Paus Fransiskus Akan Bertemu Ayatollah Ali Sistani di Najaf
Ayatollah Ali Sistani tidak pernah terlihat di depan umum dan jarang menerima kunjungan tamu. Maka, pertemuannya dengan Paus Fransiskus dinilai menjadi sebuah pertemuan khusus sekaligus bersejarah.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
VATICAN CITY, RABU — Perjalanan bersejarah pemimpin umat Katolik sedunia, Paus Fransiskus (84), ke Irak pada 5-8 Maret antara lain akan ditandai dengan pertemuan dirinya dengan tokoh ulama Syiah, Ayatollah Ali Sistani. Paus menurut rencana akan berkunjung ke rumah Ali Sistani di Najaf yang merupakan kota suci tempat Imam Ali, khalifah keempat Islam dan kerabat Nabi Muhammad, dimakamkan.
Ayatollah Ali Sistani (90) tidak pernah terlihat di depan umum dan jarang menerima kunjungan tamu. Maka, kunjungan Paus Fransiskus akan menjadi sebuah pertemuan khusus sekaligus bersejarah. Dari sisi Paus Fransiskus, kunjungannya itu menggambarkan misinya, yakni mengejawantahkan kekuatan dialog antaraumat beragama, simbol perdamaian dan toleransi, tanpa memikirkan seluk-beluk teologis.
Sunni mencakup hampir 90 persen Muslim di dunia dan Syiah 10 persen. Mayoritas Muslim Syiah bermukim di Iran dan Irak. Di Irak, penganut Muslim Syiah mencapai 60 persen dari total populasi negara itu dan Muslim Sunni sekitar 37 persen. Kunjungan Paus Fransiskus ke Najaf dan bertemu dengan Ali Sistani diartikan bahwa Paus mengulurkan tangannya kepada aliran-aliran Islam.
Dua tahun lalu, dalam kunjungannya ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, misalnya, Paus Fransiskus bertemu ulama Sunni terkemuka Sheikh Ahmed al-Tayeb, imam besar Al-Azhar. Keduanya menandatangani dokumen tentang ”persaudaraan manusia untuk perdamaian dunia”. Mereka juga membuat seruan bersama atas kebebasan berkeyakinan. Kunjungan itu adalah kunjungan pertama seorang Paus ke Jazirah Arab. Dalam pertemuannya dengan Ahmed al-Tayeb, keduanya pun berpelukan.
Marsin Alshamary, seorang peneliti di Brookings Institution, mengatakan, madzab Najaf dalam pemikiran Islam terlibat dalam dialog antaragama setelah invasi militer yang dipimpin Amerika Serikat ke Irak pada 2003 dan perang saudara berdarah antara Syiah dan Sunni. Ali Sistani berulang kali menyatakan bahwa Muslim dilarang membunuh orang lain. Namun, pada 2014, ketika kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) mendekati Baghdad, dia meminta warga Irak mengangkat senjata untuk mengusir kelompok itu.
Kunjungan Paus ini mengirimkan pesan politik yang kuat untuk seorang tokoh yang sangat terkait dengan perlindungan warga Irak.
Sistani mewujudkan salah satu dari dua madzab Syiah modern, yaitu madzab Najaf, yang membedakan antara politik dan agama. Sebaliknya, madzab yang berbasis di kota suci Qom di Iran percaya bahwa pemimpin agama tertinggi juga harus memerintah negara, mengikuti contoh pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
”Kunjungan Paus ini mengirimkan pesan politik yang kuat untuk seorang tokoh yang sangat terkait dengan perlindungan warga Irak,” kata Myriam Benraad, seorang ilmuwan politik Perancis yang mengkhususkan diri di dunia Arab, tentang sosok Sistani.
Sejak rencana kunjungan Paus ke Irak diumumkan, para ulama Syiah telah bekerja keras untuk memastikan kunjungan itu, termasuk perjalanan Paus ke Najaf. Paus sendiri tidak pernah berhenti mendistribusikan dokumen Abu Dhabi dan juga menerbitkan ensiklik, ”Fratelli tutti” (Semua Saudara), yang memuat banyak referensi tentangnya. Namun, sejauh ini tidak ada rencana penandatanganan teks apa pun dalam pertemuan Paus Fransiskus-Ali Sistani di Najaf.
Memohon doa
Paus Fransiskus memohon doa agar kunjungannya ke Irak dapat berjalan dengan lancar. Ia mengatakan, kunjungannya digelar setelah rencana kunjungan Paus Yohanes Paulus II pada tahun 2000 tidak terealiasi. Kunjungan Paus Johanes kala itu tidak dapat dilaksanakan karena alasan keamanan yang tidak memungkinkan. Paus Fransiskus menyatakan tidak ingin agar umat di Irak kecewa untuk kedua kalinya. ”Untuk beberapa waktu, saya ingin bertemu dengan orang-orang yang sangat menderita dan merupakan martir-martir Gereja itu,” kata Paus Fransiskus.
Komunitas minoritas Kristiani di Irak telah tertekan akibat perang dan penindasan oleh kelompok NIIS. Paus Fransiskus menurut rencana akan mengunjungi bekas benteng NIIS di Mosul, di mana gereja-gereja di sana masih menyimpan tanda-tanda konflik. ”Rakyat Irak sedang menunggu kita. Mereka sedang menunggu Santo Paus Yohanes Paulus II yang tidak diizinkan pergi. Orang-orang tidak bisa dikecewakan untuk kedua kalinya. Mari kita berdoa agar perjalanan ini dapat terlaksana dengan baik,” kata Paus Fransiskus.
Dalam kunjungannya ke Irak, Paus Fransiskus juga akan mengunjungi Ur, tempat kelahiran Nabi Ibrahim, yang dihormati oleh umat Kristiani, Muslim, dan Yahudi. Sekitar 10.000 pasukan keamanan akan dikerahkan untuk melindungi Paus Fransiskus. Selama di Irak, Paus Fransiskus kemungkinan besar akan bepergian dengan kendaraan lapis baja. Jumlah orang yang dapat melihat dan bertemu dengan Paus Fransiskus akan sangat dibatasi karena pandemi Covid-19. (AP/AFP/REUTERS)