Myanmar dan Investasi Jadi Fokus Menlu RI Retno Marsudi
Indonesia siap berkontribusi di Myanmar. Indonesia punya pengalaman dalam menengahi persoalan internal anggota ASEAN, termasuk pernah ikut menyelesaikan perang saudara di Kamboja.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Krisis Myanmar menjadi agenda khusus Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi. Ia menemui para sejawatnya di berbagai negara untuk mencari solusi atas krisis itu.
Selain soal Myanmar, Retno juga membahas soal investasi ke Indonesia dengan beberapa mitranya dari negara lain.
Retno menghubungi Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Anthony Blinken untuk membahas dua isu itu, Selasa (16/2/2021) malam. Dalam pernyataan resmi Kemenlu AS, Rabu dini hari WIB, Retno dan Blinken dinyatakan sama-sama prihatin soal kudeta Myanmar.
Upaya Retno membuat Indonesia menjadi anggota ASEAN yang paling terbuka soal Myanmar. Retno berulang kali mengatakan, Indonesia siap berkontribusi di Myanmar karen berpengalaman dalam menengahi persoalan internal anggota ASEAN. Indonesia pernah membantu Kamboja dalam mengakhiri perang saudaranya.
Selain itu, Indonesia relatif netral dalam dinamika kawasan. Jakarta bisa berkomunikasi dengan Beijing ataupun Washington yang tengah berebut pengaruh di kawasan. Karena itu, selain menelepon Blinken, Retno juga dijadwalkan menelepon Menlu China Wang Yi.
Sejumlah pihak di Myanmar dan Asia Tenggara menuding Beijing mendukung kudeta. Dalam pernyataan resminya, Beijing menyebut perkembangan di Myanmar bukanlah sesuatu yang diharapkan.
Beijing memang dekat dengan Naypyidaw terutama karena alasan ekonomi. Sebab Beijing tengah membangun jaringan pipa minyak dan gas dari Samudra Hindia ke China.
Dengan demikian, minyak dari Timur Tengah bisa dibongkar di Myanmar lalu dialirkan ke China. Cara itu membuat tanker tujuan China tidak perlu melewati Selat Malaka yang sempit, ramai, dan lebih jauh.
Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk isu Myanmar, Tom Andrews, khawatir kekerasan akan meningkat di Myanmar. Kekhawatiran dipicu keputusan Dewan Pemerintahan Sementara, badan yang dibentuk militer selepas kudeta 1 Februari 2021, untuk menambah dakwaan kepada Presiden Myanmar Win Myint dan pemimpin de facto, Aung San Suu Kyi.
Myint dan Suu Kyi ditahan di Naypyidaw sejak ditangkap pada 1 Februari dini hari. Mereka kini terancam dipenjara.
Di sisi lain, aturan baru yang dibuat militer selepas kudeta membuat siapa pun dapat ditahan tanpa batas waktu. Aturan itu bertentangan dengan konstitusi Myanmar, yang juga disusun militer. Dalam konstitusi 2008, siapa pun tidak bisa ditahan lebih dari 24 jam tanpa perintah dari pengadilan.
Investasi
Tidak hanya soal Myanmar, Retno dan Blinken juga membahas soal investasi dan perdagangan. Di masa pemerintahan Donald Trump, Bank Pembangunan dan Investasi Internasional AS (DFC) menjajaki investasi hingga 2 miliar dollar AS ke Indonesia.
Pembahasan soal investasi dilakukan kala Indonesia mengumumkan struktur utama manajemen Lembaga Pengelolaan Investasi (LPI). Lembaga itu dibentuk untuk menjadi badan khusus investasi milik negara seperti Temasek di Singapura atau Khazanah di Malaysia. Modal awal LPI mencapai 5,3 miliar dollar AS yang berasal dari APBN dan BUMN.
Selain kepada Blinken, pembahasan soal investasi dan Myanmar juga dilakukan Retno dengan Menlu Hongaria Peter Szijjártó. Retno menerima Szijjártó di Jakarta, Selasa pagi. Selepas bertemu Szijjártó, Retno bertolak ke Singapura dan Brunei Darussalam untuk membahas soal Myanmar. (AP/RAZ)