Pelajaran Toleransi dari Penemuan Masjid Awal Islam di Israel
Penemuan sisa-sisa masjid dari periode awal Islam di Israel utara membawa pesan bahwa toleransi beragama kala itu sangat kuat.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
Tim arkeologi dari Israel menemukan sisa-sisa masjid yang diyakini dibangun di masa awal Islam pada saat penggalian di kota Tiberias yang terletak di sebelah Israel utara. Temuan ini tidak hanya menambah deretan temuan masjid awal Islam, tetapi juga memperkuat gagasan toleransi beragama yang dipraktikkan penguasa Islam kala itu.
Fondasi masjid yang ditemukan di sebelah selatan Laut Galilea oleh arkeolog dari Universitas Ibrani (The Hebrew University) Jerusalem itu menjadi petunjuk bahwa konstruksinya dibangun setelah kematian Nabi Muhammad SAW. Ini menjadikannya sebagai masjid paling awal yang dipelajari oleh arkeolog.
“Kita tahu banyak masjid yang dibangun di periode awal Islam,” kata Katia Cytryn-Silverman, pakar arkeologi Islam di Universitas Ibrani yang mengoordinasi penggalian. Masjid lain yang dibangun di periode yang relatif sama dengan masjid di Tiberias dan masih dipakai sampai sekarang adalah masjid Nabawi di Madinah, Masjid Agung Damaskus, dan Masjid Al Aqsa di Jerusalem.
Katia menuturkan bahwa ekskavasi masjid di Tiberias menghadirkan kesempatan langka bagi para peneliti untuk mempelajari arsitektur masjid di era perkembangan Islam yang juga mengindikasikan toleransi yang dikembangkan para pemimpin di periode awal Islam terhadap agama lain.
Saat masjid dibangun sekitar 670 Masehi, Tiberias telah menjadi kota yang dikuasai oleh penguasa Muslim selama beberapa dekade. Dinamai dengan nama kaisar Roma kedua pada 20 M, kota ini menjadi pusat utama kehidupan Yahudi dan cendekiawan selama hampir lima abad.
Sebelum ditaklukan oleh pasukan Muslim tahun 635 kota Bizantium ini merupakan rumah bagi salah satu konstelasi situs suci Kristen yang menghadap ke pesisir Laut Galilea.
Di bawah kekuasaan kaum Muslim, Tiberias menjadi ibukota provinsi yang kemudian menjadi terkenal. Namun, sampai sekarang hanya sedikit yang diketahui tentang era awal Muslim di kota itu.
Gideon Avni, Kepala Arkeolog Israel Antiquities Authorities, yang tidak terlibat penggalian di Tiberias, mengatakan, penemuan tersebut membantu mengakhiri perdebatan para ilmuwan tentang kapan desain masjid menjadi lebih standar, menghadap Mekah.
“Dalam temuan arkeologi, sangat jarang menemukan masjid awal era Islam,” ujar Gideon.
Penggalian arkeologi di sekitar Tiberias telah dimulai sejak satu abad lalu. Dalam beberapa dekade terakhir penggalian di kota kuno tersebut telah menemukan bangunan monumental masa lalu lainnya termasuk bangunan teater Romawi yang besar yang menghadapi ke perairan dan gereja Bizantium.
Sejak awal tahun lalu, penggalian tertunda akibat pandemi Covid-19 dan rumput serta gulma Galilea yang subur telah tumbuh di reruntuhan bangunan masjid. Hebrew University dan mitranya, German Protestant Institute of Archaelogy, berencana memulai kembali penggalian Februari mendatang.
Penggalian awal di situs tersebut pada tahun 1950-an memandu para ilmuwan untuk meyakini bahwa bangunan tersebut merupakan pasar zaman Bizantium yang kemudian dijadikan masjid.
Akan tetapi, penggalian oleh tim Katia menggali lebih dalam hingga di bawah lantai. Koin dan keramik yang ditemukan berada di antara dasar fondasi yang dibuat dengan kasar membantu para peneliti menentukan penanggalannya, yaitu 660-680 Masehi, hampir satu generasi setelah kota itu direbut. Dimensi bangunan, lantai yang berpilar, dan relung arah kiblat sangat mirip dengan masjid lain di era yang sama.
Gideon menyebutkan bahwa untuk waktu yang lama pada ilmuwan tidak yakin apa yang terjadi pada kota-kota di Levant dan Mesopotamia yang dikuasai Islam di awal abad ke-7.
“Pendapat awal mengatakan bahwa ada proses penaklukan, kerusakan, dan kehancuran,” ujarnya. Hari ini, ujarnya, arkeologi memahami bahwa ada “proses yang bertahap dan di Tiberias kita bisa melihat itu.”
Masjid pertama dibangun di kota yang baru saja direbut itu didirikan berdampingan dengan sinagog lokal dan gereja Bizantium yang menjulang tinggi. Fase awal masjid ini “lebih bersahaja,” tidak megah seperti struktur yang menggantikannya setengah abad kemudian.
“Setidaknya sampai masjid monumental muncul di abad ke-8, gereja masih menjadi bangunan utama di Tiberias,” tambah Katia.
Menurut Katia, fenomena tersebut mendukung ide bahwa penguasa Islam awal – yang memerintah populasi non-muslim yang besar – mengadopsi pendekatan yang toleran terhadap agama lain, memungkinkan “zaman keemasan” hidup berdampingan.
“Anda lihat bahwa awal era penguasa Islam di sini sangat menghargai populasi mayoritas yang ada di kota ini: warga Kristen, Yahudi, dan Samaria,” kata Katia.
“Mereka tidak terburu-buru mengekspresikan keberadaannya melalui bangunan-bangunan. Mereka tidak menghancurkan rumah ibadah umat lain, tapi mereka benar-benar menyesuaikan diri dengan masyarakat yang mereka pimpin.”(AP)