Biden Ingin Tutup Pusat Penampung Teroris di Guantanamo
Presiden AS Joe Biden ingin menutup penjara militer Guantanamo di Kuba. Guantanamo dipakai untuk menampung tersangka yang terkait dengan Al Qaeda dan Taliban.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
WASHINGTON, SABTU – Presiden Amerika Serikat Joe Biden ingin menutup penjara Teluk Guantanamo, yang dipakai untuk tersangka teror, sebelum masa jabatannya berakhir. Biden kembali melanjutkan janji kampanye Presiden Ke-44 AS Barack Obama yang belum terpenuhi sekaligus keinginan konstituennya.
Ditanya kemungkinan penutupan penjara yang ada di Kuba itu, juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki, pada saat jumpa pers Jumat (12/2/2021) waktu Washington DC, AS, mengatakan, “itu jelas tujuan dan keinginan kami.”
Psaki menambahkan, melalui Dewan Keamanan Nasional pemerintahan Biden sedang “menilai keadaan pemerintahan saat ini – ya, kami mewarisi dari pemerintahan sebelumnya.”
Dia juga tidak memberikan rincian waktu kapan penutupan penjara Guantanamo. Namun, dia menyatakan bahwa penilaian formal atas rencana itu akan dilakukan dengan “kuat” dan membutuhkan partisipasi Departemen Pertahanan, Departemen Kehakiman, dan lembaga pemerintah lain.
“Banyak pemangku kepentingan dari lembaga pemerintah yang berbeda yang perlu menjadi bagian dari diskusi kebijakan ini ke depan,” ujar Psaki.
Setelah peristiwa serangan 11 September 2001, Angkatan Darat AS di bawah Presiden George W Bush, dengan cepat membangun pusat tahanan di markas Angkatan Laut AS di ujung timur Kuba. Lokasi itu merupakan sebuah enklav kecil yang diberikan Kuba kepada AS tahun 1903 sebagai ucapan terima kasih terhadap bantuan AS dalam perang melawan Spanyol.
Keinginan menutup Guantanamo sudah diduga sebelumnya. Ketika masih berkampanye Biden pernah menyatakan dukungannya atas penutupan penjaran itu.
Dalam kesaksian tertulisnya saat konfirmasi Senat, Menteri Pertahanan Lloyd Austin mengatakan, “Guantanamo telah menyediakan kita kemampuan untuk melakukan hukum penahanan perang untuk menjauhkan musuh-musuh dari medan perang, tetapi saya yakin sudah saatnya fasilitas penahanan di Guantanamo ditutup.”
Sikap Austin itu membuahkan teguran dari tujuh anggota DPR Republikan yang semuanya adalah veteran militer. “Kalau kita bebaskan para tahanan di sana, mereka akan jadi bintang rok dalam dunia ekstremisme, menebar ancaman yang lebih besar pada AS dan dunia,” cuit salah seorang dari anggota DPR AS yang menandatangani teguran itu, Mike Waltz.
Guantanamo dipakai untuk menampung tersangka yang terkait dengan Al Qaeda dan Taliban. Ini memicu kritik internasional karena dugaan praktik penganiayaan tahanan dan penahanan panjang tanpa dakwaan terhadap para tahanan Guantanamo.
Pada puncaknya di tahun 2003, Guantanamo menahan hampir 680 tahanan. Di tengah kemarahan internasional, Presiden Bush menyebutnya sebagai “alat propaganda bagi musuh dan gangguan bagi aliansi kita” serta ia mendukung penutupannya tapi ia menyerahkannya kepada presiden penggantinnya.
Di bawah pemerintahan Bush, AS mulai mengadili sejumlah tahanan atas dakwaan kejahatan perang oleh pengadilan yang dikenal sebagai komisi militer. AS juga membebaskan 532 tahanan.
Sejumlah tahanan dijanjikan untuk bebas dari Guantanamo dan pusat penahanan itu akan ditutup di bawah pemerintahan Obama. Rencana Obama -44 ini mendapat tentangan politik di dalam negeri.
Obama kemudian tidak berhasil meyakinkan Kongres untuk merealisasikan janjinya. Ketika itu, Biden merupakan wakil presiden mendampingin Obama.
Kala itu, Obama berargumen bahwa mempertahankan Guantanamo tidak hanya kebijakan yang buruk tapi juga membuang-buang uang, biaya operasional penjara itu lebih dari 445 juta dollar AS per tahun di tahun 2016. Di bawah kepemimpinannya, AS merepatriasi atau memindahkan 197 tahanan ke negara lain.
Dalam kampanye pemilu presiden tahun 2016, Donald Trump menyatakan kesediaannya untuk mempertahankan penjara Guantanamo dan “mengisinya dengan orang-orang jahat.” Setelah terpilih, ia mempertahankan posisi ini.
Kini, Guantanamo menampung sekitar 40 narapidana terkait dengan “perang AS terhadap terror” yang 26 orang di antaranya dinilai terlalu berbahaya jika dibebaskan. Kompleksitas kasus mereka membuat proses hukumnya berlarut-larut. Salah seorang tahanan adalah Khaled Sheikh Mohammed dari Pakistan yang mengaku menjadi dalang di balik serangan 11 September 2001 atau 9/11.
Kini, Biden mungkin memiliki sedikit kelonggaran karena hanya 40 orang tahanan tersisa di Guantanamo dan tidak banyak perhatian publik tertuju pada isu ini. Meski demikian, keinginan Biden menutup simbol perlawanan AS terhadap teror ini langsung memunculkan kritik.(AFP/AP/REUTERS)