AS Kembali Bergabung dalam Kampanye Perubahan Iklim
Amerika Serikat kembali bergabung dalam upaya global menghadapi perubahan iklim, Kesepakatan Iklim Paris 2015.
Oleh
Luki Aulia
·5 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Aktivis lingkungan menggelar kampanye Jeda Untuk Iklim yang menyuarakan ancaman krisis iklim Bumi di kawasan Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (27/11/2020).
Perubahan iklim yang ekstrem berdampak buruk pada manusia dan ekonomi. AS pun bergabung kembali dalam aksi global sesuai Kesepakatan Iklim Paris untuk mengatasi pemanasan global.
AMSTERDAM, SENIN — Amerika Serikat kembali bergabung dalam upaya global menghadapi perubahan iklim, Kesepakatan Iklim Paris 2015. Presiden AS Joe Biden mengirim Utusan Khusus Iklim John Kerry untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Adaptasi Iklim, Senin (25/1/2021), yang membahas rencana dan solusi praktis demi melindungi penduduk dan perekonomian dunia dari dampak pemanasan global.
KTT kali ini lebih fokus pada penanganan dampak perubahan iklim, termasuk mengurangi kerentanan negara-negara pada kenaikan permukaan air laut, cuaca ekstrem, dan kekurangan bahan pangan. Beberapa rencana yang akan muncul adalah meningkatkan pertahanan laut, memungkinkan pertanian dengan musim tanam yang lebih panjang, dan membuka lahan-lahan baru pertanian.
Kerry bergabung dengan Wakil Perdana Menteri China Han Zheng, Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Perancis Emmanuel Macron, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, dan para pemimpin negara lainnya pada KTT yang diselenggarakan secara daring, Senin. Pertemuan itu menetapkan rencana dan solusi hingga tahun 2030.
Menjelang pertemuan, lebih dari 3.000 ilmuwan dari 120 negara mendesak para pemimpin dunia untuk melindungi penduduk dunia dari dampak pemanasan global.
”Dunia kita semakin panas dan kita sudah merasakan kekeringan, kebakaran, gelombang panas, banjir, topan badai tropis yang merusak, dan bencana ekstrem lain di mana-mana,” kata pernyataan tertulis para ilmuwan.
Dampak
Jika tidak segera bertindak, dampak perubahan iklim akan meningkatkan kemiskinan, kekurangan air bersih, kehilangan potensi pertanian, dan meningkatnya jumlah migrasi, serta menambah korban jiwa.
Penyelenggara pertemuan tingkat tinggi itu, Pusat Gobal untuk Adaptasi (GCA), mengatakan bahwa perubahan iklim bisa menekan produksi pangan global hingga 30 persen.
Kenaikan permukaan air laut, badai, dan angin topan yang lebih parah pun bisa membuat ratusan ribu warga kehilangan rumah.
”Tidak ada vaksin untuk perubahan iklim. Perubahan iklim terjadi jauh lebih cepat dari perkiraan. Kita harus membangun ketahanan yang lebih kuat terhadap perubahan iklim,” kata Ketua GCA dan mantan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon.
Dia menilai, seharusnya pandemi Covid-19 bisa dihindari jika saja dunia bertindak lebih cepat untuk melindungi alam dan mencegah perubahan iklim. Namun, laporan GCA menyebutkan langkah-langkah stimulus pandemi pemerintah yang mendukung bahan bakar fosil dan aktivitas karbon justru melebihi jumlah inisiatif upaya menangani perubahan iklim.
Lembaga pemikir Inisiatif Kebijakan Iklim (CPI) juga memperkirakan dukungan anggaran bagi adaptasi upaya perubahan iklim akan berkurang karena terpakai untuk penanganan pandemi.
Laporan PBB, pekan lalu, menyebutkan, anggaran untuk upaya perubahan iklim sudah berkurang sebelum krisis Covid-19 dengan anggaran rata-rata per tahun 30 miliar dollar AS. Hanya sekitar 5 persen dari total anggaran iklim yang digunakan untuk mengatasi cuaca ekstrem dan kenaikan permukaan air laut.
”Adaptasi rencana kebijakan menangani perubahan iklim seharusnya berjalan cepat. Namun, akibat pandemi, malah itu melambat,” kata CEO GCA Patrick Verkooijen.
AP / KIRSTY WIGGLESWORTH
Para aktivis kelompok Extinction Rebellion berkumpul di di Lapangan Parlemen pusat kota London dalam aksi krisis iklim, Selasa (1/9/2020).
Tahun lalu, bank-bank pembangunan yang menjadi sumber utama anggaran iklim memprioritaskan paket bantuan untuk membantu layanan kesehatan dan perekonomian negara-negara berkembang.
Padahal, kata Verkooijen, GCA memperkirakan, jika dunia bisa berinvestasi sebesar 1,8 triliun dollar AS untuk membangun sistem peringatan dini, infrastruktur tahan iklim, memperbaiki pertanian lahan kering, melindungi mangrove (hutan bakau), dan memastikan ketersediaan air, akan dihasilkan keuntungan sekitar 7,1 triliun dollar AS atau sekitar Rp 23.863 triliun (kurs Rp 14.037).
Verkooijen menekankan, cara terbaik melindungi penduduk dunia dari cuaca ekstrem yang kian parah dan kenaikan permukaan air laut adalah dengan mengurangi emisi agar memenuhi batas pemanasan global yang sudah disepakati dalam Kesepakatan Paris 2015.
Rencana aksi
KTT Adaptasi Iklim tidak akan menghasilkan komitmen yang mengikat. Namun, para pemimpin akan berusaha menetapkan agenda aksi, menyusun rencana, dan usulan untuk mewujudkan planet yang tahan terhadap iklim.
Inggris akan bekerja sama dengan Mesir, Bangladesh, Malawi, Santa Lusia, dan Belanda membuat sistem peringatan dini untuk badai dan investasi dalam sistem saluran air (banjir) dan tanaman yang tahan kekeringan. Adapun Presiden Perancis Emmanuel Macron dan Presiden Biden juga membahas koordinasi menangani perubahan iklim dan Covid-19.
AS kembali ke Kesepakatan Iklim Paris 2015 setelah Presiden ke-45 AS Donald Trump mengumumkan AS keluar dari kesepakatan pada akhir Maret 2017. Trump meneken perintah eksekutif pada 28 Maret 2017 untuk membatalkan kebijakan yang diterapkan pendahulunya, Barack Obama, yang berupaya mengatasi pemanasan global.
Perintah eksekutif Trump yang diberi nama Kemandirian Energi tersebut mencabut perlindungan lingkungan, termasuk pembatasan emisi gas rumah kaca dari pembangkit listrik bertenaga batubara.
Padahal, kesepakatan iklim mengikat AS dan 187 negara untuk menjaga kenaikan temperatur global jauh di bawah 2,0 derajat celsius dengan batas 1,5 derajat celsius. AS secara resmi keluar dari kesepakatan iklim pada November 2020 karena Trump menilai kesepakatan dirancang untuk mematikan ekonomi AS.
AFP / OLI SCARFF
Aksi yang menyuarakan dampak perubahan iklim berlangsung juga digelar di Manchester, Inggris, Selasa (1/9/2020).
Menurut Penasihat Iklim Nasional Gedung Putih Gina McCarthy, pemerintah segera mengumumkan kebijakan penanganan perubahan iklim. Kerry mengatakan, upaya itu tak berarti mengubah total kehidupan sehari-hari manusia, seperti tidak mengendarai kendaraan bermotor atau tidak mengonsumsi daging lagi.
Ketua Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim di PBB Hoesung Lee mengingatkan, krisis kesehatan, seperti Covid-19, adalah bukti dampak perubahan iklim terhadap masyarakat, alam, dan kehidupan. Berbagai negara didorong untuk menjadi negara netral karbon agar manusia bisa bertahan menghadapi tekanan pemanasan global.
Christopher Pissarides dan Joseph Stiglitz, keduanya peraih Nobel di bidang ekonomi, mendorong pemerintah berinvestasi menciptakan lapangan pekerjaan yang hijau, seperti proyek untuk membangun infrastruktur yang tahan iklim dan mendirikan bangunan hijau atau energi terbarukan. (REUTERS/AFP/LUK)