AS di masa Joe Biden mempertahankan kebijakan keras terhadap China. Washington terus menjalin aliansi untuk menghadang China.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Amerika Serikat mempertahankan kebijakan keras dan menekan China. Washington mengajak para sekutunya untuk mewujudkan kebijakan itu.
Salah satu caranya adalah lewat pertemuan para Menteri Luar Negeri AS, Australia, India, dan Jepang pada Kamis (18/2/2021). Telekonferensi itu secara jelas dinyatakan Washington untuk membahas soal Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Ned Price menyebut, pertemuan itu untuk membahas tantangan yang meningkat di masa kini.
Sebelum berbicara dengan para mitranya di tiga negara itu, Menlu AS Anthony Blinken telah terlebih dulu berbicara dengan Menlu RI Retno Marsudi. Dalam percakapan telepon itu, Blinken dan Retno, di antaranya, membahas soal Laut China Selatan. Blinken menekankan pentingnya menjaga Laut China Selatan tetap bebas dan terbuka.
Meski tidak secara tegas, pernyataan itu merujuk pada klaim China di Laut China Selatan. Beijing berkeras memiliki sebagian Laut China Selatan dengan dalih Sembilan Garis Putus-putus. Banyak negara menolak klaim itu karena tidak ada dasarnya dalam hukum internasional. Mahkamah Arbitrase Internasional pada 2016 juga menegaskan klaim itu tidak berdasar.
Pada 28 Januari 2021, Blinken menegaskan penolakan AS pada klaim China di Laut China Selatan. Pendahulu Blinken, Mike Pompeo, juga berulang kali menyatakan hal senada.
Perubahan
Pertemuan Blinken dengan tiga sejawat di Australia, India, dan Jepang dalam kerangka Quadrilateral Security Dialogue atau Quad. Pompeo pernah ingin menjadikan Quad sebagai organisasi resmi agar mampu melawan China.
Quad pertama kali dibentuk untuk menanggapi tsunami Samudra Hindia 2004. Sampai 2017, forum itu tetap fokus pada kerja sama kemanusiaan. Belakangan, forum itu berkembang menjadi wahana dialog untuk menjaga Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.
Pada 2019 dan 2020, para menlu Quad bertemu dan membahas forum itu dari paradigma yang lebih fokus pada China. Pada 30 Januari 2021, Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan menyebut bahwa Quad akan berperan penting dalam kebijakan AS untuk menghadapi kebangkitan China.
Para diplomat Quad disebut mengupayakan para kepala negara atau kepala pemerintahan mereka bertemu untuk pertama kalinya. Ide itu dilontarkan oleh Washington beberapa hari setelah Presiden AS Joe Biden dilantik. Sampai sekarang, kelanjutan pertemuan belum diketahui.
Dalam pidato di Kemenlu AS pada 4 Februari 2021, Biden menegaskan bahwa pemerintahannya harus bersikap pada ambisi China. ”Kita akan melawan kesewenangan ekonomi China, menghadang keagresifan dan pemaksaannya, membalikkan serangan China pada hak asasi manusia, hak kekayaan intelektual, dan tatanan global,” ujarnya kala itu.
Dalam percakapan dengan Presiden China Xi Jinping pada 10 Februari 2021, Biden juga membahas soal Indo-Pasifik serta pemaksaan ekonomi oleh Beijing. Di sisi lain, Biden juga mengatakan bahwa AS siap bekerja sama dengan China.
Kedok ambisi
Peneliti pada China Institute of International Studies, Yang Xiyu, menyebut istilah Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka hanya kedok AS untuk menghadang China. Dalam pandangan Washington, Beijing berupaya mendominasi kawasan.
”China tidak berniat seperti itu. Inilah salah satu kesalahan mendasar AS. Jika AS terus mempertahankan kesalahan itu, bisa memperburuk persaingan strategis AS-China,” ujarnya kepada Global Times, media yang dekat dengan pemerintah China.
Di antara empat anggota Quad, menurut Yang, India dan Jepang berusaha mempertahankan penilaian sendiri dan tidak tunduk pada AS. Sementara Australia punya kesalahan seperti AS. Canberra menganggap China berusaha melawan hegemoni Australia di Pasifik Selatan. ”Karena itu, Australia bergantung pada AS dan memanfaatkan kekhawatiran Washington,” katanya.
Yang meyakini, Quad tidak akan berkembang menjadi seperti Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Sebab, negara-negara Asia tidak mengalami kondisi seperti kala NATO dibentuk. Kala itu, sebagian Eropa merasa terancam oleh Uni Soviet. Sementara kini, menurut Yang, China di Asia tidak dalam posisi seperti Uni Soviet terhadap Eropa di masa lalu.
Karena itu, Yang mendorong Beijing untuk terus meningkatkan hubungannya dengan negara-negara Asia. Apabila negara-negara Asia tidak merasa terancam, organisasi seperti NATO tidak akan pernah terbentuk di Asia. (AP/REUTERS)