UU China Picu Persoalan Baru, Biden Peringatkan Ekspanionisme China
UU Penjaga Pantai yang disahkan Pemerintah China berpotensi menimbulkan masalah baru di wilayah Laut China Selatan dan Laut China Timur.
UU Penjaga Pantai China bisa memicu konflik baru, terutama dengan negara-negara tetangga yang terlibat sengketa teritorial. Filipina sudah mengajukan protes keras kepada Beijing.
MANILA, KAMIS -- Udang-undang baru China terkait kewenangan penjaga pantainya di Laut China Selatan dan Laut China Timur memicu masalah baru, terutama dengan negara-negara tetangga yang selama ini sudah terlibat tumpang-tindih klaim di kawasan.
UU baru itu memberikan wewenang lebih kepada penjaga pantai untuk menghancurkan bangunan negara lain yang berdiri di atas karang dan pulau serta menyita, mengusir, dan menembak kapal asing yang masuk secara ilegal di perairan yang diklaim China.
Salah satu tetangga China yang secara terbuka sudah menyampaikan protes diplomatik kepada Beijing adalah Filipina. ”Setelah refleksi, saya mengirimkan protes diplomatik,” cuit Menteri Luar Negeri Filipina Teodore Locsin Jr di akun Twitter-nya, seperti dilaporkan situs berita The Philippine Star, Kamis (28/1/2021).
Baca juga : Laut China Selatan Bergolak Saat Pandemi
Locsin mengatakan, pembuatan dan penerapan peraturan perundang-undangan adalah hak prerogatif suatu negara. Namun, bagi Manila, peraturan yang mengizinkan personel pasukan penjaga pantai China menggunakan kekuatan untuk mengusir kapal asing, termasuk di wilayah sengketa, dianggap sebagai ancaman nyata.
Harus dilawan
Menlu Filipina itu mengisyaratkan melawan langkah China tersebut. ”Yang satu ini, mengingat wilayah yang terlibat atau dalam hal ini Laut China Selatan yang terbuka, merupakan ancaman verbal perang bagi negara mana pun yang menentang hukum (China); yang jika tidak dilawan, tunduk padanya,” kata Locsin.
UU Penjaga Pantai (The Coast Guard Law) China disahkan pada Jumat (22/1) di tengah berlangsungnya konflik akibat tumpang-tindih klaim China dengan sejumlah negara tetangga. Di Laut China Selatan, China bersitegang dengan empat negara ASEAN, yakni Vietnam, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Filipina, ditambah Taiwan. Di Laut China Timur, selain Filipina dan Taiwan, China juga kadang bentrok dengan Jepang dan Korea Selatan.
Baca juga : Saat Dunia Perangi Covid-19, China Bentuk Dua Distrik di Laut China Selatan
UU China itu memberikan kewenangan kepada pasukan penjaga pantai untuk ”mengambil semua tindakan yang diperlukan, termasuk penggunaan senjata, ketika kedaulatan nasional, hak kedaulatan, dan yurisdiksi dilanggar secara ilegal oleh organisasi atau individu asing di laut”.
Pasukan Penjaga Pantai China paling kuat di kawasan dan sudah aktif di sejumlah perairan, termasuk di pulau tak berpenghuni di Laut China Timur yang dikendalikan Jepang.
China juga mengklaim pulau-pulau di sana miliknya sehingga pasukan penjaga pantainya sering ”kontak” dengan pasukan udara dan laut Jepang, sekutu utama AS di Asia Timur, selain Korsel.
Hal yang sama juga terjadi di Laut China Selatan, yakni dengan Vietnam, Brunei Darussalam, Malaysia dan Filipina. Kontrol wilayah laut adalah strategi China yang ingin menggantikan AS sebagai kekuatan yang dominan di kawasan.
Protes Filipina adalah kritik keras Manila terhadap tindakan China di perairan yang disengketakan walau Presiden Filipina Rodrigo Duterte mencoba memupuk hubungan baik Manila-Beijing. Locsin pernah memperingatkan China dengan ”respons terberat” jika latihan militer China sampai masuk ke wilayah perairan Filipina.
China dan Filipina, bersama dengan Vietnam, Malaysia, Taiwan, dan Brunei Darussalam, telah terkunci dalam persaingan teritorial di Laut China Selatan selama puluhan tahun. Angkatan Laut Indonesia juga pernah berkonfrontasi dengan penjaga pantai dan armada tangkap ikan China di perairan ZEE Indonesia.
AS yang tidak memiliki klaim di jalur perairan strategis tersebut telah menantang klaim teritorial China atas hampir seluruh laut. China telah memperingatkan AS untuk menjauh dari apa yang dikatakannya sebagai sengketa Asia murni.
Juru bicara Kemenlu China, Hua Chunying, menyebut UU Penjaga Pantai itu konsisten dengan konvensi dan praktik internasional di banyak negara.
”Kami akan terus bekerja sama dengan negara-negara yang relevan agar secara baik dan tepat menyelesaikan sengketa dan perbedaan lewat dialog dan konsultasi guna memastikan perdamaian dan stabilitas kawasan,” kata Hua kepada situs berita The Maritime Executive.
Dafri Agussalim, Ketua Program Studi ASEAN Universitas Gadjah Mada mengatakan tindakan China adalah sebuah tindakan yang berbahaya, terutama bagi negara-negara anggota ASEAN yang terdampak langsung.
Baca juga : Laut China Selatan Memanas Lagi, Kapal China Diduga Masuki ZEE Malaysia
Meski negara-negara ASEAN tengah menyusun code of conduct atau kode perilaku negara-negara yang wilayahnya berbatasan dengan Laut China Selatan, menurut Dafri, dengan tingkat kepatuhan China yang sangat rendah terhadap aturan atau hukum internasional, akan susah bagi negara-negara yang menyusun aturan itu berharap Beijing akan mematuhinya.
Dafri menyarankan agar negara-negara ASEAN, yang kini dipimpin Brunei Darussalam, bereaksi terhadap penerapan UU tersebut. "Mungkin tidak sampai pada level mengecam, tapi mengingatkan ada mengingatkan kembali," kata Dafri
Ekspansionisme China
Presiden AS Joe Biden mengirimkan peringatan kepada Beijing soal aksi-aksi ekspansionisnya di Asia Timur dan Asia Tenggara. Biden menggarisbawahi dukungan kepada sekutu AS di kedua kawasan, yaitu Jepang, Korea Selatan, dan Filipina, yang menandakan penolakan Washington atas klaim teritorial sepihak China di wilayah sengketa.
Dalam perbincangannya dengan PM Jepang Yoshihide Suga, Rabu (27/1), Biden menyatakan pemerintahannya berkomitmen mendukung Jepang, termasuk upaya Negeri Matahari Terbit itu mempertahankan Kepulauan Senkaku yang juga diklaim China. Menhan AS Lloyd Austin juga menekankan, mempertahankan Senkaku adalah bagian Perjanjian Keamanan AS-Jepang.
Baca juga : AS dan Anggota ASEAN Kecam Latihan Militer Beijing di Laut China Selatan
Penegasan serupa disampaikan Menlu AS Antony Blinken untuk Taiwan dan Filipina. Jubir Pentagon, John Kirby, mengatakan, AS menekankan pentingnya mempertahankan Indo Pasifik yang bebas dan terbuka, yang didasarkan pada hukum dan norma internasional yang ada di kawasan serta bebas dari perilaku jahat,” kata Kirby.
Untuk menggarisbawahi sikap AS yang tidak berubah di Asia, 24 Januari lalu, kapal induk USS Theodore Roosevelt memulai misi ”kebebasan navigasi” di Laut China Selatan. Kapal berlayar di dan dekat perairan yang diklaim China; menggarisbawahi penolakan Washington atas klaim itu.
Juru bicara Kementerian Pertahanan China Wu Qian mengatakan, menahan China itu misi mustahil. ”Hanya akan berakhir dengan menembak diri Anda sendiri,” katanya.
Sementara, jubir Kemenlu China lainnya, Zhao Lijian, menyatakan perselisihan di Laut China Selatanharus diselesaikan antara negara-negara yang terlibat langsung dan bukan melibatkan negara di luar kawasan.(AP/AFP/REUTERS/MHD)