Vaksinasi Covid-19 di Eropa terhambat akibat pasokan vaksin tersendat. UE mendesak AstraZeneca mengalihkan sebagian produksi vaksin di Inggris ke UE. Potret betapa sengit perebutan vaksin saat produksi vaksin terbatas.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN & MH SAMSUL HADI
·5 menit baca
BRUSSELS, JUMAT — Eropa menghadapi kekurangan pasokan vaksin Covid-19 sehingga hingga Jumat (29/1/2021), vaksinasi di sejumlah negara tertunda atau setidaknya berjalan lebih lambat daripada rencana. Uni Eropa akan mencoba memakai semua jalur hukum yang ada, bahkan siap memblokir ekspor vaksin Covid-19 agar mereka memenuhi pasokannya ke Eropa.
Pfizer untuk sementara waktu memperlambat pasokannya, sementara AstraZeneca akan memangkas 60 persen pasokannya ke Eropa pada kuartal I-2021 karena ada masalah produksi di pabriknya di Belgia. Moderna juga telah mengeluarkan peringatan bahwa distribusi vaksin Covid-19 mereka akan terlambat.
Akibatnya, laju vaksinasi Covid-19 di Uni Eropa kini semakin tertinggal dari Israel, Inggris, dan juga Amerika Serikat.
Tersendatnya pasokan vaksin Covid-19 memaksa Perancis menunda vaksinasinya. Semula vaksinasi dijadwalkan mulai digelar pekan depan, tetapi jadwal itu masih bisa berubah bergantung pada ketersediaan vaksin yang dikirimkan oleh produsen. Rumah sakit telah diberitahu bahwa mulai 2 Februari semua pengiriman dosis pertama Covid-19 akan ditunda.
Portugal mengatakan, vaksinasi Covid-19 yang sudah direncanakan akan berjalan lebih lambat karena masalah pasokan ini. Sementara Jerman menyebutkan bahwa kekurangan vaksin akan berlangsung sampai April. ”Kita setidaknya masih menghadapi 10 pekan kekurangan vaksin,” cuit Menteri Kesehatan Jerman Jens Spahn di akun Twitter.
Koran El Mundo di Spanyol melaporkan bahwa Kementerian Kesehatan Spanyol menyalahkan UE atas keterlambatan pasokan vaksin yang menyebabkan program vaksinasi di Madrid dan sekitarnya terhenti.
”Adalah UE yang bernegosiasi dan menandatangani kontrak, mereka yang berwenang menelusuri dan memastikan pesanan dipenuhi,” lapor El Mundo, mengutip dokumen pemerintah. Kementerian Kesehatan Spanyol tidak memberikan tanggapan atas ini.
Kementerian Kesehatan Swiss melaporkan bahwa Moderna telah memberikan peringatan keterlambatan pasokan vaksin Covid-19 sehingga kebutuhan untuk bulan Februari baru bisa dipenuhi pada Maret.
Kasus AstraZeneca
CEO AstraZeneca Pascal Soriot, mengatakan, UE terlambat menyetujui kontrak pasokan sehingga perusahaan tidak memiliki waktu untuk memulai produksi di pabrik mitranya di Belgia.
Kasus UE dengan AstraZeneca muncul ketika, pekan lalu, AstraZeneca mengumumkan pengurangan pasokan vaksin Covid-19 ke UE. Pejabat UE menyebutkan, berdasarkan kontrak yang disepakati bulan Agustus 2020, AstraZeneca seharusnya memasok sedikitnya 80 juta dosis vaksin—atau bahkan kemungkinan sampai 120 juta dosis vaksin, tergantung cara membaca kontrak—pada UE pada kuartal I-2021 atau hingga Maret mendatang.
Namun, pekan lalu, AstraZeneca mengumumkan hanya mampu memasok 31 juta dosis vaksin ke UE hingga Maret nanti, dengan alasan ada masalah produksi di pabriknya di Belgia. UE tidak terima karena dengan demikian ada pemangkasan hingga sekitar 60 persen dari komitmen awal yang telah disepakati kedua pihak.
AstraZeneca berupaya meredakan ketegangan dengan menawarkan tambahan 8 juta dosis sehingga totalnya kini 39 juta dosis vaksin hingga Maret. UE masih belum terima. Kepada sejumlah surat kabar edisi Selasa lalu, CEO AstraZeneca Pascal Soriot menyatakan bahwa perusahaan tidak memiliki kewajiban secara legal harus memasok vaksin ke UE pada jadwal yang pasti. Sebab, kata Soriot, pihaknya hanya berkomitmen memasok vaksin sesuai ”upaya terbaik”.
Untuk memastikan pasokan tidak tersendat, pejabat UE mendesak AstraZeneca agar mengalihkan pasokan sebagian vaksinnya dari pabriknya di Inggris ke UE. Inggris kini bukan lagi anggota UE. Namun, menurut dua pejabat UE, Soriot dalam pertemuan dengan UE pada Rabu lalu mengatakan, AstraZeneca terikat kontrak kesepakatan dengan Inggris bahwa pihaknya tidak bisa mengalihkan vaksin yang diproduksi di Inggris ke UE.
AstraZeneca tidak bersedia memberikan tanggapan saat diminta konfirmasi mengenai hal itu. Adapun Inggris, saat ditanya tentang permintaan UE tersebut, menjawab bahwa UE telah menetapkan rantai pasokan vaksin sendiri. Inggris mengikat kontrak dengan AstraZeneca untuk menyediakan 100 juta dosis vaksin. Kontrak ini ditandatangani sebelum UE menjalin kesepakatan dengan AstraZeneca terkait penyediaan sedikitnya 300 juta dosis.
Ketua Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, Jumat, menekankan kembali bahwa AstraZeneca terikat kewajiban dan tidak boleh membuat komitmen dengan para pembeli lain yang bakal mengacaukan kesepakatan dengan UE.
Dua pejabat UE mengungkapkan, UE terikat kontrak membayar 336 juta euro ke AstraZeneca. Sebagian besar uang pembayaran itu untuk membiayai produksi vaksin di empat pabrik: dua pabrik di antaranya dijalankan oleh Oxford Biomedica dan Cobra Biologics di Inggris, dua pabrik lainnya berlokasi di Jerman dan Belgia. ”Sebagian uang itu masuk ke Inggris,” ujar salah satu pejabat UE.
Periksa fasilitas produksi
Tersendatnya pasokan vaksin Covid-19 ke Eropa membuat Komisi Eropa meminta otoritas Belgia untuk memeriksa fasilitas produksi vaksin yang memproduksi vaksin Covid-19 AstraZeneca. Badan Pengawas Obat dan Produk Kesehatan Federal Belgia (FAGG), Kamis (29/1/2021), mengatakan bahwa eksekutif UE yang mengoordinasi pemesanan vaksin untuk UE telah meminta pemeriksaan alur produksi. Komisi Eropa menolak memberikan tanggapan.
Melalui surat elektronik, FAGG menyebutkan bahwa pemeriksaan yang diminta belum dilakukan. Nantinya pemeriksaan akan melibatkan fasilitas produksi lain, tidak hanya pabrik di Belgia, dan otoritas kesehatan negara lain.
Pada awal bulan ini FAGG juga telah melakukan pemeriksaan rutin terhadap fasilitas produksi tersebut sesuai dengan permintaan Komisi Eropa untuk mengkaji rencana peningkatan kapasitas produksi
Secara terpisah, melalui suratnya kepada empat pemimpin UE, Presiden Dewan Eropa Charles Michel mengatakan, UE harus mencari cara dari sisi hukum untuk memastikan pasokan vaksin yang telah dipesan terpenuhi jika negosiasi tidak berhasil. ”Apabila jalan keluar tidak disepakati, saya yakin kita harus melihat semua pilihan dan memanfaatkan langkah hukum,” ujar Charles. (REUTERS)