Setahun Setelah Penutupan, Warga Wuhan Merasa Bangga Sekaligus Khawatir
Warga Wuhan merayakan setahun kebebasannya setelah penutupan wilayah 76 hari, tetapi kini juga waswas akan kemungkinan kasus Covid-19 melonjak lagi.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
Setahun setelah kota Wuhan ditutup untuk mencegah penyebaran Covid-19, perasaan bangga dan waswas menyelimuti warga setempat. Bangga karena ibu kota Provinsi Hubei di China itu telah berhasil mengendalikan pandemi. Namun, pada saat yang sama waswas akan kemungkinan wabah akibat virus SARS-CoV-2 ini melonjak kembali.
Sabtu, setahun lalu, Wuhan mengejutkan dunia dengan menutup diri dan membatasi 11 juta jiwa warganya untuk tetap berada di rumah. Itulah awal dari 76 hari penutupan wilayah yang membuat trauma seluruh warga.
Pukul 10.00, transportasi publik berhenti beroperasi dan perbatasan ditutup untuk mencegah warga pergi keluar wilayah. Warga yang memiliki izin yang diperbolehkan keluar. Suasana kota pun menjadi hening bak kota mati.
Satu per satu, kota lain yang terjangkit wabah Covid-19 di Provinsi Hubei mengikuti langkah Wuhan. Begitu pula negara lain yang terdampak.
Namun, saat dunia masih berjuang melawan Covid-19, Wuhan hari ini tak lagi jadi kota mati yang terkunci. Jalan raya padat kembali, pejalan kaki ramai, transportasi publik dan taman dipenuhi warga.
Pada Sabtu (23/1/2021), warga lansia berdansa berputar-putar di taman kota merayakan kehidupan yang normal. Di sisi lain bar menjual bir ”Wuhan Stay Strong”. Pemandangan santai ini kontras dengan karantina wilayah yang masih berlangsung di banyak negara di dunia.
”Tahun lalu saya takut. Tetapi sekarang banyak kemajuan dicapai sejak pandemi terkendali,” kata Wang (20), warga Wuhan, yang sedang berolahraga di sepanjang Sungai Yangtze, Sabtu (23/1/2021). ”Sekarang kehidupan kembali seperti dulu.”
Akan tetapi, memori akan Covid-19 yang menyebar cepat masih segar dalam ingatan terutama ketika kluster yang dilokalisasi menyebar cepat ke seluruh China memaksa Beijing menggelar tes massal dan provinsi lain menerapkan penutupan wilayah.
Tahun lalu, Huang Genben (76) dirawat di rumah sakit selama 67 hari karena Covid-19. Setelah sempat muntah darah, ia merasa seperti ingin mati saja. ”Saat saya terpejam malam hari saya tidak tahu apakah saya bisa kembali membuka mata,” kata Huang.
Seperti banyak warga Wuhan lainnya, Huang mengungkapkan perasaan bangga atas ”upaya hebat” Pemerintah China dan warganya dalam mengendalikan pandemi seperti yang terjadi di Wuhan.
Sampai sekarang Covid-19 telah menewaskan setidaknya dua juta orang di dunia dan terus bertambah. Namun, di China, otoritas setempat melaporkan kurang dari 5.000 kasus kematian akibat Covid-19 yang mayoritas berasal dari Wuhan.
”Kita bisa lihat hasilnya bahwa kebijakan pemerintah sudah benar, kerja sama warga (Wuhan) juga bagus. Menyakitkan rasanya melihat pandemi menyebar di dunia,” kata Huang.
Kasus di Hong Kong
Sementara itu, di Hong Kong, pemerintah setempat menutup kawasan Semenanjung Kowloon dan memaksa 10.000 warganya untuk tetap berada di rumah hingga semuanya dikonfirmasi negatif Covid-19.
Pemerintah Hong Kong menyebut ada 70 gedung di ”kawasan terlarang” Jordan dan pemerintah menargetkan tes Covid-19 di area tersebut selesai dalam 48 jam sehingga Senin pekan depan warga bisa kembali bekerja.
Menteri Kesehatan Sophia Chan mengatakan, banyak di antara gedung-gedung itu yang kurang terawat dan padat penghuni. ”Risiko penularan di komunitas cukup tinggi,” katanya dalam jumpa pers. ”Setelah dinilai, kami rasa perlu untuk menetapkan pembatasan dan tes di area itu untuk mencapai target nol kasus.”
Sejauh ini dilaporkan ada 162 kasus positif Covid-19 di kawasan itu bulan ini dan rasio virus yang terdeteksi pada sampel dari saluran pembuangan gedung-gedung tersebut lebih tinggi dibandingkan sampel dari daerah lain.
Di Eropa, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan, pemerintah tidak mempertimbangkan melonggarkan karantina wilayah saat ini hingga dirasa program vaksinasi memberikan hasil yang diharapkan. ”Kita tidak bisa melonggarkan saat laju infeksi sangat tinggi,” ujarnya.
Ini berbeda dengan Yunani yang melonggarkan pembatasannya mulai 1 Februari 2021 dengan memberikan izin sekolah untuk beroperasi kembali setelah lebih dari dua bulan ditutup. Kebijakan ini diambil berdasarkan data bahwa kasus Covid-19 sudah stabil.
”Setelah rekomendasi positif dari komite ahli, sekolah menengah akan dibuka kembali 1 Februari. Siswa bisa kembali bersekolah,” kata Menteri Pendidikan Niki Kerameos.
Sebelumnya, Yunani telah melonggarkan pembatasannya dengan membuka sekolah dasar dan taman kanak-kanak, toko kelontong, dan salon.(AFP/REUTERS)