Kejar Vaksinasi, AstraZeneca Naikkan Porsi Pengiriman 30 Persen ke Eropa
AstraZeneca meningkatkan pengiriman vaksin Covid-19 ke wilayah Uni Eropa hingga 30 persen atau sekitar sembilan juta dosis. UE mengatasi ketertinggalan program vaksinasi warganya.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
BELGIA, SENIN — AstraZeneca akan meningkatkan pengiriman vaksin Covid-19 ke wilayah Uni Eropa hingga 30 persen atau sekitar sembilan juta dosis. Jadwal pengiriman akan dipercepat hingga satu pekan, diperkirakan pada pekan kedua Februari 2021, guna mengatasi ketertinggalan program vaksinasi warga di wilayah blok perdagangan itu.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen kepada penyiar ZDF Jerman mengatakan, AstraZeneca sepakat memajukan pengiriman vaksin dan terdapat peningkatan jumlah sebesar 30 persen daripada pesanan sebelumnya. ”Mereka memajukan pengiriman menjadi minggu depan. Dan, mereka akan meningkatkan jumlah dosis vaksin untuk Februari dan Maret sebesar 30 persen,” kata Von der Leyen.
Kesepakatan antara UE dan AstraZeneca ini melegakan karena pada pekan lalu perusahaan vaksin kerja sama Inggris-Swedia itu mengumumkan bahwa mereka hanya bisa memberikan seperempat dari jumlah dosis vaksin yang semula dijanjikan dikirim pada kuartal pertama tahun ini. AstraZeneca mengatakan hal itu terjadi karena salah satu pabriknya yang berlokasi di Belgia bermasalah.
Kini, kendala itu sudah berhasil diatasi dan, menurut von der Leyen, kapasitas produksi AstraZeneca di Eropa telah ditambah. Akan tetapi, dia juga mengakui bahwa Februari dan Maret akan tetap menjadi ”fase yang sulit” untuk pasokan vaksin.
Uni Eropa mengalami tekanan yang meningkat dalam beberapa hari terakhir karena dipaksa untuk merevisi target vaksinasi 450 juta warganya.
Angka resmi menunjukkan, di Inggris pada Sabtu (29/1), sebanyak 598.389 warga menjalani vaksinasi. Angka itu lebih banyak enam kali lipat dibandingkan dengan jumlah warga yang divaksin di Jerman. Sejauh ini, Jerman baru memberikan satu dosis untuk 2,2 persen populasinya. Sementara Inggris telah melakukan hal yang sama kepada 13,2 persen warganya.
Pada 19 Januari, UE menargetkan bahwa mereka akan memvaksinasi 80 persen tenaga profesional kesehatan dan warga berusia di atas 80 tahun pada Maret. Namun, masalah di internal AstraZeneca telah mengancam rencana tersebut.
Brussels secara tersirat menuduh AstraZeneca memberikan perlakuan istimewa kepada Inggris dalam pengiriman vaksin, dengan mengorbankan UE. Mereka menuntut pemeriksaan lokasi pabrik di Belgia. Lebih jauh, Pemerintah Jerman pada hari Minggu mengancam akan mengambil langkah hukum atas setiap laboratorium yang gagal memenuhi kewajiban mereka.
Von der Leyen, mantan Menteri Pertahanan Jerman, menyatakan, untuk membantu percepatan UE memvaksin warganya, pada kuartal kedua, vaksin Johnson & Johnson akan dipasarkan. Tujuannya masih untuk memvaksinasi 70 persen orang dewasa di UE pada akhir musim panas.
Pfizer, yang mengembangkan vaksin virus korona pertama yang diuji dan disetujui secara luas bersama dengan perusahaan Jerman BioNTech, mengatakan, pihaknya berharap dapat meningkatkan produksi global tahun ini dari 1,3 juta dosis menjadi 2 miliar dosis. Puluhan juta dosis vaksin itu kemungkinan akan dikirim ke UE.
Dalam sebuah pernyataan, Komisi Eropa mengatakan pihaknya berencana membentuk badan khusus guna meningkatkan tanggapan blok tersebut terhadap keadaan darurat kesehatan dan memberikan pendekatan yang lebih terstruktur untuk kesiapsiagaan pandemi. Dalam pernyataannya, UE juga mengatakan akan mendanai desain dan pengembangan vaksin dan meningkatkan produksi dalam jangka pendek dan menengah, serta menargetkan varian Covid-19.
”Pandemi tersebut menyoroti bahwa kapasitas manufaktur merupakan faktor pembatas. Penting untuk mengatasi tantangan ini,” menurut institusi tersebut.
Inggris
Ketika Uni Eropa kesulitan mendapatkan vaksin, Pemerintah Inggris terus memperluas jangkauan program vaksinasinya dengan menawarkan vaksin kepada warga yang tinggal di rumah-rumah perawatan untuk manula atau panti wreda.
Dalam sebuah pernyataan, Layanan Kesehatan Nasional Inggris mengatakan telah memberikan vaksin Covid-19 kepada sekitar 10.000 manula yang tinggal di berbagai panti perawatan. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan, vaksinasi para manula adalah tonggak penting dalam perlombaan berkelanjutan Inggris untuk memvaksinasi warga yang paling rentan terhadap Covid-19.
”Akan ada saat-saat sulit yang akan datang dan jumlah kasus serta orang di rumah sakit tetap sangat tinggi. Namun, vaksin adalah jalan keluar kami dari pandemi dan telah melindungi 8,9 juta orang dengan dosis pertama sejauh ini, program peluncuran kami akan hanya mempercepat dari sini,” kata Johnson.
Pembatasan
Beberapa negara semakin memperketat pembatasan untuk mencoba membendung penyebaran virus korona.
Pemerintah Perancis menutup perbatasannya dengan sejumlah negara non-Eropa, tetapi di dalam negeri, Presiden Emmanuel Macron memilih tidak menerapkan kebijakan penguncian nasional ketiga. Keputusan ini bertolak belakang dengan saran dari penasihat ilmiah senior.
Namun, Menteri Kesehatan Perancis Olivier Veran, dalam pernyataannya di surat kabar Journal du Dimanche (JDD), Minggu (30/1), mengatakan, gelombang baru dapat terjadi karena varian baru virus SARS-CoV-2. Namun, dia meyakini Perancis dapat menghindarinya karena kebijakan penguncian nasional yang lebih awal dan warga Perancis paham serta menaati kebijakan pemerintah.
Pemerintah Jerman, akhir pekan lalu, memutuskan, melarang pelancong dari sejumlah negara, seperti Inggris, Irlandia, Portugal, Brasil, Afrika Selatan, Lesotho, dan Eswatini, untuk masuk ke negara itu. Sementara di Portugal, pemerintah melarang warganya melakukan perjalanan ke luar negeri selama dua pekan mendatang.
Akan tetapi, tak semua warga sepakat dengan tindakan pemerintah untuk menahan laju infeksi. Di Belgia, polisi menahan lebih dari 200 orang yang mengambil bagian dalam dua unjuk rasa terhadap tindakan anti-virus. Polisi di Polandia terpaksa bertindak keras membubarkan diskotik yang melanggar kebijakan pembatasan kegiatan.
Di Wina, Austria, dalam sebuah aksi yang dimotori partai sayap kanan FPOE, ribuan pengunjuk rasa memprotes pembatasan kegiatan, mengabaikan larangan polisi untuk tidak melakukan pawai. Para peserta demo menolak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak sosial.
Di Brasil, pengunjuk rasa berbaris di beberapa kota hari Minggu untuk mengutuk penanganan krisis oleh Presiden Jair Bolsonaro.
”Akibat salah urus, ada lebih dari 220.000 kematian akibat Covid,” kata Ruth Venceremos, seorang aktivis LGBTQ yang ikut dalam protes tersebut, kepada AFP. ”Cukup dengan Bolsonaro, impeachment sekarang!” (AP/AFP/REUTERS)