Ditolak di Barat, Huawei Menikmati Madu di Kawasan Arab Teluk
Kekhawatiran tentang sepak terjang Huawei yang disuarakan di AS dan Eropa ”tidak meyakinkan” di kawasan Teluk. Negara-negara kaya di Arab Teluk menerima raksasa telekomunikasi China itu dengan tangan terbuka.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
Perusahaan raksasa telekomunikasi China, Huawei, tengah menikmati bulan madu dengan negara-negara Teluk yang kaya minyak. Di tengah proses diversifikasi ekonomi negara-negara itu dari minyak ke teknologi dan gaya hidup, Huawei mendapatkan tempat dan kesempatannya. Sebelumnya, Huawei bersusah payah untuk masuk ke negara-negara Barat yang notabene adalah mitra-mitra strategis negara-negara Teluk.
Huawei telah berjuang dalam beberapa tahun terakhir menghadapi sanksi dari Pemerintah Amerika Serikat (AS). Inggris dan Swedia juga telah melarang penggunaan peralatan Huawei di jaringan 5G mereka. Perancis pun memberlakukan pembatasan terhadap Huawei. Washington mengklaim Huawei memiliki hubungan dekat dengan militer China. Karena kelindannya, Beijing dapat menggunakan peralatan dan teknologi Huawei untuk spionase. Tuduhan-tuduhan itu telah dibantah Huawei.
Namun, Huawei diterima dengan tangan terbuka di kawasan Teluk. Negara-negara Teluk, termasuk Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, tidak hanya memilih Huawei untuk peluncuran 5G mereka. Negara-negara itu bahkan telah bermitra dengan Huawei mengembangkan ”kota pintar”.
Ketika fiturnya meningkatkan layanan digital dan pengawasan keamanan, Huawei sangat diapresiasi negara-negara Teluk, khususnya terkait pemantauan bagi warga mereka. ”Penggunaan teknologi negara-negara Teluk untuk pengawasan populasi lebih mirip dengan praktik (yang dilakukan) China daripada negara-negara Barat," kata Camille Lons dari Institut Internasional untuk Kajian Strategis.
Lons menilai, kekhawatiran tentang sepak terjang Huawei yang disuarakan di AS dan Eropa ”tak meyakinkan” di kawasan Teluk. Sebagai raksasa telekomunikasi, Huawei memiliki pijakan kuat sejak hadir di Teluk tahun 1990-an. Dalam beberapa tahun terakhir, keberadaan Huawei di kawasan itu telah berlipat ganda.
Kerja sama di Saudi
Pada Januari lalu, misalnya, Arab Saudi mengumumkan akan membuka toko Huawei terbesar di luar China, yakni di Riyadh. Pengumuman itu dilakukan hanya beberapa bulan setelah Riyadh mencapai kesepakatan dengan Huawei tentang pengembangan kecerdasan buatan untuk mendukung pertumbuhan sektor publik dan swasta di Saudi. Musim panas lalu, perusahaan investasi Saudi Batic juga mengukuhkan kesepakatan dengan Huawei untuk mengerjakan proyek ”kota pintar” di Saudi.
Huawei sudah menjadi mitra utama dalam proyek Kota Industri Cerdas Yanbu di Laut Merah. Huawei juga telah mengembangkan aplikasi dan infrastruktur digital untuk mendukung umat Islam yang mengunjungi Mekkah dan Madinah, dua kota paling suci bagi umat Islam.
”Dengan mendapatkan kepercayaan dari mitra kami di Timur Tengah, kami dapat mengurangi tekanan politik eksternal seperti yang dikejar oleh AS,” kata Charles Yang, Kepala Huawei Timur Tengah, dari kantor pusat perusahaan di Dubai.
Di Uni Emirat Arab, Huawei telah meluncurkan proyek, mulai dari penyimpanan data hingga layanan pembayaran daring untuk jaringan transportasi umum. Maskapai penerbangan terbesar di Timur Tengah, Emirates, yang berbasis di Dubai, pada tahun lalu memilih Huawei untuk membangun pusat peningkatan kemampuan pengawasan dan keamanan perusahaan.
Seorang juru bicara Emirates menolak untuk menjelaskan secara rinci tentang sifat teknologi itu. Namun, dikatakan, teknologi itu menawarkan solusi di seluruh dunia, terutama untuk alasan keselamatan dan keamanan publik.
China secara keseluruhan tetap menjadi salah satu mitra dagang utama Teluk. Data lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa menunjukkan, nilai perdagangan China dengan Arab Saudi sebagai pengekspor minyak mentah terbesar di dunia pada tahun 2019 mencapai sekitar 36,4 miliar dollar AS, sementara dengan UEA bahkan lebih dari 50 miliar dollar AS.
”Infrastruktur digital telah menjadi pilar utama dari strategi transformasi nasional (negara-negara Teluk),” kata Yang.
Meski demikian, bagaimanapun, Huawei tetap ingin berbaikan dengan Barat. Bulan ini manajemen Huawei berharap dapat mengatur kembali hubungannya dengan Washington. Sosok Donald Trump yang menarget perusahaan itu sebagai bagian dari perang dagang dan teknologi China-AS sudah tidak ada.
Namun, Lons mengingatkan juga bahwa bulan madu China, termasuk lewat Huawei, dengan negara-negara Teluk membuat khawatir AS. Dia menyebut soal keberadaan pangkalan militer AS di kawasan itu dan bahwa negara-negara Teluk adalah ”pembeli utama peralatan militer AS”. Mungkin ada kekhawatiran tentang ”risiko informasi atau teknologi militer AS yang sensitif dimata-matai dan dipindahkan ke China”. (AFP)