Ratusan Perusahaan Global Berkomitmen Turunkan Emisi Gas Rumah Kaca
Upaya menahan laju perubahan iklim tidak bisa hanya dilakukan negara tanpa keterlibatan industri, terutama industri penghasil emisi karbon yang besar.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
WASHINGTON, RABU — Lebih dari 400 perusahaan dari industri penghasil gas rumah kaca terbesa dunia telah sepakat untuk bekerja sama menurunkan emisi karbon tahun 2050. Kesepakatan yang akan diumumkan pada Forum Ekonomi Dunia (WEF) Davos yang digelar virtual Rabu (27/1/2021) ini mencakup raksasa tambang seperti Arcelor Mittal, perusahaan kargo Maersk, dan raksasa minyak Shell.
Kesepakatan tersebut bertujuan untuk melengkapi ambisi dunia yang meningkat untuk menurunkan emisi secara agresif. Para ilmuwan juga berpendapat bahwa dunia harus mencapai kemajuan yang progresif untuk menghindari dampak paling buruk dari perubahan iklim.
Perusahaan yang tercakup dalam kesepakatan itu mewakili tujuh sektor industri global, yakni baja, semen, aluminium, perkapalan, penerbangan, dan truk, yang jika digabungkan berkontribusi pada sepertiga emisi gas rumah kaca dunia.
Kesepakatan yang disebut sebagai Mission Possible Partnership itu mengikat komitmen para perusahaan untuk bekerja dengan kompetitor, investor, pemasok, dan konsumen untuk mencapai nol emisi pada 2050.
Kemitraan tersebut juga bertujuan untuk mempercepat upaya global mengatasi dampak perubahan iklim di bawah Kesepakatan Paris. Sebab, janji negara-negara untuk mencapai target menahan laju suhu dunia 1,5 derajat celsius belum cukup dan membutuhkan keterlibatan industri kunci untuk menurunkan emisinya.
Sebagai contoh, produsen pesawat terbang Airbus, maskapai penerbangan seperti KLM, bandar udara seperti Heathrow, dan produsen minyak seperti Shell akan bekerja sama untuk memetakan rencana nol emisi untuk semua sektor dan mempercepat transisi pada bahan bakar pesawat yang berkelanjutan seperti biofuel.
”Ini bukan cuma perusahaan memiliki komitmen iklim, tapi membawa serta seluruh rantai pasok bersama sehingga sektor ini memiliki insentif untuk melakukan dekarbonisasi dan bekerja lebih cepat mengurangi emisi mereka,” kata Maria Mendiluce, CEO koalisi iklim We Mean Business.
We Mean Business turut mengoorganisasi kemitraan bersama Energy Transitions Commission, Rocky Mountain Institute, dan WEF. Lembaga-lembaga ini berharap kemitraan tersebut akan menciptakan momentum bagi putaran konferensi perubahan iklim internasional berikutnya yang digelar di Glasgow November mendatang.
Konferensi perubahan iklim tahun ini juga akan mendapat energi baru menyusul komitmen Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Joe Biden untuk kembali bergabung dalam Kesepakatan Paris.
Adapun pendanaan Mission Possible Partnership ini berasal dari pendiri Amazon Jeff Bezos melalui Bezos Earth Fund dan dana Breakthrough Energy dari Bill Gates, pendiri Microsoft.
Sebagai bagian dari upaya membalikkan kebijakan energi dan lingkungan Donald Trump serta mengatasi perubahan iklim, Biden akan mengumumkan moratorium kontrak migas di daratan dan perairan AS. Moratorium ini menyusul penangguhan izin pengeboran selama 60 hari di daratan dan perairan AS yang diumumkan pekan lalu serta penghentian izin baru pengeboran di lahan milik pemerintah federal.
Menurut dua sumber anonim yang mengetahui rencana ini, moratorium tersebut merupakan bagian dari kebijakan iklim Biden. Presiden AS ke-46 itu juga kemungkinan akan menginstruksikan birokrasinya untuk melestarikan 30 persen daratan dan perairan AS dalam 10 tahun ke depan. Ini merupakan janji Biden untuk menahan laju pemanasan global. Moratorium juga akan memberi waktu bagi pemerintah untuk mengkaji dampak pengeboran migas pada lingkungan dan iklim.
Selain itu, Biden akan mengarahkan lembaga pemerintah untuk menggunakan sains dan mengambil kebijakan berbasis bukti.
Para aktivis lingkungan mengapresiasi kebijakan moratorium yang diambil Biden tersebut. Mereka menyebut aksi konret yang tegas sangat dibutuhkan untuk meredam laju perubahan iklim.
”Industri bahan bakar fosil telah menimbulkan kerusakan yang heabt pada planet ini. Kajian pemerintah, jika dikerjakan dengan benar, akan menunjukkan bahwa teknik fracking (hydraulic fracturing) dan pengeboran harus dihentikan selamanya, di mana pun,” kata Kieran Suckling, Direktur Eksekutif Center for Biological Diversity. (REUTERS/AP)