Aparat Myanmar Kembali Membunuh Empat Pengunjuk Rasa
Tiga pengunjuk rasa dilaporkan tewas ditembak aparat keamanan Myanmar di kota Dawei dan seorang lagi tewas ditembak di kota Yangon.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
YANGON, MINGGU — Aparat keamanan rezim militer Myanmar kembali menembak dan membunuh empat pengunjuk rasa di kota Dawei dan Yangon, Minggu (28/2/2021). Menurut laporan media lokal, merujuk keterangan saksi mata di rumah sakit, tiga orang tewas di Dawei dan satu orang tewas di Yangon.
Dengan demikian, total korban tewas dalam kerusuhan telah menjadi tujuh orang. Dalam unjuk rasa sebelumnya, aparat keamanan rezim militer menembak mati tiga pengunjuk rasa, termasuk seorang gadis berusia 20 tahun bernama Mya Thwate Thwate Khaing.
Unjuk rasa massa untuk menentang kekuasaan militer yang merampas kekuasaan sipil pada awal bulan ini terus membesar dan meluas ke banyak kota dalam lebih dari tiga minggu terakhir. Hari Minggu ini, unjuk rasa digelar di banyak kota, termasuk di Dawei, Mandalay, dan kota besar utama Yangon
Kantor berita AFP melaporkan, tiga pria tewas dan sedikitnya 20 lainnya terluka ketika pasukan keamanan membubarkan paksa massa di Dawei, kota di Myanmar selatan. Laporan itu merujuk keterangan seorang sukarelawan medis dan laporan media lokal.
Pyae Zaw Hein, seorang petugas regu penyelamat, mengatakan, ketiga korban itu ”ditembak mati dengan peluru tajam”. Sementara para korban luka umumnya terkena peluru karet. Laporan tentang adanya korban tewas di Dawei juga dibenarkan media lokal, Dawei Watch.
Sementara Reuters menambahkan, Polisi juga melepaskan tembakan di Yangon. Seorang pria yang dibawa ke rumah sakit akibat ditembusi peluru di dada akhirnya tewas, kata seorang dokter yang meminta untuk tidak disebutkan namanya. Media Mizzima juga melaporkan kematian satu pengunjuk rasa itu.
Rezim militer yang berkuasa di Myanmar terus menaikkan tekanan penggunaan kekuatan terhadap para pengunjuk rasa anti-kudeta. Polisi sebagai ujung tombak pengendali massa, Minggu (28/2/2021), sebelum memberondongkan tembakan ke arah massa sudah lebih dulu melemparkan granat kejut dan melepaskan tembakan peringatan untuk membubarkan massa.
Aksi damai massa pendukung pemerintahan sipil, yang dirampas junta militer dalam kudeta tak berdarah awal bulan ini, kembali berkumpul di Yangon dan beberapa kota lain. Mereka tidak mundur meski aparat rezim meningkatkan tindakan keras dan pada Sabtu menangkap ratusan orang di banyak kota.
Tindakan keras aparat semakin menekan setelah televisi rezim mengumumkan bahwa Dubes Myanmar untuk PBB Kyaw Moe Tun telah dipecat. Dia dinilai telah mengkhianati negara setelah mendesak PBB untuk menggunakan ”segala cara yang diperlukan” untuk memulihkan pemerintahan sipil pimpinan Aung San Suu Kyi, yang dikudeta oleh junta militer pada 1 Februari lalu.
Kudeta, yang mematikan kekuasaan sipil demokrasi dan dilakukan setelah hampir 50 tahun junta berkuasa, telah memicu gelombang protes di seluruh negeri. Unjuk rasa massal melibatkan seluruh komponen masyarakat, melanda kota-kota di seantero Myanmar dan kini telah berlangsung lebih dari tiga pekan.
Sedikit sekali aksi massa yang mendukung rezim militer. Jumat pekan ini sempat berkumpul 1.000 pendukung militer di kota Yangon, kota terbesar Myanmar. Mereka lalu menyerang massa prodemokrasi pendukung pemerintahan sipil dan menuntut pembebasasan Suu Kyi dan politisi lain.
Komunitas internasional, Badan HAM PBB, sejumlah negara di Asia, Eropa, dan Amerika Serikat serta Australia, terus memberikan tekanan kepada rezim militer Myanmar. Militer bergeming meski beberapa negara juga menjatuhkan sanksi kepada petingginya, termasuk Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Polisi Myanmar pada Minggu (28/2/2021) ini kembali disebar di sejumlah ruas jalan untuk mengamankan aksi antirezim militer di berbagai sudut jalan di Yangon dan Mandalay, kota terbesar kedua setelah Yangon. Kerumunan demonstran semakin membesar di Yangon hari ini.
”Polisi melemparkan granat kejut ke arah kami,” kata seorang pengunjuk rasa, Myint Myat (29). ”Kami harus lari dan bersembunyi. Namun, saya akan keluar (untuk mengikuti aksi unjuk rasa) lagi karena hari ini sangat penting. Jika kami semua terlibat, mereka (rezim militer) tidak bisa menang,” katanya lagi.
Di Mandalay, polisi melepaskan tembakan peringatan ke udara. Seorang dokter mengatakan, polisi berusaha melokalisasi massa pengunjuk rasa yang berasal dari berbagai lapisan masyarakat dan organisasi profesi, termasuk massa paramedis, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya.
Polisi dan juru bicara Dewan Militer Myanmar yang berkuasa tidak dapat dimintai komentarnya terkait situasi terakhir ini. Pada Sabtu (27/2/2021), terjadi kerusuhan di kota-kota di seluruh negeri ketika polisi membubarkan secara paksa pengunjuk rasa dengan tembakan gas air mata dan lemparan granat kejut.
Seorang saksi mata mengatakan, polisi berseragam dan petugas keamanan berpakaian preman menyerang beberapa orang dengan pentungan. 7Day News melaporkan seorang wanita terluka akibat ditembak di pusat kota Monwya. Sebelumnya, 7Day News dan dua organisasi media melaporkan dia tewas.
Hlaing mengatakan, aparat menggunakan kekuatan minimal. Dia tidak menyinggung bahwa tiga pengunjuk rasa yang tewas dalam unjuk rasa pekan lalu, bukti rezim kejam. Militer mengatakan, seorang polisi tewas dalam kerusuhan itu. Televisi rezim, MRTV, melaporkan, lebih dari 470 orang telah ditangkap.
MRTV juga melaporkan, polisi telah memberi peringatan sebelum melemparkan granat-granat kejut untuk membubarkan massa pengunjuk rasa. Beberapa jurnalis termasuk di antara mereka yang ditangkap. (AFP/REUTERS/CAL)