AS Bersedia Berunding dengan Iran untuk Pulihkan Lagi Kesepakatan Nuklir 2015
Pemerintah Amerika Serikat mengubah sikap dan kebijakannya untuk membuka peluang dialog dengan Iran, terkait program nuklirnya. Iran masih bersikap dingin dan memberi ultimatum pada AS agar mencabut sanksi ekonominya.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Pemerintah Amerika Serikat menyatakan siap membuka pintu dialog dengan Iran terkait rencana kembalinya negara adidaya itu ke dalam kesepakatan nuklir atau Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) tahun 2015. AS pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump keluar dari kesepakatan itu pada 2018. Sejauh ini Iran masih dingin terhadap proposal AS.
Langkah tersebut mencerminkan perubahan sikap dalam pemerintah AS yang sebelumnya bergeming tidak akan mencabut sanksi ekonomi bila Iran tidak mau menghentikan program pengayaan uraniumnya, sesuai dengan substansi JCPOA.
Keinginan AS untuk kembali membuka dialog dengan Iran itu dilontarkan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada pertemuan daring dengan para menteri luar negeri kelompok negara E3, yaitu Inggris, Perancis, Jerman, yang tengah berkumpul di Paris, Perancis, Kamis (18/2/2021).
”Jika Iran kembali ke kepatuhan ketat dengan komitmennya di bawah JCPOA, Amerika Serikat akan melakukan hal yang sama dan siap untuk terlibat dalam diskusi dengan Iran menuju tujuan itu,” kata pernyataan bersama para menlu seusai pertemuan.
Seorang pejabat AS mengatakan kepada Reuters bahwa Washington akan menanggapi secara positif setiap undangan dialog yang diselenggarakan oleh Uni Eropa, yang juga mengundang Iran serta negara-negara penandatangan JCPOA lainnya, yaitu Inggris, China, Perancis, Jerman, Rusia. Kesiapan itu terlontar setelah seorang pejabat senior UE melontarkannya dalam pertemuan. Namun, tidak dirinci kapan dan di mana pertemuan itu akan diselenggarakan.
Pejabat AS itu juga mengisyaratkan kemungkinan ada cara untuk menjembatani kebuntuan tentang siapa yang harus duluan kembali ke kesepakatan: apakah Amerika Serikat, dengan melonggarkan sanksi ekonominya, atau Iran dengan mematuhi pembatasan uranium pada program nuklirnya.
”Saya tidak berpikir bahwa masalah tentang siapa yang lebih dahulu memulai apa, akan menjadi penghalang yang mencegah kita untuk sampai ke sana,” kata pejabat AS tersebut.
Dia menambahkan, tantangan yang lebih besar adalah mendefinisikan tentang hal apa saja yang melambangkan kepatuhan terhadap isi perjanjian.
Menanggapi pernyataan keempat negara tersebut, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan bahwa Washington harus mengambil langkah pertama.
”Alih-alih menyesatkan dan membebani Iran, E3 atau UE harus mematuhi komitmen sendiri dan menuntut diakhirinya warisan Trump tentang #EconomicTerrorism melawan Iran,” kata Zarif dalam sebuah cuitan di Twitter.
Zarif menambahkan, Iran menganggap tindakan AS yang telah menerapkan sanksi ekonomi membuatnya bereaksi dan bertindak seperti sekarang ini. ”Langkah perbaikan kami adalah tanggapan atas pelanggaran AS atau E3. Hapus penyebabnya jika Anda takut efeknya. Kami akan mengikuti ACTION dengan (dengan) aksi,” kata Zarif.
Zarif sebelumnya telah mengisyaratkan keterbukaan untuk pembicaraan dengan Washington dan pihak lain untuk menghidupkan kembali kesepakatan itu.
Sikap berbalik
Menurut seorang pejabat AS yang enggan disebut namanya, Pemerintah AS telah menawarkan beberapa isyarat yang seharusnya bisa dilihat sebagai langkah positif oleh Teheran. Langkah ini tidak diumumkan secara terbuka, tetapi diketahui dari surat yang dikirimkan oleh Pemerintah AS kepada Dewan Keamanan PBB, yang dilihat oleh Reuters. Dua langkah ini bisa dilihat sebagai pembalikan sikap Pemerintah AS atas kebijakan mantan presiden AS Donald Trump.
Dalam surat yang dikirimkan Pemerintah AS dinyatakan bahwa Washington tidak mempercayai bahwa DK PBB telah menggunakan mekanisme snapped back, yang membuka peluang PBB menjatuhkan sanksi terhadap Iran.
Mekanisme snapped back sering kali didesakkan oleh pendahulu Blinken, Mike Pompeo, yang berkeras bahwa AS masih menjadi ”peserta” dalam resolusi Dewan Keamanan yang memberi persetujuan terhadap JCPOA. Dan, karena itu, AS dapat memberlakukan kembali sanksi ekonomi atas Iran. Argumen itu telah dibantah oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan sekutu dekat AS pada saat itu.
”Ketika kami kalah suara 14 banding satu, sangat sulit bagi kami untuk bekerja secara efektif di Dewan Keamanan. Ini membuat kami kembali ke posisi di mana kami dapat bekerja dalam kerangka itu dan bekerja dengan sekutu terdekat kami, khususnya dalam menangani kekhawatiran kami dengan Iran,” kata pejabat AS lainnya saat menjelaskan tindakan pembalikan Biden.
Selain membalikkan keputusan AS soal mekanisme snapped back, pemerintahan Biden juga membatalkan pembatasan terhadap diplomat Iran di New York yang dilarang masuk ke semua kecuali beberapa blok di sekitar Perserikatan Bangsa-Bangsa dan misi mereka.
Kini, dengan kebijakan baru Washington, diplomat Iran akan diperlakukan seperti mereka yang berasal dari negara lain yang memiliki hubungan buruk dengan Amerika Serikat, seperti Korea Utara. Mereka harus meminta izin khusus jika akan melakukan perjalanan di luar radius 25 mil (40 kilometer) dari Midtown Manhattan.
Pejabat AS itu mengatakan kepada Reuters bahwa pemerintahan Biden tidak memiliki kontak dengan Iran selain memberi tahu misi PBB mereka tentang pelonggaran pembatasan perjalanan.
Sumber diplomatik Perancis mengatakan, pergeseran sikap Washington adalah hal positif. Tetapi, jalan ke depan penuh dengan rintangan.
Tenggat dari Iran
Teheran telah menetapkan tenggat minggu depan bagi Presiden AS Joe Biden untuk mulai membalikkan sanksi yang diberlakukan oleh Trump. Atau, apabila hal itu tidak terwujud, Iran mengancam akan mengambil langkah terbesarnya untuk melanggar kesepakatan, yakni melarang inspeksi mendadak oleh pengawas nuklir PBB.
Inggris, Perancis, Jerman, dan Amerika Serikat meminta Iran untuk menahan diri dari langkah itu dan mengulangi keprihatinan mereka atas tindakan Iran baru-baru ini untuk memproduksi uranium yang diperkaya hingga 20 persen dan logam uranium.
”Kita tetap dalam situasi genting,” kata sumber Perancis itu, menambahkan bahwa jika Iran mengabaikan peringatan ini kemungkinan akan ada reaksi yang sangat tegas.
Pemurnian uranium ke tingkat kemurnian fisik yang tinggi adalah jalur potensial untuk bom nuklir, meskipun Iran telah lama mengatakan bahwa program pengayaannya hanya untuk tujuan energi damai.
Berdasarkan ketentuan RUU yang disetujui oleh parlemen Iran pada Desember 2020, Iran akan membatasi beberapa inspeksi oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) jika AS tidak mencabut sanksi pada Minggu (21/2/2021).
Kepala IAEA, Rafael Grossi, akan melakukan perjalanan ke Teheran pada hari Sabtu untuk melakukan pembicaraan dengan otoritas Iran guna menemukan solusi.
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan sebelumnya bahwa langkah-langkah Iran baru-baru ini membahayakan prospek AS kembali ke kesepakatan, memperingatkan bahwa Teheran ”bermain api”. (AFP/REUTERS)