Sekitar 100 Aktivis Prodemokrasi di Hong Kong Ditangkap
UU Keamanan Nasional China di Hong Kong terus menelan korban. Sudah sekitar 100 aktivis prodemokrasi ditangkap dengan tuduhan subversi.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
HONG KONG, MINGGU — Dalam dua bulan terakhir Kepolisian Hong Kong menegakkan Undang-Undang Keamanan Nasional China dengan menangkap sekitar 100 orang aktivis prodemokrasi. Bulan lalu, 55 aktivis ditangkap dalam serangkaian serangan fajar.
Pada Minggu (28/2/2021), Hong Kong juga mendakwa puluhan aktivis dengan pasal subversi. Polisi Hong Kong mengonfirmasi penangkapan 47 orang aktivis yang masing-masing dituduh melakukan ”konspirasi untuk melakukan subversi”—salah satu tindak kejahatan yang diatur dalam UU Keamanan Nasional yang diterapkan di Hong Kong—dan akan menjalani persidangan pada Senin (1/3/2021).
Menurut polisi, mereka yang ditahan terdiri dari 39 laki-laki dan 8 perempuan berusia 23 hingga 64 tahun.
Beijing terus berupaya membungkam perbedaan pendapat di Hong Kong setelah mayoritas warga berunjuk rasa besar-besaran dengan turun ke jalan pada tahun 2019.
UU Keamanan Nasional yang diberlakukan Juni 2020 mengatur hukuman atas tindakan subversi, pemisahan diri, terorisme, dan kolusi dengan dengan kekuatan asing. Mereka yang ditangkap dengan pasal tersebut umumnya ditolak untuk mendapat pembebasan dengan uang jaminan sebelum persidangan dan terancam hukuman penjara seumur hidup jika terbukti bersalah.
Mereka yang ditangkap berasal dari beragam latar belakang oposisi, mulai dari mantan anggota parlemen prodemokrasi seperti James To dan Cluadia Mo, akademisi, pengacara, pekerja sosial, hingga aktivis muda.
Beberapa di antara yang ditangkap melontarkan penentangan dengan nada yang hati-hati. ”Demokrasi bukanlah hadiah dari surga. Demokrasi harus diperoleh banyak orang dengan keinginan yang kuat,” kata Jimmy Sham, koordinator protes besar tahun 2019 di luar kantor polisi.
Kita bisa menyampaikan ke seluruh dunia, di bawah sistem yang paling menyakitkan, warga Hong Kong adalah cahaya kota ini. Kami akan tetap kuat dan memperjuangkan apa yang kami inginkan.
”Kita bisa menyampaikan ke seluruh dunia, di bawah sistem yang paling menyakitkan, warga Hong Kong adalah cahaya kota ini. Kami akan tetap kuat dan memperjuangkan apa yang kami inginkan,” tambah Jimmy.
Gwyneth Ho, jurnalis muda yang menjadi aktivis, sebelum ditangkap polisi, mengunggah tulisan di akun Facebooknya. ”Saya harap semuanya bisa menemukan jalan menuju ketenangan pikiran lalu maju dengan kemauan yang gigih.”
Pelanggaran yang dituduhkan kepada mereka adalah mengorganisasi pemilu pendahuluan tidak resmi musim panas lalu untuk memilih sebagian kandidat anggota legislatif dengan harapan calon yang prodemokrasi bisa mencapai suara mayoritas di parlemen untuk pertama kalinya.
Banyak dari kandidat prodemokrasi yang akhirnya didiskualifikasi dan otoritas pun membatalkan pemilu karena pandemi Covid-19.
Namubn, para pejabat China dan Hong Kong menggambarkan pemilu pendahuluan itu sebagai upaya untuk ”menggulingkan” dan ”melumpuhkan” pemerintahan sehingga bisa mengancam keamanan nasional.
Negara-negara Barat telah menuduh Beijing menggunakan kekerasan untuk membungkam perbedaan pendapat yang dijamin oleh mekanisme ”Satu Negara, Dua Sistem” ketika Hong Kong dikembalikan ke China.
Setelah puluhan aktivis ditangkap bulan lalu, pengawas HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan, penyisiran tersebut mengonfirmasi kekhawatiran bahwa UU Keamanan Nasional ”digunakan untuk menahan individu karena menggunakan haknya yang sah untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik dan publik.”
Beijing mengatakan bahwa UU Keamanan Nasional hanya akan menargetkan ”minoritas ekstrem” dan UU ini diperlukan untuk menjaga stabilitas. (AFP/AP)