Mahkamah Kriminal Mulai Lakukan Penyelidikan atas Dugaan Kejahatan Perang di Palestina
Mahkamah Kriminal Internasional memulai penyelidikan atas dugaan kejahatan perang di Palestina sejak konflik bersenjata tahun 2014. Palestina dan para pegiat HAM menyambut gembira. AS-Israel menentang keputusan itu.
DEN HAAG, KAMIS — Mahkamah Kriminal Internasional mengumumkan memulai melakukan penyelidikan terhadap dugaan kejahatan perang di wilayah Palestina yang diduduki Israel, terutama atas tindakan militer Israel dan pembangunan permukiman Yahudi di tanah yang direbut pada Perang Arab-Israel tahun 1967.
Keputusan Kepala Jaksa Penyidik Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) Fatou Bensouda itu menjadi pukulan yang memalukan bagi Pemerintah Israel. Pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah melakukan kerja kehumasan yang agresif dan upaya diplomatik di belakang layar untuk menghalangi upaya penyelidikan tersebut.
Dibukanya penyelidikan atas dugaan kejahatan Israel membuka kemungkinan dikeluarkannya surat penangkapan terhadap pejabat Israel yang diduga terlibat dalam kejahatan perang itu.
Baca juga: Mahkamah Kriminal Internasional Berhak Adili Kasus Kejahatan Perang di Palestina
Netanyahu menganggap keputusan ICC sebagai serangan kepada Pemerintah Israel, tetapi juga serangan terhadap seluruh rakyat negaranya. Ia juga mencoba menggeser isunya menjadi tindakan antisemitisme yang dilakukan oleh dunia internasional.
”Negara Israel sedang diserang malam ini. Pengadilan internasional yang bias di Den Haag membuat keputusan yang merupakan inti dari antisemitisme dan kemunafikan,” kata Netanyahu dalam pernyataannya, Rabu (3/3/2021) malam.
Dia menyatakan, Pemerintah Israel akan berupaya membatalkan keputusan yang telah dibuat oleh Bensouda.
Keputusan Kepala Jaksa Penyidik ICC Fatou Bensouda ditunggu-tunggu sejak ICC memutuskan bahwa lembaga itu memiliki yurisdiksi untuk mengadili kasus tersebut bulan lalu. Kewenangan itu sendiri didasarkan pada penyelidikan awal yang dilakukan oleh Bensouda, mantan Menteri Kehakiman Gambia, pada 2019 yang menyatakan telah menemukan dasar yang masuk akal untuk membuka kasus kejahatan perang.
Kasus sejak 13 Juni 2014
Dalam sebuah pernyataan, Bensouda mengatakan bahwa tim jaksa akan menyelidiki kejahatan yang diduga telah dilakukan sejak 13 Juni 2014. Dia juga menyatakan, penyelidikan akan dilakukan secara independen, tidak memihak dan obyektif, tanpa rasa takut. Nantinya, tugas penyelidikan akan diserahkan kepada Karim Khan, pengacara Inggris yang akan menggantikan posisi Bensouda sebagai Kepala Jaksa Penyidik ICC mulai Juni mendatang.
Keputusan soal penyelidikan yang keluar pada Rabu (3/3/2021) telah mengubah fokus pengadilan terhadap dua kebijakan utama Israel dalam beberapa tahun terakhir, yaitu operasi militer berulang terhadap militan Palestina di Jalur Gaza, khususnya peristiwa tahun 2014, dan perluasan permukiman Yahudi di Jerusalem Timur dan wilayah Tepi Barat. Para ahli mengatakan, Israel bisa sangat rentan terkait dengan kebijakan pembangunan permukiman tersebut.
Palestina hingga saat ini belum menjadi sebuah negara merdeka. Mereka mendapatkan status pengamat non-anggota di Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa tahun 2012. Status itu memungkinkan mereka untuk bergabung dengan organisasi internasional, seperti ICC. Sejak itu mereka mulai mendorong kemungkinan penyelidikan terhadap kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel.
Baca juga: Mahkamah Agung Israel Putuskan Permukiman di Tepi Barat Ilegal
Palestina memilih Juni 2014 sebagai awal penyelidikan, bertepatan dengan kekerasan bersenjata di Jalur Gaza. Menurut perkiraan PBB, dalam pertempuran itu, lebih dari 2.200 warga Palestina, termasuk di antaranya 1.500 warga sipil, tewas oleh Israel. Sementara di pihak Israel, sebanyak 67 tentara dan enam warganya tewas.
Israel berpendapat bahwa tindakan mereka adalah bagian dari upaya mempertahankan diri atas serangan roket tanpa henti yang menyasar sejumlah kota. Mereka menuding para pemimpin kelompok Hamas sebagai penyebab tingginya jumlah korban sipil karena serangan-serangan itu dilancarkan dari daerah permukiman.
Keputusan Bensouda untuk melakukan peyelidikan disambut Otoritas Palestina. ”Langkah yang telah lama ditunggu ini melayani upaya keras Palestina untuk mencapai keadilan dan akuntabilitas sebagai basis yang sangat diperlukan untuk perdamaian,” kata Kementerian Luar Negeri Palestina dalam pernyataannya.
Hal senada disampaikan Hamas. ”Ini adalah langkah maju untuk menerapkan keadilan, menghukum pendudukan dan memberikan keadilan kepada rakyat Palestina,” kata juru bicara Hamas, Hazem Qassem. Dia mengatakan, serangan roket di kota-kota Israel yang dilakukan Hamas adalah sah menurut hukum internasional.
Baca juga: ICC Selidiki Aduan Palestina
Akan tetapi, penyelidikan tidak hanya akan dilakukan terhadap militer Israel, tetapi juga pada tindakan Hamas selama konflik itu. Bensouda mengatakan, penyelidikannya juga akan menyelidiki tindakan Hamas, yang menembakkan roket tanpa pandang bulu ke Israel selama perang 2014.
AS keberatan
Sekutu Israel, Amerika Serikat, mengritik keputusan ICC yang membuka penyelidikan atas dugaan kejahatan perang Israel. Pemerintah AS mendukung keberatan Israel atas langkah ICC.
”Kami dengan tegas menentang dan kecewa dengan pengumuman jaksa ICC tentang penyelidikan atas situasi Palestina. Kami akan terus menegakkan komitmen kuat kami kepada Israel dan keamanannya, termasuk dengan menentang tindakan yang menargetkan Israel secara tidak adil," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price.
Bensouda, yang dijatuhi sanksi oleh Pemerintah AS di bawah Donald Trump, bergeming dengan keputusannya. Ia dijatuhi sanksi oleh Trump setelah mengumumkan penyelidikan atas kasus dugaan kejahatan perang oleh AS di Afghanistan. Ia menyatakan akan tetap melaksanakan putusannya menyelidiki kejahatan perang di Palestina.
Baca juga: Beri Sanksi kepada Penyidik, AS Dinilai Serang Mahkamah Pidana Internasional
Pemerintahan Presiden Joe Biden, meski menentang keputusan ICC, mengindikasikan pendekatan yang lebih kooperatif dengan pengadilan. ”Kami berkomitmen untuk mempromosikan akuntabilitas, penghormatan terhadap hak asasi manusia dan keadilan bagi para korban kekejaman,” kata Price.
Dia menambahkan, meski AS banyak berseberangan dengan ICC pada masalah Palestina dan Afghanistan, Pemerintah AS tengah meninjau sanksi secara menyeluruh.
ICC dimaksudkan sebagai pengadilan pilihan terakhir ketika sistem peradilan negara sendiri tidak dapat atau tidak mau untuk menyelidiki dan menuntut kejahatan perang. Israel tidak mengakui yurisdiksi ICC. Tel Aviv menyatakan, mereka memiliki sistem peradilan kelas dunia yang independen.
Klaim tersebut dibantah oleh Palestina dan sejumlah organisasi hak asasi manusia karena proses peradilan di Israel yang lemah dan terindikasi memiliki rekam jejak menutupi kejahatan yang dilakukan oleh militer.
Baca juga: Indonesia Minta Israel Mematuhi Hukum Internasional
Setelah perang, militer Israel membuka lusinan penyelidikan atas perilaku pasukan dan hanya menelurkan sedikit keputusan atas dakwaan dan tuntutan yang ringan. Namun, dalam pandangan Israel, hal itu sudah cukup.
Mengacu pada sistem peradilan Israel, Bensouda mengatakan, penyelidikan akan memungkinkan penilaian berkelanjutan atas tindakan yang diambil di tingkat domestik sesuai dengan prinsip saling melengkapi. Ia menambahkan, prioritas dalam penyelidikan akan ”ditentukan pada waktunya" berdasarkan kendala, termasuk pandemi korona, sumber daya yang terbatas, dan beban kerja kejaksaan yang berat.
Surat penangkapan
Meskipun keputusan hari Rabu tidak menimbulkan ancaman langsung bagi Israel, pengadilan memiliki kewenangan untuk secara diam-diam mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi orang-orang yang dicurigai melakukan kejahatan.
Netanyahu adalah perdana menteri selama perang Gaza 2014 dan telah menjadi pendukung kuat proyek pembangunan permukiman Yahudi. Menteri pertahanannya, Benny Gantz, adalah komandan militer Israel selama perang. Media Israel mengatakan, Israel berhubungan dengan negara-negara mitra yang menjadi anggota ICC untuk mendapatkan peringatan tentang potensi dikeluarkannya surat perintah penangkapan terhadap warga dan pejabat Israel.
Baca juga: ICC Tak Terpengaruh Ancaman AS
Kelompok hak asasi manusia internasional memuji keputusan ICC sebagai langkah menuju keadilan bagi korban Israel dan Palestina. ”Sidang pengadilan yang padat seharusnya tidak menghalangi kantor kejaksaan untuk dengan gigih mengejar kasus terhadap siapa pun yang secara kredibel terlibat dalam kejahatan semacam itu,” kata Balkees Jarrah, Direktur Keadilan Internasional pada lembaga Human Rights Watch.
Jarrah mengingatkan, negara-negara anggota ICC harus bersiap meindungi pekerjaan yang dilakukan oleh tim penyidik dari tekanan politik apa pun. (AP/AFP)