Jimmy Lai, taipan media Hong Kong yang ditangkap dengan UU Keamanan Nasional China, kembali mengajukan permohonan uang jaminan. Namun, majelis hakim belum memutuskan dan memerintahkan Lai tetap ditahan.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·2 menit baca
HONG KONG, SENIN — Taipan media Hong Kong, Jimmy Lai, diperintahkan untuk tetap ditahan, sementara hakim mempertimbangkan permohonan uang tebusan terbaru yang diajukannya untuk pembebasan pengusaha itu. Kasus ini menjadi tantangan pertama terhadap Undang-Undang Keamanan Nasional yang diberlakukan Beijing di Hong Kong tahun lalu.
”Sidang hari ini kemungkinan akan menjadi sidang pengadilan paling penting dalam sejarah Hong Kong pasca-1997,” kata Antony Dapiran, seorang pengacara Hong Kong.
Dalam sidang itu, Senin (1/2/2021), majelis hakim yang terdiri atas lima hakim mengemukakan argumen, mengapa permohonan uang jaminan Jimmy tidak dikabulkan meski ia telah sepakat menjalani tahanan rumah yang ketat.
Jaksa menegaskan, sudah jelas bahwa hukum Beijing menghendaki terdakwa pelanggaran UU Keamanan Nasional tidak berhak memiliki jaminan. ”Masyarakat jelas tidak bisa melakukan satu tindakan yang membahayakan keamanan nasional,” kata jaksa Anthony Chau.
Para hakim mengatakan, mereka akan menyampaikan putusannya di kemudian hari. Adapun Lai dikembalikan masuk ke tahanan. Kasus yang jadi perhatian publik tersebut menempatkan majelis hakim Hong Kong yang independen untuk berhadapan dengan kepemimpinan China yang berusaha membungkam perbedaan.
Jimmy, pemilik tabloid prodemokrasi Apple Daily, adalah salah seorang dari sedikitnya 100 pendukung demokrasi yang ditangkap di bawah UU Keamanan Nasional yang mulai diberlakukan Juni 2020.
Lai, pria berusia 73 tahun, didakwa ”berkolusi dengan kekuatan asing”–salah satu bentuk kejahatan dalam UU Keamanan Nasional–karena dituduh menyerukan unjuk rasa menentang penerapan sanksi pada Hong Kong dan China untuk menanggapi pembungkaman perbedaan pendapat.
Jimmy ditahan 3 Desember 2020. Ia awalnya bebas dengan uang jaminan sebesar 1,3 juta dollar AS setelah menyetujui sederetan persyaratan yang ketat, termasuk menjadi tahanan rumah dan tidak boleh melakukan wawancara atau mengunggah materi di media sosial, 23 Desember 2020. Seminggu kemudian, ia kembali ditangkap dan dikembalikan ke balik jeruji besi.
Penangkapan kembali itu sesuai dengan Pasal 42 UU Keamanan Nasional yang menyatakan bahwa ”tidak ada uang jaminan atas tersangka atau terdakwa tindak pidana kecuali hakim memiliki alasan yang cukup untuk percaya bahwa tersangka atau terdakwa tidak akan meneruskan tindakannya yang membahayakan keamanan nasional”.
Majelis hakim sekarang harus menyeimbangkan klausul hukum Beijing dan tradisi hukum di Hong Kong yang menjamin kebebasan berpendapat.
Para analis legal mengatakan, hasilnya akan menjadi indikasi apakah peradilan Hong Kong akan berfungsi–atau bahkan bisa berfungsi–menjadi semacam rem konstitusional terhadap UU Keamanan Nasional China.
UU Keamanan Nasional menjadi perubahan paling dramatis dalam hubungan Hong Kong dengan China sejak wilayah itu dikembalikan dari Inggris tahun 1997. UU tersebut mengkriminalisasi sejumlah pandangan politik dan merobohkan tembok penghalang hukum kedua wilayah itu. (AFP/REUTERS)