Siasati Keterbatasan Vaksin, Inggris Uji Kombinasikan Vaksin Pfizer-AstraZeneca
Inggris mencoba memberikan dua dosis vaksin Covid-19 dari vaksin yang berbeda melalui uji klinis. Hasil dari studi ini diharapkan bisa membuat kampanye vaksinasi lebih fleksibel.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
LONDON, KAMIS — Inggris meluncurkan uji klinis untuk menilai respons imun yang dihasilkan dari kombinasi suntikan dua dosis vaksin Covid-19 dari Pfizer dan AstraZeneca. Diharapkan hasil studi ini memberikan fleksibilitas pemberian vaksin di tengah pasokan yang terbatas.
Para peneliti yang melakukan uji klinis ini mengatakan, data dari orang yang divaksin dua dosis vaksin Covid-19 yang berbeda itu akan membantu memahami apakah vaksinasi Covid-19 bisa dilakukan lebih fleksibel. Data awal respons imun partisipan kemungkinan sudah bisa diperoleh sekitar Juni mendatang.
”Studi ini akan memberikan kita wawasan yang lebih luas soal bagaimana kita memanfaatkan vaksin untuk mengalahkan penyakit ini,” kata Jonathan Van Tam, Wakil Ketua Tenaga Medis Inggris, Kamis (4/2/2021).
Menurut Van Tam, dengan adanya tantangan memvaksin jutaan warga di tengah kekurangan pasokan vaksin, data dari studi tersebut akan mendukung kampanye vaksinasi yang lebih ”fleksibel”.
Panduan vaksinasi Covid-19 di Inggris dan Amerika Serikat menyatakan bahwa vaksin Covid-19 tidak bisa dipertukarkan, tetapi bisa dicampur jika jenis yang sama tidak tersedia untuk pemberian dosis kedua atau jika tidak diketahui jenis vaksin yang sudah diberikan pada dosis pertama.
Inggris, negara Barat pertama yang meluncurkan kampanye vaksinasi Covid-19, telah menerapkan cara pemberian vaksin yang berbeda dengan tren internasional, yaitu menetapkan interval pemberian dosis pertama dan kedua lebih lama, yaitu selama 12 minggu. Tujuannya adalah untuk memberikan dosis pertama pada lebih banyak penduduk.
Dosis penguat
Uji klinis ini akan menguji respons imun dari pemberian satu dosis vaksin Covid-19 Pfizer yang diikuti oleh dosis kedua, yaitu vaksin dari AstraZeneca sebagai penguat (booster) dengan interval empat dan 12 minggu. Uji klinis juga dilakukan dengan urutan pemberian sebaliknya, yakni dosis pertama vaksin AstraZeneca, diikuti dosis kedua vaksin Pfizer.
Kedua vaksin Covid-19, yaitu dari Pfizer-BioNTech yang berbasis mRNA dan dari AstraZeneca-Oxford yang berbasis vektor adenovirus, sudah diberikan kepada warga Inggris. Interval pemberian dosis pertama dan kedua masing-masing vaksin 12 minggu.
Akan ada lebih banyak vaksin Covid-19 yang akan diikutsertakan dalam uji klinis kombinasi vaksin jika nanti ada vaksin Covid-19 baru yang mendapat izin penggunaan darurat.
Rekrutmen partisipan uji klinis sudah dimulai pada Kamis (4/2/2021). Diharapkan ada setidaknya 800 orang yang turut serta dalam studi selama 13 bulan tersebut. Lingkup uji klinis ini lebih kecil dari uji klinis yang dilakukan untuk menguji efikasi vaksin. Uji klinis tersebut mencari partisipan berusia 50 tahun ke atas yang kemungkinan memiliki risiko terinfeksi lebih besar dibandingkan orang dengan usia lebih muda dan belum pernah divaksin Covid-19.
Meski demikian, para peneliti menambahkan bahwa studi itu tidak akan mengkaji efikasi keseluruhan kombinasi vaksin yang diberikan, tetapi mengukur respons antibodi dan sel-T serta memantau kemungkinan efek sampingnya.
Matthew Snape, ahli vaksin dari Oxford yang memimpin studi ini, menuturkan bahwa hasil awal dari studi ini akan menentukan distribusi vaksin pada semester kedua tahun ini. ”Kita akan mendapatkan hasilnya, sesuai harapan, pada Juni atau sekitar itu, yang akan menunjukkan penggunaan dosis penguat di masyarakat umum,” kata Snape.
Vaksin Covid-19 AstraZeneca juga diujikan secara kombinasi dengan vaksin Sputnik V, vaksin Covid-19 dari Rusia. Kepala peneliti AstraZeneca menyebut bahwa perlu lebih banyak studi sebelum kombinasi vaksin Covid-19 dilakukan kepada masyarakat.(REUTERS/AP/AFP)