Biden Siap Bersaing, tetapi Menghindari Konflik dengan China
Biden tampaknya memusatkan diplomasi awal diri dan pemerintahannya melalui kontak telepon pertamanya dengan sekutu AS. Namun, hal itu tidak berarti dirinya tidak melupakan persaingan AS dengan China.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
WASHINGTON, MINGGU — Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan, dirinya akan tetap menempatkan negaranya dalam persaingan dengan China. Namun, Washington memilih mengelola persaingan itu dalam dinamika hubungan baru tanpa perlu konflik secara terbuka dengan Beijing.
Dalam sebuah wawancara yang disiarkan pada Minggu (7/2/2021), Biden mengakui, dirinya belum berbicara secara langsung dengan Presiden China Xi Jinping sejak pelantikannya pada 20 Januari. Biden hanya mengatakan, dirinya telah bertemu berkali-kali dengan Xi ketika ia menjadi wakil presiden beberapa tahun lampau. ”Saya mengenalnya cukup baik,” kata Biden dalam kutipan wawancara yang disiarkan media CBS.
Namun, pada awal masa pemerintahannya, Biden tampaknya lebih memperhatikan relasinya dengan mitra tradisionalnya. Hal itu ditandai dengan kontak telepon pertamanya. Biden sejauh ini telah berbicara dengan pemimpin Kanada, Meksiko, Inggris, Perancis, Jerman, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Sekretaris Jenderal NATO. Dia juga terlibat dalam percakapan telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Biden mengungkapkan, jika waktu sudah tersedia, baik dirinya maupun Xi, bakal banyak hal yang dibicarakan oleh keduanya. Dalam wawancara dengan CBS, Biden menggambarkan sosok Xi sebagai ”sangat cerdas” dan ”sangat tangguh”.
Tak lama setelah Biden menggantikan Donald Trump di Gedung Putih, juru bicara Kementerian Luar Negeri China mengindikasikan harapan pada Washington. Beijing mengatakan bahwa ”setelah masa yang sangat sulit dan luar biasa, baik rakyat China maupun Amerika berhak mendapatkan masa depan yang lebih baik”.
Beijing juga menyambut baik keputusan pemerintahan Biden untuk tetap berada di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan kembali ke Perjanjian Iklim Paris. Namun, pemerintahan baru Biden diperkirakan tidak mungkin mengubah secara signifikan kebijakan AS atas sejumlah hal lain, yakni tentang perdagangan, dinamika Taiwan-China, persoalan hak asasi manusia, dan dinamika di Laut China Selatan yang telah membuat marah pemerintah Xi.
Biden mengungkapkan, dirinya sudah pernah membicarakan sesuatu dengan Xi, yang pada intinya, ia ingin agar hubungan AS-China tidak perlu diwarnai dengan sebuah konflik, apalagi konflik terbuka. Namun, Biden menambahkan adanya persaingan di antara kedua negara. ”Persaingan yang ekstrem. Saya tidak akan melakukannya seperti yang dia ketahui. Hal itu karena dia juga mengirimkan sinyal serupa,” kata Biden.
Itu artinya, menurut Biden, dia tidak akan melanjutkan model relasi AS-China seperti yang dilakukan Trump. Biden ingin fokus pada aturan internasional.
Tengah pekan lalu penasihat keamanan nasional AS, Jake Sullivan, menyatakan, Presiden Biden tidak akan melulu menaruh perhatian dalam persaingannya dengan China. Biden juga berupaya memperbaiki kualitas demokrasi AS di dalam negeri AS sendiri. Perbaikan kualitas domestik itu juga dinilai penting bagi Biden dalam upaya memenangi persaingan dengan China. Strategi pemerintahan baru Biden itu termasuk memperbarui aliansi dan investasi yang kuat dalam teknologi untuk memastikan AS mempertahankan keunggulannya.
Sullivan mengatakan bahwa China lebih eksplisit menilai model kepemimpinan. ”Mereka menunjuk pada disfungsi dan perpecahan di Amerika Serikat dan berkata, lihat itu, sistem mereka tidak berfungsi, sistem kami berfungsi,” kata Sullivan di Institut Perdamaian AS.
Berkaca dari kritik itu, menurut Sullivan, hal utama dan pertama yang harus dilakukan Washington adalah memperbarui fondasi fundamental demokrasi AS itu sendiri. ”Dan, itu berlaku untuk segala hal, mulai dari sistem demokrasi kita sendiri, masalah ketidaksetaraan rasial, hingga masalah ketidaksetaraan ekonomi. Semua hal yang telah berkontribusi pada Amerika,” katanya.
Pemerintahan Biden juga akan sangat mempromosikan penelitian di berbagai bidang, termasuk kecerdasan buatan, komputasi kuantum, bioteknologi, dan energi bersih. ”Itu membutuhkan kombinasi kerja sama yang erat dengan sekutu dan mitra dalam membuat investasi publik yang agresif dan ambisius di AS sehingga kami tetap menjadi yang terdepan,” kata Sullivan.
Di sisi lain, Sullivan mengatakan, Washington tetap akan keras terhadap Beijing di beberapa hal. Hal-hal itu meliputi kebijakan dan langkah yang diambil China di Xinjiang, apa yang dilakukan Beijing di Hong Kong, serta ancaman China terhadap Taiwan.