Rusia-AS Perpanjang Kesepakatan Kontrol Senjata Nuklir
Negosiasi perpanjangan kesepakatan New START itu sebelumnya mentok di masa pemerintahan Presiden Donald Trump. Kremlin menolak lampiran persyaratan-persyaratan yang dituntut kubu Trump.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
MOSKWA, SELASA — Pemerintah Rusia mengklaim Rusia dan Amerika Serikat telah mencapai kesepakatan untuk memperpanjang New START atau Strategic Arms Reduction Treaty, pakta pengendalian senjata nuklir satu-satunya yang masih tersisa di antara kedua negara. Kremlin mengatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin berkata kepada Presiden AS Joe Biden bahwa normalisasi hubungan antara Mokswa dan Washington akan menjadi kepentingan kedua negara.
Pernyataan Rusia itu disampaikan setelah pembicaraan telepon antara Biden dan Putin yang berlangsung pada Selasa (26/1/2021). Pembicaraan kedua pemimpin itu adalah yang pertama sejak Biden dilantik pada 20 Januari lalu. Inisiatif yang menelepon dilaporkan dilakukan oleh Gedung Putih dengan agenda utama membahas peluang perpanjangan New START. Kesepakatan itu membatasi kekuatan senjata nuklir kedua negara masing-masing maksimal sebanyak 1.550 hulu ledak nuklir. Kesepakatan yang ditandatangani pada tahun 2010 itu akan berakhir pada 5 Februari mendatang.
Gedung Putih sendiri tidak segera mengonfirmasi pernyataan Kremlin itu. Namun, dikatakan bahwa Biden dan Putin telah membahas masalah tersebut dalam percakapan mereka berdua. Dikatakan juga tim kedua negara segera bekerja untuk menyelesaikan proses perpanjangan kesepakatan sebelum 5 Februari. ”Mereka membahas kesediaan kedua negara untuk memperpanjang New START selama lima tahun, menyetujui agar tim mereka segera bekerja untuk menyelesaikan perpanjangan paling lambat 5 Februari,” kata Gedung Putih. ”Mereka juga setuju untuk mengeksplorasi diskusi stabilitas strategis tentang berbagai pengendalian senjata dan masalah keamanan yang muncul.”
Negosiasi perpanjangan kesepakatan New START itu sebelumnya mentok di masa pemerintahan Presiden Donald Trump. Kremlin menolak lampiran persyaratan-persyaratan yang dituntut kubu Trump. Namun, pascakomunikasi antara Biden-Putin, Kremlin mengaku cukup puas dengan pembicaraan itu sendiri sekaligus menaruh harapan atas kelanjutan dari topik-topik yang ada dalam pembicaraan itu. Gedung Putih mengatakan pada pekan lalu bahwa Biden akan mengupayakan perpanjangan kesepakatan soal senjata nuklir tersebut selama lima tahun.
Seorang sumber dari kalangan pejabat AS mengungkapkan rencana negosiasi itu dilakukan pada pekan ini. Ketika ditanyakan alasan Washington tidak secara eksplisit mengatakan kesepakatan telah dicapai, sumber lain di Washington mengatakan beberapa langkah diperlukan kedua belah pihak. Dari Mokswa sendiri, tawaran Washington harus mendapatkan persetujuan oleh Duma, majelis rendah parlemen Rusia. Perjanjian itu sendiri tidak membutuhkan persetujuan legislatif untuk perpanjangan.
Dalam percakapan Biden-Putin, Kremlin mengatakan bahwa Putin telah memberi tahu Biden normalisasi hubungan antara Moskwa-Washington akan menjadi kepentingan kedua negara.
Dalam percakapan Biden-Putin, Kremlin mengatakan bahwa Putin telah memberi tahu Biden normalisasi hubungan antara Moskwa dan Washington akan menjadi kepentingan kedua negara. Kedua pemimpin juga membahas keputusan AS selama pemerintahan Trump yang memutuskan keluar dari perjanjian Open Skies (Perjanjian Angkasa Terbuka). Washington di masa Trump berulang kali menuduh Rusia telah melanggar perjanjian yang sudah berusia 18 tahun itu. Putin dan Biden juga berbicara tentang program nuklir Iran dan konflik di Ukraina.
Tidak saling mengganggu
Secara umum, diperkirakan, pemerintahan Biden cenderung tetap menjaga jarak dalam hubungannya dengan Rusia. Washington tetap akan mengambil sikap-sikap yang tegas atas beberapa hal. Biden, misalnya, telah menegaskan kembali dukungan kuat AS untuk kedaulatan Ukraina. Biden juga mempertanyakan sikap Kremlin sekaligus mendukung tokoh oposisi Rusia, Alexei Navalny.
Washington juga mempertanyakan peretasan dunia maya yang dituduhkan kepada Rusia. Moskwa diduga menggunakan perusahaan teknologi AS, SolarWinds Corp, sebagai jalan masuk untuk menembus jaringan pemerintah federal AS. Kubu Biden juga menelisik laporan bahwa Rusia menawarkan hadiah kepada pihak yang terkait dengan kelompok Taliban untuk membunuh pasukan koalisi di Afghanistan. ”Presiden Biden menjelaskan bahwa AS akan bertindak tegas dalam membela kepentingan nasionalnya dalam menanggapi tindakan Rusia yang merugikan kami atau sekutu kami,” demikian antara lain pernyataan Gedung Putih.
Biden memilih mengambil sikap berbeda dari Trump. Trump pada saat berkuasa memilih berusaha keras menghindari keluhan atau protes terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Rusia. Trump juga enggan mengkritik dukungan Moskwa atas gerakan separatis di Ukraina dan pendudukan Krimea. ”Dia (Biden) mengemukakan dukungan kuat kami untuk kedaulatan Ukraina dalam menghadapi agresi berkelanjutan Rusia,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki.
Psaki juga menyebutkan bahwa Biden mempertanyakan sikap aparat Rusia terhadap para pendukung Navalny yang berunjuk rasa beberapa waktu lalu. Unjuk rasa yang meminta dilepaskannya Navalny seusai kepulangannya dari Jerman ke Moskwa itu justru berujung penangkapan dan penahanan atas 3.000 warga Rusia. Psaki mengatakan, Biden memang sengaja memperjelas sikap AS dalam hubungannya dengan negara lain, dalam hal ini Rusia. (AFP/REUTERS)