Video Penyerbuan ke Capitol, Amuk Massa Trump Brutal dan Mengerikan
Dalam rekaman video yang belum pernah dirilis sebelumnya, massa pendukung Trump tampak brutal dan beringas. Mereka menyiapkan tiang gantungan untuk Mike Pence.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·5 menit baca
WASHINGTO DC, KAMIS — Jaksa memutar video baru terkait penyerbuan massa pendukung Presiden Ke-45 AS Donald Trump ke Gedung Capitol, awal Januari lalu, pada Rabu (10/2/2021) di Washington DC atau Kamis pagi WIB. Di video itu tampak penyerbuan dan kemarahan massa mengerikan. Sidang pemakzulan telah dimulai pada Selasa, sehari sebelumnya.
Tampak rombongan pendukung Trump brutal dan beringas. Mereka merusak jendela dan pintu Capitol, mencari Wakil Presiden Mike Pence dan Ketua DPR Nancy Pelosi. Massa berteriak ”Gantung Mike Pence”. Sebagian massa di luar gedung memasang tiang gantungan. Beberapa orang memakai peralatan tempur.
Dalam rekaman video yang belum pernah dirilis sebelumnya itu, polisi tampak kewalahan menghadapi massa. Melalui radio komunikasi, mereka meminta dukungan personel tambahan ke Capiltol. Jaksa memperlihatkan situasi yang mencekam betapa para pejabat sangat terancam oleh massa pendukung Trump.
Video pengepungan itu telah beredar sejak hari pertama kerusuhan, 6 Januari 2021. Namun, kompilasi grafis kejadian terbaru tersebut menghasilkan narasi yang lebih lengkap, momen demi momen, menceritakan kembali salah satu hari paling mengkhawatirkan di Negeri Paman Sam itu.
Selain kekacauan dan bahaya yang nyata, video memberikan detail baru tentang massa penyerang, kesigapan polisi, dan jeritan ketakutan. Momen kerusuhan dan perusakan itu menunjukkan Amerika di ambang kehancuran demokrasi di saat Kongres mengesahkan kemenangan Joe Biden sebagai presiden.
”Mereka melakukannya karena Donald Trump mengutus mereka untuk misi ini,” kata jaksa penuntut, Stacey Plaskett, delegasi Demokrat yang mewakili Kepulauan Virgin. ”Gerombolannya masuk ke Capitol untuk memburu mereka (para anggota Kongres).”
Jaksa berpendapat Trump bukanlah ”penonton yang tidak bersalah”. Dia ”pemicu utama” kerusuhan yang mematikan di Capitol. Sang presiden dinilai telah menghabiskan waktu berbulan-bulan menyebarkan hoaks pemilu dan menggelorakan massa pendukung untuk menggagalkan kemenangan Biden.
Meski sebagian besar juri Senat telah siap memutuskan untuk membebaskan atau menghukum Trump, mereka terpaku dan terdiam menyaksikan video yang menyeramkan itu. Jeritan rekaman audio dan video memenuhi ruang Senat. Para senator menggelengkan kepala, melipat tangan, dan mengerutkan dahi.
Seorang Republikan, James Lankford dari Oklahoma, menundukkan kepalanya. Seorang rekannya duduk berpangku tangan. ”Pada 6 Januari, Presiden Trump membiarkan semua orang di Capitol untuk mati,” kata Joaquin Castro, jaksa penuntut dan Senator Demokrat dari Texas.
Senator Republikan, Mitt Romney, melihat lagi dirinya dalam rekaman itu, tampak dia terbirit-birit di sebuah lorong Capitol untuk menghindari massa. Romney merasa bersyukur karena ada petugas yang telah mengarahkannya agar menjauh dari massa. Sungguh mengerikan.
Pence, yang telah memimpin sesi untuk mengesahkan kemenangan Biden atas Trump sehingga dia pun dikritik Trump, tampak dalam video itu sedang dilarikan ke tempat yang aman. Ia berlindung di sebuah kantor bersama keluarganya hanya 100 kaki dari massa perusuh.
Adapun Pelosi dievakuasi dari kompleks Capitol sebelum massa mendatangi kantornya. Stafnya bersembunyi di balik pintu tertutup. Pada satu momen dramatis, video menunjukkan polisi menembak ke arah massa melalui jendela yang pecah, menewaskan seorang wanita asal San Diego, Ashli Babbitt.
Di video yang lain, seorang anggota polisi terlihat dikeroyok oleh massa. Polisi yang kewalahan menghadapi amuk massa tampak panik mengumumkan bahwa mereka sangat terancam dan mendesak petugas kepolisian untuk menyelamatkan diri. Tidak lama setelah itu, seorang polisi dilaporkan tewas.
”Ketika Anda melihat semua bagian dalam satu bingkai utuh ... besarnya ancaman ini, tidak hanya bagi kita sebagai manusia, sebagai anggota parlemen, tetapi ancaman terhadap institusi dan apa yang diwakili Kongres, itu sangat mengganggu,” kata Senator Republikan, Lisa Murkowski, dari Alaska.
Trump adalah presiden pertama yang menghadapi persidangan pemakzulan setelah meninggalkan jabatannya dan dua kali didakwa untuk dimakzulkan. Dia dituduh menggelorakan massa untuk menyerbu Capitol, yang menurut pengacaranya dilindungi Amendemen Pertama Konstitusi.
Partai Demokrat DPR menunjukkan setumpukan besar bukti yang diambil dari mantan presiden itu sendiri, antara lain berupa ratusan cuitan dan komentar Trump yang memuncak dalam seruannya pada 6 Januari untuk pergi ke Capitol dan ”berjuang sekuat tenaga” untuk membalikkan kekalahannya.
Trump kemudian tidak melakukan apa pun untuk membendung kekerasan dan menyaksikan dengan ”kegembiraan”, kata mereka, ketika massa menggeledah gedung ikonik itu.
”Bagi kita, ini mungkin terasa seperti kekacauan dan kegilaan, tetapi ada metode untuk kegilaan hari itu,” kata Senator Demokrat, Jamie Raskin, selaku jaksa penuntut, yang menunjuk Trump sebagai penghasut.
”Dan, ketika gerombolannya menyerbu dan menduduki Senat dan menyerang DPR serta menyerang penegak hukum, dia menontonnya di TV seperti menonton reality show. Dia (Trump) menikmatinya,” kata Raskin.
Proses hari itu dibuka setelah awal yang emosional pada Selasa yang membuat mantan presiden marah ketika pengacaranya menyampaikan pembelaan yang berkelok-kelok dan gagal menghentikan persidangan atas dasar konstitusional. Beberapa sekutu menyerukan perombakan lagi untuk tim hukumnya.
Jaksa berpendapat, kata-kata Trump adalah bagian dari ”kebohongan besar”. Karena norma-norma sipil dilanggar di masa Trump, jaksa penuntut berusaha untuk mengingatkan para senator dan rakyat AS betapa luar biasanya memiliki presiden yang sehari-hari bekerja hanya untuk mendiskreditkan pemilu.
Selama musim semi dan musim panas, Trump menyebarkan klaim-klaim palsu tentang pemilu. Dia sama sekali tidak berkomitmen mengalihkan kekuasaan secara damai. Trump tetap menyatakan dirinya sebagai pemenang; jika Biden memang itu adalah hasil pemilu yang curang.
Sidang pemakzulan Trump berikutnya diperkirakan menyinggung kasus-kasus lain. Salah satunya adalah kasus Trump didakwa menekan Ukraina dengan menggunakan topik bisnis putra Joe Biden. Sementara DPR kembali menyoroti Trump pada Kamis (11/2/2021) waktu Washintong DC. (AP/AFP)