Patuhi Imbauan Pemerintah, Warga China Tak Mudik ke Kampung Halaman
Pemerintah China, Januari lalu, meminta rakyat membatalkan semua rencana bepergian karena penularan baru Covid-19. Pemerintah-pemerintah daerah kemudian memberlakukan kebijakan karantina yang lebih ketat.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
BEIJING, SABTU -- Demi menahan laju penularan Covid-19, Pemerintah China melarang rakyatnya bepergian. Alhasil, jumlah warga yang bepergian antarkota menjelang Tahun Baru Imlek anjlok. Penurunan ini sudah terjadi sejak tahun lalu. Di sisi lain, imbauan itu diperkirakan akan menaikkan tingkat konsumsi di kota-kota besar, terutama konsumsi pada kebutuhan tersier.
Perayaan Imlek yang berlangsung selama tujuh hari merupakan hari libur nasional China yang terpenting. Biasanya, para perantau China di mana pun, baik dalam negeri maupun luar negeri, akan mudik ke kampung halaman. Jutaan perantau itu rela menempuh jarak hingga ribuan kilometer dari ibu kota Beijing atau kota-kota besar lainnya ke kampung halaman mereka yang berada di daerah pinggiran.
Perusahaan internet raksasa, Baidu Inc, dan perusahaan analisis perjalanan, ForwardKeys, China, Jumat (12/2/2021), menyebutkan, tahun ini jumlah pemudik anjlok. Data Kementerian Transportasi menunjukkan, dari 1,5 miliar jumlah penduduk, sekitar 48 juta orang di 36 kota besar di China diperkirakan tidak akan bepergian. Dalam dua pekan terakhir, jumlah perjalanan penumpang turun sampai 70 persen dibandingkan dengan periode yang sama dua tahun lalu.
Indeks perjalanan yang dikeluarkan Baidu Inc—berbasis data GPS—juga menunjukkan penurunan jumlah wisatawan hingga 41 persen dibandingkan dengan tahun 2019. Namun, Baidu Inc tidak menyebutkan rinciannya.
Pemesanan penerbangan selama dua pekan menjelang Imlek ada di posisi 32,8 persen untuk periode yang sama pada 2019. Tiket penerbangan yang sudah dikonfirmasi untuk musim liburan kali ini hanya 14,7 persen. ”Ini dampak dari larangan bepergian yang dikeluarkan pemerintah,” kata Wakil Presiden di ForwardKeys, Olivier Ponti.
Imbauan
Pemerintah China, Januari lalu, meminta rakyat membatalkan semua rencana bepergian karena penularan baru Covid-19. Pemerintah-pemerintah daerah kemudian memberlakukan kebijakan karantina yang lebih ketat.
Namun, ada sejumlah daerah yang melonggarkan kebijakannya beberapa hari menjelang imlek dan membuat tiket penerbangan ke daerah tujuan wisata laris manis. Salah satunya, daerah tujuan wisata Sanya di Laut China Selatan.
Larangan bepergian itu membuat banyak perusahaan di bidang logistik, produsen energi, dan penyedia hiburan, seperti restoran dan bioskop, mempersiapkan diri untuk menerima lonjakan pesanan karena konsumen yang terpaksa tinggal di kota-kota besar.
Menurut data dari Dengta, pelacak data film box office milik Alibaba Pictures, pada tanggal 11 Februari, pemesanan penjualan tiket bioskop untuk periode musim liburan bertahan di angka 226,67 juta dollar AS. Jumlahnya akan naik sekitar 18 persen di China timur, sementara di wilayah utara dan selatan kemungkinan bisa naik 10 persen.
Namun, terkait konsumsi energi, gejalanya mulai terasa. Otoritas penyedia listrik di negara itu memprakirakan konsumsi energi akan naik. Perusahaan listrik negara di China memperkirakan beban puncak di China wilayah timur akan meningkat sekitar 18 persen selama periode liburan tahun ini dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2020, sementara di wilayah barat laut dan barat daya China akan naik 10 persen.
PLN untuk wilayah selatan memperkirakan beban puncak di wilayah itu akan naik 14 persen dibandingkan dengan tahun lalu. Hal itu, antara lain, disebabkan sejumlah pabrik dan industri diperkirakan akan kembali beroperasi lebih awal.
Rasis
Stasiun televisi nasional China, China Central Television (CCTV), kembali menuai protes dan kecaman publik karena menayangkan pertunjukan tarian yang para penarinya berdandan dan bergaya ala Afrika. Selain memakai kostum Afrika, kulit para penarinya pun diwarnai hingga lebih gelap. Pertunjukan selama empat jam itu termasuk dalam salah satu agenda acara peringatan imlek "Spring Festival Gala", Kamis sore.
"Tim direktur pesta tahun baru itu bodoh dan kejam. Itu jelas rasis," tulis salah satu pengguna aplikasi Weibo, platform media sosial China seperti Twitter.
Hal serupa pernah terjadi saat acara yang sama tahun 2018. Pada waktu itu aktris, Lou Naiming, muncul di panggung dengan wajah dan tangannya diwarnai coklat sambil membawa keranjang buah di atas kepalanya. Ia ditemani orang yang berkostum monyet. Berbagai organisasi dan advokat Afrika di China berang waktu itu dan kali ini pun juga sama.
"Ada sebagian yang menganggap ini justru ekspresi empati dan realisme. Tetapi, sebagian lagi menganggap ini stigma dan rasisme. Mestinya warga berkulit hitam yang tinggal di China saja yang diajak dalam pertunjukan itu," sebut kelompok aktivis, Kaukus China Hitam, di twitter.
Pertunjukan yang tahun ini hendak merayakan keberhasilan tim medis dan program luar angkasa China itu sudah menjadi agenda tetap sejak 1983. Program televisi ini termasuk acara televisi dengan jumlah penonton terbanyak di dunia. (REUTERS/AP)