AS Masih Dingin dengan Proposal Iran untuk Kembali ke Kesepakatan Nuklir
Pemerintah AS-Iran mengajukan syarat agar masing-masing bisa kembali ke kesepakatan nuklir. Pada saat sama, Iran terus mengupayakan pengayaan uranium di situs nuklirnya. Ini membuat AS hati-hati dengan proposal Iran.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Presiden Amerika Serikat Joe Biden mendukung kembalinya AS dalam kesepakatan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) tahun 2015 setelah pada pemerintahan sebelumnya negara ini memutuskan keluar. Namun, dalam pandangan AS, terlalu dini bagi mereka untuk menerima proposal Iran pada Uni Eropa yang akan mengoordinasikan kembalinya AS dalam JCPOA.
Apalagi, pada saat yang sama, Washington melihat Iran terus melakukan pelanggaran perjanjian tersebut dengan pengayaan uranium di berbagai fasilitas nuklirnya serta pengembangan roket yang dinilai mendukung pengembangan senjata nuklir mereka.
”Jika Iran kembali memenuhi kewajibannya sesuai JCPOA, Amerika Serikat akan melakukan hal yang sama. Pemerintah akan berkonsultasi dengan sekutu, mitra, dan dengan Kongres sebelum kami mencapai titik di mana kami akan terlibat langsung dengan Iran serta (akan) bersedia menerima segala jenis proposal,” kata Ned Price, juru bicara Departemen Luar Negeri AS.
Iran bersikeras bahwa AS adalah pihak pertama yang harus mencabut semua sanksi yang dijatuhkan oleh pemerintahan sebelumnya kepada Teheran sebagai syarat kepatuhannya. ”AS perlu kembali ke kepatuhan dan Iran akan segera siap untuk menanggapi. Waktunya bukan masalah,” kata Zarif kepada CNN International.
Biden percaya bahwa Trump membuat kesalahan serius dengan meninggalkan kesepakatan yang diupayakan oleh mantan Presiden Barack Obama ketika Iran telah mematuhi isi perjanjian. Keluarnya AS pada 2018 dan upaya Trump untuk melakukan tekanan maksimum terhadap Teheran dengan mengupayakan sanksi baru melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa membuat Iran melakukan perlawanan.
Akan tetapi, perkembangan terbaru di Iran membuat pemerintahan Biden memilih bersikap hati-hati.
Laporan IAEA
Berdasarkan laporan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) yang diperoleh Reuters, Selasa (2/2/2021), Iran terus mengupayakan pengayaan uranium pada berbagai fasilitas nuklir bawah tanah miliknya. Dalam kesepakatan JCPOA disebutkan bahwa Iran boleh memurnikan uranium hanya di situs pengayaan utamanya, sebuah situs bawah tanah di Natanz dengan sentrifugal IR-1 generasi pertama.
Akan tetapi, pada tahun lalu, Iran mulai melakukan pengayaan di sana dengan kaskade atau kluster, mesin IR-2m yang jauh lebih efisien. Bahkan, pada Desember lalu, Iran menyatakan akan memasang tiga alat lagi untuk mempercepat proses pengayaan.
”Iran telah menyelesaikan instalasi satu dari tiga kaskade ini, yang berisi 174 sentrifugal IR-2m, dan, pada 30 Januari 2021, Iran mulai menyalurkan kaskade dengan UF6,” kata IAEA dalam sebuah laporan yang diperoleh Reuters, Selasa, mengacu pada bahan baku uranium heksafluorida. IAEA kemudian mengonfirmasi bahwa Teheran telah mulai memperkaya dengan kaskade kedua.
Laporan itu juga menunjukkan bahwa Teheran juga terus maju dengan pemasangan sentrifugal yang lebih canggih. Laporan itu menyebutkan, dari dua kaskade mesin IR-2m yang tersisa, instalasi satu telah dimulai, sementara instalasi lainnya hampir selesai.
Duta Besar Iran untuk IAEA Kazem Gharibabadi mencuit di Twitter bahwa Teheran juga telah mulai memasang sentrifugal IR-6 di Fordow, sebuah situs yang di bawah tanah di sebuah pegunungan. Di lokasi itu, para ahli nuklir Iran mulai memperkaya uranium hingga 20 persen kemurnian yang terakhir dicapai sebelum kesepakatan 2015.
Dalam laporan kedua pada Selasa malam yang juga ditinjau oleh Reuters, IAEA hanya mengatakan bahwa Iran telah memberi tahu dalam sebuah surat tertanggal 1 Februari bahwa dua kaskade sentrifugal IR-6 akan dipasang di Fordow untuk digunakan dengan mesin 1,044 IR-1 yang sudah memperkaya dalam enam kaskade di sana. Laporan itu tidak mengatakan pemasangan telah dimulai.
IAEA mengonfirmasi dalam sebuah pernyataan bahwa Iran telah memberi tahu bahwa dua kaskade akan dipasang di Fordow.
Program roket Iran
Selain program pengayaan nuklir yang dinilai makin membahayakan, peluncuran roket pembawa satelit Iran juga menimbulkan keprihatinan baru. Roket pembawa satelit atau kendaraan peluncur ruang angkasa diyakini akan sejalan dengan upaya Iran untuk memajukan pengembangan rudal balistik mereka.
”SLV menimbulkan kekhawatiran proliferasi yang signifikan karena fakta bahwa SLV menggabungkan teknologi yang identik dan dapat ditukar dengan teknologi yang digunakan dalam rudal balistik, termasuk sistem jarak jauh,” kata Deplu AS dalam pernyataannya.
Price menyatakan, tindakan terbaru Iran meningkatkan ”urgensi” bagi AS untuk menangani program nuklir Iran. ”Hal itu memperkuat keyakinan kami bahwa ini adalah tantangan yang harus segera kami tangani,” katanya. Dia mengatakan, mengacu pada masalah yang lebih luas untuk memastikan Iran tidak dapat mengembangkan senjata nuklir.
Pada saat yang sama, Pemerintah Israel mengatakan, Iran hanya butuh waktu enam bulan untuk menghasilkan bahan fisil yang cukup untuk satu senjata nuklir, lebih cepat dari perkiraan pejabat senior pemerintahan Biden.
Iran menyangkal niat untuk memproduksi senjata nuklir. Kesepakatan nuklir menetapkan batas kemurnian pengayaan 3,67 persen cocok untuk menghasilkan energi nuklir sipil dan jauh di bawah 90 persen untuk tingkat senjata. Iran juga membantah bahwa program luar angkasa ditujukan untuk meningkatkan bisnis dan tidak melanggar perjanjian internasional apa pun.
Upaya Iran membatalkan sanksi sepihak AS tidak hanya dilakukan melalui UE. Mahkamah Internasional, menurut rencana, Rabu (3/2) atau Kamis (4/2) waktu Indonesia, akan memutuskan apakah mereka berwenang untuk mengadili kasus tersebut atau sebaliknya sekaligus membatalkan sanksi sepihak itu. (AFP/REUTERS)