Pandemi Covid-19 menjadi batu ujian bagi perusahaan-perusahaan global. Perusahaan-perusahaan teknologi mencatat kenaikan kinerja mereka, sementara perusahaan-perusahaan di sektor perjalanan terimbas kondisi pandemi.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
SEOUL, KAMIS — Laporan kinerja sejumlah perusahaan dunia menggambarkan pasang surut dunia usaha selama pandemi Covid-19 yang telah berlangsung setahun terakhir. Perusahaan-perusahaan teknologi mencatat kenaikan kinerja mereka, sementara perusahaan-perusahaan di sektor perjalanan terimbas kondisi pandemi. Tahun ini, perusahaan-perusahaan belum berani memasang target tinggi di tengah kelindan ketidakpastian kondisi ekonomi global yang masih dipengaruhi pandemi.
Samsung Electronics, pembuat ponsel pintar dan cip memori terbesar di dunia, pada Kamis (28/1/2021), melaporkan laba bersih pada triwulan keempat tahun 2020 naik lebih dari 25 persen secara tahunan. Perubahan cara kerja warga—dari kantor ke rumah—karena pandemi Covid-19 telah mendorong permintaan perangkat-perangkat telekomunikasi yang turut didukung cip produksi perseroan. Samsung Electronics mengatakan, keuntungan bersihnya naik 26,4 persen pada Oktober hingga Desember menjadi 6,61 triliun won (5,97 miliar dollar AS).
Namun, angka tersebut di bawah ekspektasi pasar, menurut Bloomberg News. Manajemen perseroan pun tetap waspada dan tidak memasang target muluk-muluk tahun ini, terutama karena pandemi yang masih membawa aura ketidakpastian. Bahkan diproyeksikan laba pada triwulan pertama tahun ini lebih rendah secara tahunan akibat jatuhnya harga.
”Meskipun tantangan dari pandemi Covid-19 terus berlanjut, upaya di seluruh perusahaan untuk memastikan pasokan produk dan layanan yang stabil secara global membantu hasil triwulan keempat Samsung,” kata perusahaan itu dalam laporan pendapatan.
Samsung Electronics adalah anak perusahaan utama dari grup raksasa Samsung. Perseroan tersebut adalah ”kerajaan” terbesar yang mendominasi bisnis di Korea Selatan, negara ekonomi terbesar ke-12 di dunia. Keberadaan Samsung sangat penting bagi kesehatan ekonomi negara itu. Omzet keseluruhan Samsung setara dengan seperlima dari produk domestik bruto nasional Korsel.
Pada satu sisi, virus korona tipe baru telah mendatangkan malapetaka pada ekonomi dunia. Namun di sisi lain, telah membuat banyak perusahaan teknologi berkembang pesat, termasuk Samsung.
”Benar bahwa penjualan Samsung meningkat dari tahun ke tahun karena penyebaran apa yang disebut ’normal baru’, yang menyebabkan lonjakan permintaan elektronik,” kata Jene Park, analis di pengamat pasar Counterpoint Research.
Perseroan menggapai laba bersih triwulanan keenam secara berturut yang sebelumnya selalu mengalami kerugian. Pendapatan setahun penuh Tesla adalah 31,54 miliar dollar AS, melampaui perkiraan senilai 31,1 miliar dollar AS.
Efek itu juga dirasakan perusahaan teknologi Tesla Inc. Perseroan mengalami lonjakan penjualan di tengah pandemi global. Tesla Inc., pada Rabu (27/1/2021), melaporkan bahwa mereka membukukan laba bersih tahunan pertamanya pada tahun 2020. Perseroan menggapai laba bersih triwulanan keenam secara berturut yang sebelumnya selalu mengalami kerugian.
Total pendapatan selama setahun penuh 31,54 miliar dollar AS, melampaui perkiraan senilai 31,1 miliar dollar AS. Pada 2019, Tesla mencatatkan kerugian hingga 862 juta dollar AS. Namun, penyedia data FactSet mengatakan, 2020 mengakhiri serangkaian tinta merah tahunan Tesla yang dimulai pada 2006.
Tesla mengatakan, dalam surat kepada investornya bahwa perseroan optimistis dengan tahun-tahun mendatang. Tesla menargetkan pertumbuhan 50 persen dalam pengiriman kendaraan secara tahunan. Peluang pertumbuhan akseleratif diperkirakan dapat terjadi pada tahun ini. Tesla juga mengatakan margin laba operasi akan terus tumbuh seiring dengan peningkatan kapasitas pabrik.
Pihak perusahaan seperti Tesla membutuhkan kredit regulasi oleh pembuat mobil lain untuk mendapatkan keuntungan. Tanpa kredit senilai 1,58 miliar dollar AS untuk tahun ini, Tesla dapat kehilangan pendapatan. Produsen mobil lain membeli kredit ketika mereka tidak dapat memenuhi standar emisi dan penghematan bahan bakar.
Sementara itu, pandemi telah memukul kinerja Boeing. Tidak seperti Samsung dan Tesla, industri penerbangan justru mencatatkan situasi sebaliknya.
Boeing menutup pembukuan pada tahun 2020 dengan kerugian 8,4 miliar dollar AS pada tiga bulan terakhir tahun 2020. Sepanjang 2020, perseroan diperkirakan menderita kerugian 11 miliar dollar AS, kerugian tahunan terbesar sepanjang sejarah Boeing.
Pendapatan Boeing itu terdampak anjloknya penerbangan komersial yang dipicu krisis Covid-19 dan penghentian model 737 MAX selama 20 bulan. Tak hanya itu, info terbaru menunjukkan, perseroan harus kembali menelan pil pahit karena mundurnya pengiriman pertama pesawat berbadan lebar 777X. Pengiriman pesawat itu mundur menjadi hingga akhir 2023 dari jadwal sebelumnya tahun 2022.
Direktur Utama Boeing Dave Calhoun mengatakan, tahun lalu adalah salah satu masa penuh gangguan sosial dan global yang mendalam, yang secara signifikan membatasi industri Boeing. Mengingat kondisi pasar yang memburuk secara radikal, Boeing pun berjibaku memotong biaya. Perseroan mengumumkan pemutusan hubungan kerja sekitar 30.000 karyawan dalam dua tahun. Perusahaan juga menyelesaikan penawaran surat utang senilai 25 miliar dollar AS untuk menyediakan likuiditas guna mengatasi penurunan.
Eksekutif Boeing menekankan mereka mengharapkan pemulihan jangka panjang, terutama terkait permintaan perjalanan. Namun, perseroan juga menegaskan kembali bahwa perlu waktu sekitar tiga tahun untuk mengembalikan aktivitas penerbangan ke tingkat sebelum pandemi. Sebelum harapan itu terwujud, margin keuntungan perseroan diproyeksikan berada di bawah tekanan, sampai pulihnya permintaan dan Boeing mampu meningkatkan produksi pesawat. (AP/AFP/REUTERS/BEN)