Selandia Baru Kirim Pesan Tegas kepada Myanmar
Kudeta militer di Myanmar mulai menuai reaksi konkret secara politik dan ekonomi dari komunitas internasional.
Kudeta militer di Myanmar mulai memicu tindakan tegas dari negara lain. Selandia Baru menangguhkan kerja sama militer dan politik. Investor Singapura pun mencabut investasinya.
WELLINGTON, SELASA — Tindakan militer Myanmar yang merampas kekuasaan sipil hasil pemilu demokratis dan menindak keras para pengunjuk rasa damai telah memicu respons yang kuat dari negara lain.
Selandia Baru, misalnya, menangguhkan kerja sama militer dan politik dengan Myanmar. Investor asing asal Singapura pun mencabut investasi yang terkait dengan militer negara pariah itu.
Wellington mengumumkan tindakan tegas, yakni menghentikan kontak militer dan politik tingkat tinggi dengan rezim junta militer Myanmar, Selasa (9/2/2021). Hal ini merupakan langkah internasional pertama untuk mengisolasi junta militer yang mengudeta pemerintahan konstitusional dan demokratis Myanmar, 1 Februari 2021.
Baca juga: Dewan Keamanan PBB Coba Galang Satu Suara untuk Myanmar
Saat mengumumkan langkah tersebut, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menyerukan komunitas internasional untuk mengecam keras kudeta militer di Myanmar. Selain menyerukan isolasi internasional, Selandia Baru juga menerapkan larangan bepergian bagi tokoh-tokoh senior militer Myanmar.
”Setelah bertahun-tahun bekerja keras membangun demokrasi di Myanmar, saya rasa setiap warga Selandia Baru akan sangat terpukul melihat langkah militer Myanmar itu beberapa hari lalu,” kata Ardern kepada wartawan. ”Pesan penting kami ialah kami akan melakukan apa pun yang bisa kami lakukan dari sini di Selandia Baru,” ujar Ardern.
Militer Myanmar melakukan kudeta senyap pemerintahan sipil yang dipimpin tokoh pejuang demokrasi, Aung San Suu Kyi, 1 Februari. Selain, menahan Suu Kyi, militer juga menahan Presiden Win Myint dan ratusan politisi partai Liga Nasional untuk Demokrasi (LND) yang berkuasa.
Panglima Militer Myanmar atau Tatmadaw Jenderal Senior Min Aung Hlaing langsung menetapkan negara dalam keadaan darurat hingga satu tahun ke depan.
Bantuan diawasi
Ardern menyatakan, Selandia Baru ingin agar Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa menggelar pertemuan khusus untuk membahas perkembangan situasi di Myanmar. Kudeta itu sudah besar kemungkinan diikuti dengan tindakan yang melanggar HAM sehingga perlu dibahas secara khusus.
Kami sangat berhati-hati dengan bantuan dan agar semua kerja pembangunan apa pun yang kami lakukan di sana tidak menguntungkan rezim yang ada.
Ardern menambahkan, program bantuan dari Selandia Baru untuk Myanmar senilai 30,5 juta dollar AS akan tetap dilanjutkan. Namun, penggunaan bantuan perlu diawasi Selandia Baru agar tidak menguntungkan atau dikuasai oleh junta militer negara itu.
”Kami sangat berhati-hati dengan bantuan dan agar semua kerja pembangunan apa pun yang kami lakukan di sana tidak menguntungkan rezim yang ada,” kata Ardern.
Baca juga: Militer Mynamar Takut Kehilangan Kekuasaan Politik dan Ekonomi
Meski demikian, Ardern menyadari bahwa Selandia Baru tidak memiliki pengaruh atas militer Myanmar. Namun, dalam pertemuan terakhirnya dengan Suu Kyi, pemimpin sipil Myanmar itu pernah menyampaikan terima kasih karena Selandia Baru membantu Myanmar dalam transisi demokrasi.
”Mungkin posisi Selandia Baru dalam hal ini tidak relevan. Namun, dalam sebuah pertemuan bersama kami dengan Aung San Suu Kyi, ia menyebut perwakilan Selandia Baru di Myanmar,” kata Ardern. ”Mereka sangat dihargai dan dihormati dan saya pikir mereka memiliki peran yang konstruktif pada masa kritis bagi Myanmar dan transisi demokrasinya.”
Dalam kesempatan berbeda, Menteri Luar Negeri Selandia Baru Nanaia Mahuta mengatakan, negaranya tidak mengakui legitimasi pemerintahan junta militer Myanmar. Wellington mendesak militer di Myanmar untuk segera membebaskan semua tahanan politik dan segera memulihkan kembali kekuasaan sipil.
Cabut investasi
Selain reaksi politik, kudeta militer di Myanmar juga mendapat respons negatif dari investor. Seorang pebisnis terkemuka dari Singapura mengatakan bahwa dirinya akan mencabut semua investasinya pada perusahaan produk tembakau yang berhubungan dengan para petinggi dan institusi militer Myanmar.
Lim Kaling, salah satu pendiri sekaligus direktur grup gim Razer yang terdaftar di Hong Kong, Selasa, menyebutkan, dirinya memiliki saham minoritas Virginia Tobacco Company melalui RMH Singapore Pte Ltd dengan kepemilikan 49 persen.
Baca juga: Pemerintahan Sipil Suu Kyi dan Kepentingan Bisnis Petinggi Militer
Menurut dia, saham Virginia Tobacco selebihnya dimiliki Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL), satu dari dua perusahaan induk yang dijalankan militer Myanmar berdasarkan laporan PBB pada 2019.
”Peristiwa terbaru di sana (Myanmar) membuat saya sangat prihatin,” kata Lim dalam pernyataannya melalui surat elektronik. Ia menyatakan sedang ”menjajaki pilihan pelepasan bertanggung jawab” sepertiga sahamnya di RMH, satu-satunya investasinya di negara yang memiliki sejarah panjang otoritarianisme militer itu.
Perusahaan asing yang berinvestasi di Myanmar berada di bawah pengawasan yang ketat setelah kudeta militer 1 Februari. Perusahaan minuman asal Jepang, Kirin Holdings, telah lebih dulu menghentikan kerja samanya dengan perusahaan bir yang terkait dengan MEHL, pekan lalu.
Sejumlah anak perusahaan MEHL bergerak di berbagai industri, mulai dari tambang rubi dan giok hingga pariwisata dan perbankan. Entitas bisnis itu dimiliki dan di bawah pengaruh Hlaing serta jenderal aktif dan pensiunan.
Sementara itu, unjuk rasa menentang kudeta militer terus berlanjut. Massa juga menuntut pembebasan Suu Kyi, Myint, dan para politisi senior lainnya di tubuh partai NLD yang berkuasa.
PBB mengecam polisi Myanmar karena menembakkan peluru karet dan gas air mata untuk membubarkan demonstrasi. Penggunaan kekuatan seperti itu tidak proporsional dan sulit diterima. (AFP/REUTERS/AP/ADH/CAL)