Biden dan Xi Berbicara soal Berbagai Isu, dari Xinjiang hingga Hong Kong
Presiden AS Joe Biden memanfaatkan tiga minggu pertamanya setelah dilantik untuk berkomunikasi dengan para pemimpin di kawasan Indo-Pasifik, termasuk dengan Presiden China Xi Jinping.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Presiden Amerika Serikat Joe Biden berbicara dengan Presiden China Xi Jinping melalui sambungan telepon, Rabu (10/2/2021) waktu AS. Kontak dengan Xi ini yang pertama sejak Biden memenangi pemilu November 2020 dan dilantik menjadi presiden AS pada Januari lalu.
Bagi Xi, komunikasi itu juga yang pertama kalinya berbicara dengan Presiden AS setelah Maret 2020 setelah terakhir berbicara dengan Presiden Ke-45 AS Donald Trump. Sejak saat itu, hubungan kedua raksasa ekonomi ini telah merosot hingga ke titik terendahnya dalam beberapa dekade terakhir.
Komunikasi dengan Xi itu berlangsung hanya beberapa jam setelah Biden mengumumkan rencana gugus tugas Pentagon untuk mengkaji strategi keamanan nasional AS di China. Juga setelah Biden berencana menjatuhkan sanksi terhadap rezim militer Myanmar pascakudeta awal Februari ini.
Gedung Putih menyebutkan, Biden memberikan ”ucapan selamat dan harapan terbaik” bagi rakyat China yang merayakan Tahun Baru Imlek.
Dalam percakapan itu, Biden ”menekankan keprihatinan fundamentalnya soal tindakan keras dan praktik ekonomi yang tidak adil Beijing, kekerasan di Hong Kong, pelanggaran HAM di Xinjiang, dan meningkatnya tindakan tegas Beijing di kawasan termasuk terhadap Taiwan”.
Biden dan Xi ”bertukar pandangan tentang respons terhadap pandemi Covid-19 dan tantangan-tantangan ketahanan kesehatan global, perubahan iklim, dan mencegah proliferasi senjata”.
Biden juga menyampaikan kepada Xi bahwa AS ingin melestarikan ”Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka”.
Sebaliknya, kepada Biden Xi mengatakan bahwa konfrontasi China dan AS akan menjadi bencana dan keduanya harus membangun kembali hubungannya untuk menghindari penilaian yang salah.
Berdasarkan laporan stasiun televisi China, Xi menekankan kembali bahwa kerja sama merupakan satu-satunya pilihan dan kedua negara perlu mengelola perselisihan secara konstruktif.
Beijing dan Washington perlu membangun kembali berbagai mekanisme dialog untuk saling memahami keinginan satu sama lain dan menghindari kesalahpahaman.
Xi juga berharap AS akan berhati-hati menanggapi isu yang terkait Taiwan, Hong Kong, dan Xinjiang karena itu menyangkut kedaulatan dan kesatuan wilayah China.
Biden memanfaatkan tiga minggu pertamanya sebagai presiden untuk berkomunikasi dengan para pemimpin di kawasan Indo-Pasifik. Ia telah mencoba mengirimkan pesan bahwa dirinya akan mengambil pendekatan berbeda yang radikal terhadap China dibandingkan Presiden Ke-45 AS Donald Trump yang menempatkan perdagangan dan ekonomi di atas segalanya dalam hubungannya dengan China.
Bulan lalu, saat berbicara dengan Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga, Biden menekankan komitmen AS untuk melindungi Kepulauan Senkaku, gugusan pulau tak berpenghuni yang dikelola oleh Tokyo, tetapi diklaim oleh Beijing.
Sementara itu, dalam pembicaraannya dengan Perdana Menteri India Narendra Modi, Biden menggarisbawahi kebutuhan ”kerja sama yang erat untuk mempromosikan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka”.
Adapun ketika berbicara dengan Perdana Menteri Australia Scott Morrison pekan lalu, Presiden Ke-46 AS itu menyatakan bahwa aliansi kedua negara sangat esensial bagi stabilitas di kawasan.
Para ajudan Biden, yang berulang kali mendengar negara-negara di Asia Pasifik yang menyatakan bahwa mereka prihatin dengan retorika Trump yang ditujukan kepada mitra-mitranya di kawasan, menyatakan akan mengurangi pasukan di Korea Selatan dan interaksi yang janggal dengan diktator Korea Utara Kim Jong Un.
Salah seorang ajudan Biden yang tak mau disebutkan namanya menyampaikan, negara-negara mitra AS di kawasan dengan jelas menyatakan ingin terlibat dalam pendekatan yang terarah dan mantap.(REUTERS/AFP/AP)