Iran dan AS bergeming di posisinya masing-masing soal siapa yang harus lebih dulu bergerak kembali ke kesepakatan nuklir atau JCPOA 2015.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
TEHERAN, SENIN — Iran dan Amerika Serikat mempertahankan sikap masing-masing, menolak membuka kemungkinan terjadinya pembicaraan kembali soal pelaksanaan Rencana Aksi Komprehensif Bersama atau JCPOA 2015. Iran juga menolak tawaran Pemerintah Perancis untuk menjadi penengah dalam upaya menghidupkan kembali kesepakatan nuklir tersebut.
”Kesepakatan nuklir tidak membutuhkan mediator,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh, Senin (8/2/2021), tanpa secara spesifik menyebut Perancis. Namun, komentar ini menanggapi pernyataan yang baru-baru ini dikeluarkan Presiden Perancis Emmanuel Macron yang menyatakan keinginannya menengahi perang urat saraf Iran-AS.
Macron pekan lalu mengatakan bahwa dia siap untuk bertindak sebagai ”perantara yang jujur” dalam pembicaraan antara pemerintahan baru Presiden AS Joe Biden dan Teheran setelah kesepakatan multilateral JCPOA dibatalkan oleh Presiden ke-45 AS Donald Trump.
”Saya akan melakukan apa pun yang saya bisa untuk mendukung inisiatif Pemerintah AS untuk kembali terlibat dalam dialog. Saya akan mencoba menjadi perantara yang jujur dan perantara yang berkomitmen dalam dialog ini,” kata Macron.
Kesepakatan penting tahun 2015 telah digantung sejak pemerintahan Trump secara sepihak menariknya pada tahun 2018 dan menerapkan kembali sanksi terhadap Teheran. Setahun kemudian, Iran menangguhkan kepatuhannya atas sebagian besar komitmen nuklir utama dalam kesepakatan itu.
Pemerintahan AS di bawah Presiden Joe Biden telah menyatakan kesediaan untuk kembali ke kesepakatan itu. Namun, mereka bersikeras bahwa Teheran harus terlebih dahulu melanjutkan kepatuhan penuh.
Namun, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menyatakan bahwa seharusnya pihak yang pertama kali harus patuh dan kembali pada komitmen awal kesepakatan adalah AS.
Jerman, Perancis dan Inggris, tiga kekuatan Eropa yang menandatangani kesepakatan nuklir bersama dengan AS, menurut Khamenei, juga tidak lagi memiliki hak untuk menetapkan persyaratan karena mereka mengingkari komitmen mereka terlebih dahulu.
”Untuk waktu yang sangat singkat setelah kesepakatan, mereka untuk sementara mencabut beberapa sanksi. Namun, kemudian mereka berbalik lagi dan bahkan memperberat sejumlah sanksi,” kata Khamenei dalam pertemuan dengan komandan dari angkatan udara, dikutip dari kantor berita Iran, IRNA.
”Jadi, mereka tidak punya hak untuk mengatur kondisi ini. Pihak yang berhak menetapkan syarat kelanjutan JCPOA adalah Iran karena Iran telah memenuhi semua komitmennya sejak awal,” tambah Khamenei.
Pemimpin tertinggi mengatakan, Iran telah menetapkan persyaratan untuk kesepakatan itu, yang tidak akan mundur darinya. ”Jika mereka ingin Iran kembali ke komitmen JCPOA, AS harus sepenuhnya mencabut sanksi dan tidak hanya secara verbal di atas kertas. Mereka harus mencabut sanksi dalam tindakan dan akan kami verifikasi,” ujarnya.
Menlu Iran Javad Zarif mengatakan, masih ada waktu bagi AS untuk berpikir dan merumuskan kembali kebijakannya. ”Pernyataan mereka tidak jelas dan tidak berarti. Mereka masih punya waktu untuk memperbaiki kata-kata mereka,” kata Zarif.
Presiden AS Joe Biden telah menyatakan dirinya tidak akan mencabut sanksi perekonomian atas Iran secara sepihak. Biden menilai semua pihak harus menghormati sekaligus berkomitmen pada kesepakatan nuklir itu.
Dalam wawancara CBS yang ditayangkan pada Minggu (7/2/2021), saat ditanya apakah Biden akan menghentikan sanksi atas Teheran untuk meyakinkan Iran agar kembali ke meja perundingan terkait program nuklirnya, Biden dengan jelas menjawab, ”Tidak.”
Wartawan itu kemudian bertanya apakah itu artinya Iran harus menghentikan pengayaan uraniumnya terlebih dahulu. Pertanyaan itu mendapat anggukan tegas dari Biden. (AFP/BEN/MHD)