Dewan Keamanan PBB gagal menyetujui deklarasi bersama terhentinya kerja Komite Konstitusi membuat draf amandemen konstitusi Suriah. Rusia menggagalkan upaya itu.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
GENEVA, RABU — Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Selasa (9/2/2021), gagal menyetujui deklarasi bersama tentang Suriah. Rusia, sekutu utama Presiden Suriah Bashar al-Assad, berulang kali memblokir upaya itu dan membuat proses perdamaian kembali menemui jalan buntu.
Geir Pedersen, utusan tertinggi PBB untuk Suriah, menyatakan kekecewaannya karena Dewan Keamanan (DK) PBB kembali gagal bersikap atas kegagalan diskusi pendahuluan, forum yang dibuat untuk merevisi konstitusi Suriah, yang berakhir tanpa kemajuan.
DK PBB gagal menyepakati substansi deklarasi yang berisi pernyataan penyesalan bahwa 17 bulan setelah peluncuran Komite Konstitusional yang dimiliki dan dipimpin oleh warga Suriah sendiri, reformasi konstitusi belum dimulai.
”Perpecahan saat ini dalam komunitas internasional perlu dijembatani, dalam upaya menentukan langkah bersama dan timbal balik yang dapat menciptakan kepercayaan dan kepercayaan diri serta membangkitkan pergerakan pada sejumlah isu,” kata Pedersen.
Draf pernyataan yang direvisi dan menghilangkan ekspresi penyesalan serta tidak menyebutkan komite konstitusional, menurut para diplomat, adalah atas permintaan Pemerintah Rusia, sekutu utama Pemerintah Suriah. Akan tetapi, setelah ada keberatan dari sejumlah negara Barat anggota DK PBB, upaya Inggris yang kini memimpin DK PBB untuk mengeluarkan pernyataan dibatalkan.
Para diplomat mengatakan kepada AFP bahwa kekuatan Barat telah sepakat selama pertemuan hari Selasa dalam mengutuk ”kegagalan” proses politik. Seorang perwakilan menuduh Komite Konstitusional tidak mencapai apa-apa dan menyalahkan rezim Suriah atas ”taktik penundaan”.
Setelah kegagalan DK PBB menghasilkan deklarasi bersama, tiga negara anggota Uni Eropa, yaitu Estonia, Perancis, dan Irlandia, bersama dua negara lain, yakni Jerman dan Belgia, mengeluarkan pernyataan yang menyesalkan ketiadaan kemajuan substansial upaya revisi konstitusi Suriah dan penyesalan bahwa rezim Assad terus menghalangi proses ini dengan cara menolak terlibat aktif dan konstruktif ini.
Rasa frustrasi Pedersen terbukti ketika dia berbicara dengan sejumlah jurnalis dari Geneva seusai memberikan pengarahan kepada DK PBB. Dia menyebut Komite Konstitusi yang mendapat mandat merevisi konstitusi Suriah telah melewatkan kesempatan besar menuju damai. Pedersen mengisyaratkan delegasi Pemerintah Suriah harus disalahkan atas capaian Komite Konstitusi.
Pedersen mengatakan kepada anggota dewan bahwa dirinya membutuhkan keterlibatan yang kredibel untuk memastikan bahwa jika komite berkumpul kembali akan berfungsi dengan baik, bekerja dengan cepat, dan mencapai beberapa hasil dan kemajuan yang berkelanjutan.
Selain itu, hal terpenting lain dan menjadi poin kunci, menurut Pedersen, adalah perlunya diplomasi internasional yang konstruktif di Suriah. Dia meyakini, tanpa diplomasi yang konstruktif, tidak akan ada kemajuan dalam proses amandemen konstitusi ataupun dalam masalah lain agar jalan menuju perdamaian bisa terbuka lebar.
Sebanyak dua draf yang diusulkan pada pertemuan DK PBB, Selasa (9/2), mengacu pada perlunya para pihak mematuhi resolusi DK PBB yang diadopsi pada Desember 2015, yang dengan suara bulat mendukung peta jalan menuju perdamaian di Suriah. Resolusi itu disetujui di Geneva, 30 Juni 2012, oleh perwakilan PBB, Liga Arab, Uni Eropa, Turki, dan lima anggota tetap DK PBB.
Peta jalan tersebut menyerukan proses politik yang dipimpin Suriah dimulai dengan membentuk badan pemerintahan transisi, diikuti dengan penyusunan konstitusi baru dan diakhiri dengan pemilihan yang diawasi oleh PBB. Resolusi tersebut menyatakan, pemilihan umum yang bebas dan adil harus memenuhi standar internasional tertinggi penyelenggaraan pemilihan dalam hal transparansi dan akuntabilitas, dengan semua warga Suriah, termasuk anggota diaspora, memenuhi syarat untuk berpartisipasi.
Pada konferensi perdamaian Suriah yang diselenggarakan Rusia pada Januari 2018, para pihak sepakat membentuk komite konstitusi yang beranggotakan 150 orang. Kemudian, untuk mengefektifkan kerja-kerja dalam proses amandemen, sebuah badan kecil beranggotakan 45 orang dibentuk. Namun, sejauh ini, tidak ada kemajuan yang berarti.
Pedersen menyatakan, dia telah menjelaskan kepada DK PBB bahwa ketika Komite Konstitusi bertemu kembali dalam sebuah forum konsultasi bersama dengan Pemerintah Suriah, oposisi, dan masyarakat sipil, yang harus menjadi fokus adalah soal prosedur, rencana kerja, dan masalah substantif lain yang menyangkut keberlanjutan proses perdamaian. (AP/AFP)