Arab Saudi Harus Ubah Strategi Hubungan dengan AS
Belum ada sebulan sejak Jo Biden menjadi Presiden AS, beberapa tahanan politik telah dibebaskan Arab Saudi. Langkah itu dinilai sebagai bentuk anggukan kepala Riyadh terhadap kemauan Washington.
RIYADH, SELASA — Tampilnya Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat membawa konsekuensi bagi Arab Saudi. Dalam kampanye pemilihannya, Biden menyiratkan, Saudi tidak akan memeroleh keistimewaan layaknya yang diperoleh saat AS masih di bawah kendali Donald Trump.
Riyadh pun bergegas membebaskan beberapa tahanan politik, berbaikan dengan saingan-saingan regionalnya, hingga menyiapkan pelobi khusus dengan Washington.
Belum ada sebulan sejak Biden dilantik pada 20 Januari lalu, beberapa tahanan politik telah dibebaskan Arab Saudi. Salah satu yang dibebaskan adalah aktivis Loujain al-Hathloul, yang terkenal karena kampanyenya untuk mengakhiri larangan mengemudi bagi perempuan. Langkah pembebasan tahanan-tahanan politik itu dinilai khalayak pengamat sebagai bentuk anggukan Riyadh terhadap Washington.
Tim kampanye Biden menuduh pemerintahan Presiden Trump menutup mata terhadap pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Riyadh juga dinilai telah mengulur-ulur waktu perang yang menimbulkan malapetaka di Yaman. Perang selama enam tahun itu telah menewaskan puluhan ribu orang.
Sejak dilantik, Biden disebut enggan mengontak pihak Kerajaan Saudi, juga karena alasan soal HAM itu. Biden pun menghentikan dukungan untuk operasi ofensif Saudi dalam konflik enam tahun di Yaman yang dia sebut sebagai ”bencana” yang harus diakhiri.
Baca juga : AS Berhenti Dukung Saudi, Biden Ingin Perang Yaman Berakhir
Sambil meneliti dan memastikan soal HAM, pemerintahan baru Biden diharapkan bekerja untuk menjaga hubungan kemitraan dengan mitra-mitra keamanan yang berharga, seperti Saudi. Hal itu dilaksanakan dengan memastikan dinamika pembicaraan nuklir dengan musuh bebuyutan Riyadh, Teheran, dapat dimulai lagi. Riyadh pun berupaya memperkuat posisi regionalnya kembali.
Arab Saudi memimpin sekutunya bulan lalu untuk mengakhiri perselisihan tiga tahun yang pahit dengan Qatar. Langkah itu sebagian juga dinilai atas desakan AS yang ingin mereka menghadirkan front persatuan melawan Iran.
Pihak Kerajaan Saudi juga awalnya ingin berpisah dengan sekutu Amerika di organisasi pertahanan NATO, Turki. Ini menyusul boikot publik terhadap barang-barang Turki tahun lalu ketika persaingan mereka meningkat setelah pembunuhan jurnalis Saudi, Jamal Khashoggi, pada tahun 2018 di Istanbul.
Seorang sumber yang dekat dengan Saudi mengatakan bahwa Saudi tengah berupaya menurunkan suhu dengan menjaga hubungan tetap terbuka dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan meskipun sejatinya dilakukan dengan berat hati.
Sikap menahan diri terhadap Qatar telah disertai dengan sejumlah langkah Saudi lainnya, mencoba menurunkan tensi dalam hubungan dengan Turki dan mempercepat penyelesaian pengadilan politik dan penahanan yang telah menimbulkan kecaman di luar negeri.
”Dihadapkan dengan rencana baru AS untuk terlibat kembali dengan Iran dan secara kritis meninjau hubungan AS-Saudi dalam hal nilai-nilai, Saudi sangat ingin menampilkan diri mereka sebagai mitra dalam menyelesaikan konflik di kawasan itu,” kata Kristin Diwan dari lembaga Institut Negara-negara Teluk Arab di Washington.
”Sikap menahan diri terhadap Qatar telah disertai dengan sejumlah langkah Saudi lainnya, mencoba menurunkan tensi dalam hubungan dengan Turki dan mempercepat penyelesaian pengadilan politik dan penahanan yang telah menimbulkan kecaman di luar negeri.”
Diwan menilai, semua hal itu menandai pembalikan sikap politik Saudi. Langkah-langkah itu juga dinilai sebagai bentuk fleksibilitas baru Saudi menghadapi perubahan situasi. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa di dalam negeri Saudi langkah itu tidak mendapatkan kritik-kritik tajam.
Washington dalam pernyataan resmi baru-baru ini menyebut Arab Saudi sebagai ”mitra keamanan” bagi AS. Ada perubahan penyebutan dari masa kepemimpinan Trump. Pada masa Trump, Saudi adalah sekutu AS dan pembeli penting perangkat keras militer AS.
Perubahan nada itu, kata pengamat, menggambarkan bahwa Washington menjauh dari hubungan transaksional Trump dengan Arab Saudi saat meninjau penjualan senjata ke kerajaan.
Baca juga : Rudal Milisi Houthi Hantam Fasilitas Minyak Aramco di Jeddah
Saudara perempuan Alia al-Hathloul pada pekan lalu mengakui bahwa pelantikan Biden telah banyak ”membantu dan berkontribusi” dalam mengamankan pembebasan bersyarat Hathloul. Hathloul dibebaskan setelah tiga tahun dipenjara.
Namun, seorang kerabat Saudi lainnya yang dipenjara selama bertahun-tahun mengatakan bahwa beberapa pembebasan adalah isyarat ”simbolis” kerajaan untuk sekadar menenangkan Biden. Sebab, nyatanya ratusan orang yang dicokok aparat Saudi selama tiga tahun terakhir masih mendekam di jeruji besi.
Mereka yang dibebaskan tetap bakal menghadapi larangan perjalanan secara tahunan. Itu berarti mereka tetap rentan terhadap paksaan oleh entitas negara.
Menurut sejumlah pengamat, Biden bisa saja mengambil jalan tengah terhadap Saudi. Dia tetap menjanjikan dukungan AS dalam mempertahankan wilayah Saudi di tengah makin seringnya serangan rudal dan pesawat tak berawak oleh pemberontak Houthi yang didukung Iran di Yaman. Tengah pekan ini mulai berlaku keputusan AS yang mencabut status teroris kelompok Houthi di Yaman.
Militer AS juga sedang memperluas kehadirannya di Arab Saudi. Wall Street Journal melaporkan bulan lalu bahwa Pentagon, antara lain, berencana untuk mengembangkan pelabuhan dan pangkalan udara di gurun barat kerajaan untuk persiapan jika perang pecah dengan Iran.
Untuk mengelola hubungan dengan Washington, Arab Saudi disebut tengah merekrut pelobi. Perusahaan yang berbasis di Iowa, Larson Shannahan Slifka, yang dikenal sebagai kelompok LS2, menandatangani kontrak senilai 1,5 juta dollar AS dengan Kedutaan Saudi pada tahun 2019.
Pada bulan Desember, setelah kemenangan Biden dalam pemilihan presiden, LS2 mengontrak grup Arena Strategy yang berbasis di Wisconsin untuk tugas-tugas khusus. Termasuk di antaranya adalah memberi tahu publik, pejabat pemerintah, dan media tentang pentingnya membina dan mempromosikan hubungan yang kuat antara AS dan Saudi. (AFP/REUTERS)