Dari Ghana, Afrika Mulai Mengatasi Ketertinggalan Vaksinasi Covid-19
Vaksinasi Covid-19 di negara-negara Afrika bisa digulirkan lebih cepat setelah distribusi vaksin melalui mekanisme Covax mulai berjalan. Ghana menjadi negara penerima pertama.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN dan MH SAMSUL HADI
·5 menit baca
ACCRA, KAMIS — Untuk pertama kali vaksin Covid-19 yang dibeli melalui skema pengadaan global, Covax didistribusikan ke negara berpenghasilan rendah dan menengah. Ghana menjadi negara pertama yang menerima vaksin tersebut. Diharapkan, vaksinasi Covid-19 di negara-negara Afrika bisa dilaksanakan lebih cepat, mengatasi ketertinggalan dari vaksinasi di belahan dunia lain.
Pesawat kargo pembawa 600.000 dosis vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca-Oxford, produksi Serum Institute of India (SII), tiba di ibu kota Ghana, Accra, Rabu (24/2/2021). Kwaku Agyeman Manu, pejabat Kementerian Kesehatan Ghana, menyambut di Bandar Udara Internasional Kotoka.
Pengiriman berlangsung hampir setahun setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Covid-19 sebagai pandemi global dan delapan bulan setelah peluncuran Covax. ”Kami sangat senang, Ghana negara pertama yang menerima vaksin Covid-19 dari fasilitas Covax,” kata Unicef dan WHO dalam pernyataan bersama.
Ghana berencana memulai vaksinasi pada 2 Maret mendatang. Setelah Ghana, negara tetangga Pantai Gading menjadi giliran berikutnya yang akan menerima vaksin melalui Fasilitas Covax. Negara itu juga akan memulai vaksinasi Covid-19 pekan depan.
Unicef mengorganisasi pengiriman vaksin pertama melalui Covax dari Mumbai, India. Covax— digalang bersama oleh WHO, kelompok Gavi, dan Koalisi Inovasi Kesiapsiagaan untuk Epidemi (CEPI)—menargetkan distribusi 2,4 juta dosis vaksin Covid-19 ke Ghana.
Para pejabat kesehatan di Ghana menyatakan, vaksin Covid-19 yang baru tiba akan mengawali kampanye vaksinasi Covid-19 di negara itu. Mereka memprioritaskan tenaga kesehatan dan penduduk dengan risiko tinggi dalam vaksinasi.
”Ini momen penting karena pengiriman vaksin Covid-19 ke Ghana penting untuk mengakhiri pandemi,” kata Anne-Claire Dufay dari Unicef Ghana dan Kepala Perwakilan WHO di Ghana Francis Kasolo dalam pernyataan bersama. ”Satu-satunya jalan keluar dari krisis ini adalah memastikan vaksin tersedia untuk semua,” lanjut keduanya.
Lebih dari 80.700 penduduk Ghana terkonfirmasi positif Covid-19 dan 580 orang meninggal. Ghana adalah salah satu dari 92 negara berpenghasilan rendah-menengah yang menerima vaksin Covid-19 gratis melalui fasilitas Covax. Sebanyak 90 negara dan delapan wilayah teritorial lain bersedia membayar jika mereka mendapat vaksin melalui Covax.
Covax menargetkan akan memasok 2 miliar dosis vaksin Covid-19, 1,8 miliar dosis di antaranya bagi negara-negara miskin secara gratis. Akan tetapi, rencana itu belum sesuai harapan karena, di tengah keterbatasan produksi, negara-negara kaya telah mengamankan vaksin Covid-19 untuk negara masing-masing.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, jumlah yang ditargetkan Covax belum cukup untuk membentuk kekebalan kelompok. ”Sejauh ini, 210 juta dosis vaksin telah diberikan pada penduduk global, tetapi separuhnya berada hanya di dua negara,” ujarnya.
Baru 7 negara
Uni Afrika telah mencoba membantu 55 negara anggotanya untuk membeli lebih banyak vaksin Covid-19 agar bisa memvaksin 60 persen dari 1,3 miliar jiwa populasi Afrika dalam tiga tahun. Minggu lalu, tim pengadaan vaksin Uni Afrika menyebutkan, pesanan 270 juta dosis vaksin Covid-19 dari AstraZeneca, Pfizer, dan Johnson & Johnson telah diamankan.
China juga telah mendonasikan sejumlah kecil vaksin Covid-19 buatan Sinopharm kepada sejumlah negara, termasuk Zimbabwe dan Guinea Ekuatorial. Rusia menawarkan untuk memasok 300 juta dosis vaksin Sputnik V kepada Uni Afrika beserta bantuan pendanaan. Namun, mayoritas negara Afrika mengandalkan Covax.
Baru tujuh dari 54 negara di Benua Afrika yang telah memulai vaksinasi Covid-19. ”Jika Anda melihat negara-negara yang telah mengamankan pasokan vaksin bagi penduduk mereka, mereka semua adalah negara-negara industri maju. Dan kami gembira dengan penduduk mereka. Tetapi, kami juga ingin semua orang yang butuh dilindungi dari pandemi juga mendapatkan vaksin,” kata Marie-Pierre Poirier, Direktur Regional Unicef untuk Afrika Barat dan Tengah.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Afrika, vaksin yang didistribusikan, Rabu kemarin, merupakan pengiriman pertama dari sekitar 7 juta dosis yang diproduksi Serum Institute of India (SII) untuk sekitar 20 negara. ”Dalam beberapa pekan ke depan, Covax harus menyalurkan vaksin ke seluruh negara peserta untuk memastikan mereka yang paling berisiko terlindungi, di mana pun mereka tinggal,” kata Seth Berkley, CEO Gavi.
Tantangan dunia
Dalam konferensi internasional yang digelar virtual oleh Universitas Padjadjaran, Bandung, Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi—yang juga salah satu dari tiga ketua bersama Covax Advance Market Commitment (AMC) Engagement Group—menyampaikan bahwa setelah setahun pandemi berjalan, ada hal menggembirakan, tetapi juga ada tantangan yang masih harus dihadapi.
Selain terjadi tren penurunan kasus baru Covid-19 global dan kasus kematiannya dalam beberapa minggu ini, vaksin dan kampanye vaksinasi Covid-19 juga membawa harapan. Sejumlah negara telah meningkatkan komitmen finansialnya terhadap multilateralisme vaksin untuk mendukung pendanaan Covax. Selain itu, ada juga negara yang bersedia membagikan kelebihan vaksin Covid-19 kepada negara lain.
Namun, lanjut Retno, ”mentalitas negara saya duluan” atau nasionalisme vaksin juga meningkat. ”Semakin lama kita bergerak, semakin banyak yang akan terdampak sehingga kerugian yang ditimbulkan terus meningkat. Politisasi vaksin dan berkurangnya kepercayaan pada kerja sama multilateral semakin mempersulit upaya global dalam menghadapi Covid-19,” ujar Retno.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengatakan, vaksinasi Covid-19 ”sangat tidak merata dan tidak adil”. Ia merujuk pada sejumlah negara maju yang memesan vaksin Covid-19 hingga lima kali lipat populasinya. Sementara 130 negara bahkan belum memulai vaksinasi. Saat ini baru enam negara Afrika yang memulai vaksinasi Covid-19.
Situasi itu menunjukkan pentingnya kerja sama dan kolaborasi internasional dalam merespons pandemi, baik dalam jangka pendek maupun panjang.
Vaksinasi di Malaysia
Dari Kuala Lumpur dilaporkan, Malayia mulai Rabu kemarin melaksanakan vaksinasi Covid-19. Negeri jiran itu menargetkan mampu memvaksin sedikitnya 80 persen dari 32 juta penduduknya hingga Februari 2022. Separuh kebutuhan vaksin di negara itu dipasok Pfizer-BioNTech, sisanya berasal dari AstraZeneca (Inggris), Gamaleya Research Institute (Rusia), serta Sinovac Biotech dan CanSino Biologics (China).
Perdana Menteri Muhyiddin Yassin menjadi orang pertama di negara itu yang divaksin dengan vaksin buatan Pfizer-BioNTech di kantor departemen kesehatan di Putrajaya.
Sementara itu, Vietnam kemarin menerima gelombang pertama pengiriman vaksin Covid-19 sebanyak 117.000 dosis dari AstraZeneca. Vaksin itu dikirim melalui penerbangan dari Korea Selatan dan mendarat di Ho Chi Minh City. SK Bioscience, Korsel, memiliki pabrik yang telah mendapatkan persetujuan AstraZeneca untuk memproduksi vaksin. Vietnam menargetkan mendapat 90 juta dosis vaksin, termasuk 30 juta dosis vaksin melalui Covax, 30 juta dosis AstraZeneca, dan sisanya dari Pfizer. (REUTERS/AP/AFP/RTG)