkan ICC melakukan misinya. Ia mengimbau agar negara-negara menghormati hukum internasional dan tak bersekongkol dengan Israel.