Inggris Ajak Negara-negara Atasi Dampak Perubahan Iklim
Inggris akan mengajak sejumlah negara untuk menetapkan agenda aksi mengatasi dampak perubahan iklim sekaligus melindungi ekonomi global.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
LONDON, SENIN — Inggris akan bekerja sama dengan Mesir, Bangladesh, Malawi, Saint Lucia, dan Belanda untuk membantu masyarakat di seluruh dunia yang terancam perubahan iklim, terutama untuk beradaptasi dan membangun ketangguhannya.
Downing Street menyampaikan bahwa sistem peringatan dini badai dan investasi di bidang drainase banjir, serta tanaman pangan tahan kekeringan merupakan beberapa yang akan digagas dalam Koalisi Aksi Adaptasi tersebut.
”Tidak bisa dibantah bahwa perubahan iklim sudah di depan mata dan sudah merusak kehidupan, serta ekonomi. Kita harus beradaptasi dengan iklim yang berubah dan itu harus dilakukan sekarang,” demikian kata Johnson dalam Pertemuan Puncak Adaptasi Iklim yang diadakan oleh Belanda.
Sabtu pekan lalu, Johnson dan Presiden AS Joe Biden berjanji untuk mempererat kerja sama dalam menghadapi perubahan iklim. Koran-koran di Inggris melaporkan bahwa Johnson merupakan pemimpin Eropa pertama yang ditelepon oleh Biden.
Senin (25/1/2021) ini menandai bergabung kembalinya AS ke dalam Kesepakatan Paris untuk mengatasi dampak perubahan iklim global dan dampaknya pada ekonomi. Kurang dari seminggu setelah Biden mengumumkan bergabung kembalinya AS, Utusan Khusus Iklim AS John Kerry menghadiri Pertemuan Puncak Adaptasi Iklim bersama dengan Wakil Perdana Menteri China Han Zheng, Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Perancis Emmanuel Macron, dan para pemimpin negara lainnya.
Sebelumnya, mantan Presiden AS Donald Trump menarik keluar AS dari Kesepakatan Paris pada November 2020 dan mengklaim kesepakatan itu ”didesain untuk membunuh ekonomi AS.”
Istana Kepresidenan Elysee di Paris menyatakan, Macron dan Biden sepakat untuk bekerja sama mengatasi perubahan iklim dan pandemi Covid-19. Keduanya berkomunikasi selama sekitar satu jam.
Sebelum pertemuan digelar, lebih dari 3.000 ilmuwan di seluruh dunia menekan para pemimpin negara untuk melindungi warganya dengan lebih baik dari dampak pemanasan global.
”Dunia kita yang cepat memanas telah mengalami gangguan hebat dari kekeringan yang parah, kebakaran, gelombang panas, banjir, siklon tropis, dan peristiwa ekstrem lainnya,” kata para ilmuwan termasuk beberapa penerima Hadiah Nobel. ”Hasilnya kemiskinan akan meningkat, kekurangan air, gagal panen, dan migrasi yang meningkat dengan kematian yang tinggi jika kita tidak bertindak dan menyesuaikan diri sekarang.”
Penyelenggara Pusat Global Adaptasi (GCA) menyatakan, perubahan iklim dapat menekan produksi pangan global hingga 30 persen, sementara permukaan laut yang terus meningkat dan badai yang lebih kerap terjadi bisa memaksa ratusan juta penduduk di kota-kota pesisir kehilangan tempat tinggalnya.
”Tidak ada vaksin bagi perubahan iklim,” kata Ketua GCA sekaligus mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon. ”Ini terjadi jauh lebih cepat dari yang kita kira. Membangun ketangguhan terhadap perubahan iklim adalah keharusan.”
Tidak ada komitmen mengikat yang akan dihasilkan dalam pertemuan puncak ini. Akan tetapi, para pemimpin negara yang menghadirinya akan mencoba menetapkan agenda aksi serta memetakan rencana dan usulan untuk menciptakan planet yang tangguh terhadap iklim di akhir dekade ini.
Inggris menduduki posisi ketua G-7 tahun ini dan Johnson mengatakan ia akan menjadikan kebutuhan akan ekonomi yang tangguh dalam kelompok negara-negara industri maju itu.
Selain itu, Inggris juga akan menjadi tuan rumah konferensi global perubahan iklim, COP26, di Glasgow, November mendatang. Pertemuan puncak tahunan tersebut tertunda setahun karena pandemi Covid-19.
Downing Street menyatakan, koalisi dalam adaptasi perubahan iklim itu akan melibatkan ilmuwan, pelaku usaha, dan kelompok masyarakat sipil untuk berbagi pengetahuan dan praktik terbaik, baik di tingkat lokal, regional, maupun global dalam menghadapi perubahan iklim.